
Samosir. PRi.Com
Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir menetapkan Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Samosir berinisial FAK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bantuan sosial bagi korban banjir bandang di Kenegerian Sihotang.
Penetapan tersangka diumumkan Kepala Kejaksaan Negeri Samosir Satria Irawan didampingi Kepala Seksi Intelijen Richard N.P. Simaremare, Senin (22/12/2025). Kasus ini menyangkut Program Bantuan Penguatan Ekonomi (PENA) yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2024, untuk korban banjir bandang yang terjadi pada November 2023.
Satria Irawan menjelaskan, penetapan FAK sebagai tersangka dilakukan setelah Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejari Samosir memperoleh sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP dan melakukan gelar perkara.
“Penetapan tersangka didasarkan pada Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-02/L.2.33.4/Fd.1/12/2025 tertanggal 22 Desember 2025,” ujar Satria.
Dalam proses penyidikan, Kejari Samosir juga telah melakukan perhitungan kerugian keuangan negara melalui Kantor Akuntan Publik Gideon Adi & Rekan. Berdasarkan Laporan Akuntan Publik Nomor 041/KAP-GAR/XII/2025, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp516.298.000.
Sebelum dilakukan penahanan, tersangka FAK menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat oleh tim medis. Selanjutnya, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Samosir, tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Pangururan selama 20 hari ke depan.
Kasi Intelijen Kejari Samosir, Richard N.P. Simaremare, mengungkapkan modus operandi tersangka, yakni mengubah mekanisme penyaluran bantuan yang semula direncanakan dalam bentuk bantuan tunai melalui transfer langsung ke rekening penerima menjadi bantuan barang.
“Tersangka juga menunjuk BUMDes-MA Marsada Tahi sebagai penyedia barang bantuan serta meminta penyisihan sekitar 15 persen dari nilai bantuan untuk kepentingan pribadi dan pihak lain,” kata Richard.
Atas perbuatannya, tersangka FAK disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara subsidiair, tersangka juga disangkakan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 undang-undang yang sama.
Satria Irawan menegaskan, penanganan perkara dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel. Penyidikan masih akan terus dikembangkan untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Bantuan sosial PENA menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni pemulihan ekonomi masyarakat terdampak bencana. Oleh karena itu, penuntutan akan dilakukan secara maksimal sesuai ketentuan hukum,” tegasnya.
Sementara itu, pelapor perkara, Marko Panda Sihotang, mengapresiasi langkah Kejari Samosir. Ia menilai penetapan tersangka ini menjadi peringatan keras bagi pejabat daerah agar tidak menyalahgunakan kewenangan.
“Bantuan yang seharusnya diterima masyarakat sebesar Rp5 juta per kepala keluarga dan ditransfer langsung, diubah menjadi bantuan barang dengan nilai hanya sekitar Rp3,8 juta hingga Rp4,2 juta. Jumlah penerima sebanyak 303 kepala keluarga,” ujar Marko.
Menurutnya, selain melapor ke Kejari Samosir, masyarakat Kenegerian Sihotang juga telah menyurati Presiden RI terkait dugaan korupsi dana Program PENA. ( Hots)