Samosir. PRi.Com
Kegiatan rehabilitasi saluran irigasi di lereng bukit Desa Parbalohan, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, menjadi sorotan warga. Proyek yang bertujuan mendukung pengairan pertanian itu dinilai perlu diawasi ketat karena berada di kawasan dengan kemiringan tinggi dan rawan longsor.

Kekhawatiran warga mendorong tim jurnalis melakukan penelusuran langsung ke lokasi proyek, Selasa (22/12). Dari pantauan di lapangan, jalur rehabilitasi saluran irigasi membentang sekitar 450 meter, mengikuti kontur bukit yang terjal hingga ke pintu pembagi air yang bersumber dari Sungai Aek Natonang.

Akses menuju lokasi tergolong ekstrem. Tim harus berjalan kaki tepat di bawah lereng bukit dan mendaki hingga diperkirakan berada pada ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan Danau Toba. Kondisi geografis tersebut menjadi alasan utama munculnya kekhawatiran masyarakat.

Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya menegaskan bahwa penolakan bukan menjadi sikap masyarakat. Namun, ia meminta jaminan keselamatan lingkungan selama pekerjaan berlangsung.

“Kami mendukung pembangunan irigasi karena manfaatnya besar bagi petani. Yang kami khawatirkan adalah dampak aktivitas di bawah bukit. Kalau terjadi getaran atau kesalahan teknis, risiko longsor sangat mungkin terjadi,” ujarnya.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, pelaksana subkontraktor Tommi Nainggolan menegaskan bahwa pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan metode manual dan terbatas. Ia membantah adanya penggunaan alat berat pemecah batu maupun aktivitas galian C di lokasi proyek.

“Di jalur saluran memang ada dua bongkahan batu besar yang menghambat pekerjaan. Batu itu kami pecahkan sebagian secara manual agar pembangunan tidak terhenti. Tidak ada alat pemecah batu berat yang digunakan,” kata Toni di lokasi.

Terkait pembukaan jalan menuju pintu air, Tommi menjelaskan bahwa batu-batu yang ditemukan di lokasi tidak diambil atau diperjual belikan, melainkan dimanfaatkan untuk pemadatan badan jalan akses.
Batu ditanam dan dipadatkan dengan alat berat dari atas agar kendaraan pengangkut material bisa melintas.

“Material batu itu tidak digunakan untuk saluran irigasi dan bukan galian C. Bahkan untuk pemadatan jalan pun masih kurang,” ujarnya.

Hasil penelusuran tim jurnalis di lapangan tidak menemukan keberadaan alat berat pemecah batu sebagaimana isu yang beredar di masyarakat. Aktivitas yang berlangsung terbatas pada rehabilitasi saluran irigasi dan pemadatan akses jalan.

Meski demikian, sejumlah warga berharap instansi terkait, termasuk pemerintah daerah dan dinas teknis, turut melakukan pengawasan lapangan secara berkala. Mereka menilai pengawasan diperlukan untuk memastikan proyek berjalan sesuai ketentuan serta memperhatikan aspek keselamatan dan mitigasi bencana.

Rehabilitasi saluran irigasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian warga Desa Parbalohan. Namun di sisi lain, masyarakat menekankan pentingnya kehati-hatian, mengingat proyek berada di wilayah dengan tingkat kerawanan geologis yang tinggi. ( Hots)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *