Barus,PRESTASIREFORMASI.Com – “Mamogang ” salah satu kearifan lokal atau sebuah tradisi masyarakat Barus , dalam menyambut masuknya awal Ramadhan yang biasanya di gelar dipinggiran sungai Sirahar.

Penetapan jadwal Mamogang itu sendiri biasanya diputuskan dalam musyawarah bersama Forkopimka ,KUA Kec Barus, MUI,Pimpinan Ormas Islam Kec.Barus, para tukang potong dan para Kepala desa. berbagai ketentuan yang harus dipatuhi antara lain kerbau yang akan dipotong dinyatakan sehat setelah melalui peneriksaan kesehatan hewan oleh petugas,setiap kerbau yang akan dipotong diberi tanda khusus dengan cat warna putih disebelah kanan bagian badan kerbau.

Menurut A Tanjung tokoh masyarakat Barus saat berbincang dengan Prestasireformasi@gmail.com.Com di Barus mengatakan, ” Mamogang” yaitu sebuah tradisi masyarakat Barus, melaksanakan penyembelihan hewan kerbau secara massal dipinggiran sungai Sirahar, tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang , dan hingga kini tetap eksis dilakukan secara turun temurun , tidak lekang di karenakan panas dan tidak pula luntur Diterpa hujan.”

Seperti yang dipantau Prestasireformasi.Com pada pelaksanaan” Mamogang” tahun ini yang berlangsung Minggu pagi,10/3-2024 Prosesi penyembelihan dimulai sejak pukul 03.00 dini hari sehari menjelang masuknya puasa, dan petugas yang menyembelih adalah nazir atau imam masjid yang sudah ditunjuk oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kec,Barus.

Bagi masyarakat Barus, Mamogang merupakan sebuah tradisi yang tidak boleh dilewatkan, pada pagi hari saat berlangsungnya acara Mamogang warga sudah tumpah ruah memadati pinggiran sungai Sirahar tempat berlangsungnya acara penyembelihan kerbau.

“Setelah semua kerbau selesai disembelih kemudian dagingnya di pajang diatas meja atau pun tikar yang sudah disediakan, saat itu pulalah warga mengantri, berkerumun untuk membeli daging , terlihat suasana gembira dari raut muka mereka, tanpa membeda -bedakan status ekonomi , semua nya membeli daging kerbau. “

Ditemui terpisah, Nahruddin Simatupang Tokoh masyarakat Barus menuturkan , Kalau dulu dimasa mereka anak-anak, Ada sebuah nyanyian kas manakala tiba hari Mamogang, pada sore hari tatkala kerbau dibawa menuju arena Mamogang, anak -anak sudah ramai berkumpul melihat kerbau yang akan dipotong lalu terdengarlah suara nyanyian sebait kata ” Kandilo potang -potang, Barisok kito Mamogang. ” (Sore ini kerbau sudah digotong, itu tandanya besok lah hari Mamogang”-red ).

Di lokasi mamogang nampak suasana kekeluargaan satu dengan yang lainnya terlihat akrab. Tidak saja kaum muslimin yang hadir di acara ini. Tetapi juga yang menganut agama lain turut berbaur, saling sapa, bergembira ria, dan bersilaturrahim.

Terlihat dengan jelas situasi tersebut membawa dampak positif bagi kerukunan umat beragama di kota tua Barus cukup kompak, tak pernah ada gesekan, Rasa persaudaraan dan keakraban membuat suasana mamogang lebih bermakna.” Kandilo potang -potang, Barisok kito Mamogang. ” begitu nyanyian anak -anak di masa lalu saat menjelang acara Mamogang , dan beberapa tahun terakhir nyanyian itu tak terdengar lagi.(Catatan SiZurlang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *