Kebijakan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan menggunakan aplikasi digital MyPertamina dikritisi pengamat energi dan lembaga konsumen karena bakal merugikan kelompok masyarakat miskin sebagai pihak yang berhak menerima subsidi.
Sebab mayoritas masyarakat miskin masih banyak yang tidak memiliki ponsel pintar alias ‘smartphone’.
Karena itulah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyarankan pemerintah agar penggunaan aplikasi hanya untuk pendataan, bukan pembelian.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, mengatakan penggunaan aplikasi My Pertamina untuk pembelian BBM bersubsidi ditujukan agar penyaluran subsidi tepat sasaran.
Adapun masyarakat yang tidak memiliki aplikasi My Pertamina bisa mendaftar melalui laman https://subsiditepat.mypertamina.id/.
Baca juga:
Mulai 1 Juli 2022 masyarakat diminta membuat akun dan mendaftarkan diri ke laman MyPertamina untuk membeli BBM bersubsidi.
Langkah ini ditempuh untuk memastikan penyaluran Pertalite dan Solar tepat sasaran dan kuota yang sudah ditetapkan pemerintah tiap tahun tidak jebol.
Nantinya pemilik kendaraan roda empat dengan mesin di bawah 2.000 cc harus terlebih dahulu mendaftar melalui laman https://subsiditepat.mypertamina.id lalu diverifikasi.
“Sementara untuk roda empat ke atas (roda dua belum),” ujar Irto Ginting.
Untuk pembayaran, Pertamina mengharuskan konsumen menggunakan uang elektronik yang ada di beberapa aplikasi atau bank.
Karena masih uji coba, kebijakan ini baru berlaku di 11 kota seperti Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kota Banjarmasin, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Manado, Kota Yogyakarta dan Kota Sukabumi.
Seorang warga di Kota Padang, Melati, mengaku sudah memahami tata cara pembelian BBM subsidi yang baru. Tapi ia sedikit khawatir jika yang membeli adalah orang tua.
“Kalau buat saya pakai aplikasi seperti ini mudah. Tapi bagi orang tua kayaknya akan kesulitan karena mereka ini tidak melek teknologi,” ujar Melati kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (29/6).
Kekhawatiran yang sama juga dikatakan John Nedi.
“Untuk masyarakat perkotaan, sudah biasa membayar non-tunai. Cuma persoalannya bagaimana di masyarakat kelas bawah yang gagap teknologi? Karena nggak semuanya melek teknologi dan punya smartphone yang mendukung sistem ini.”
Asisten pengawas SPBU Jati di Kota Padang, Muhamad Fadil, mengatakan pihaknya sudah lama menerapkan pembelian BBM dengan aplikasi MyPertamina.
Sehingga dia menjamin tidak akan mengalami kendala ketika dilakukan uji coba pada 1 Juli nanti.
Namun begitu pemilik kendaraan yang menggunakan aplikasi ini tidak banyak. Perkiraannya dalam sehari tidak lebih dari lima orang.
“Pembeli yang pakai aplikasi ada motor dan mobil. Sehari paling lima.”
YLKI usul agar aplikasi MyPertamina jadi alat pendataan
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, mengamini keresahan masyarakat itu.
Kata dia, masyarakat yang tinggal di pedalaman dan jauh dari jangkauan internet bakal kesulitan menerapkan kebijakan ini. Padahal mereka termasuk pihak yang berhak menerima BBM bersubsidi.
“Kendalanya soal literasi digital, jangkauan jaringan internet, dan apakah semua masyarakat punya smartphone dan paket data internet untuk bisa menggunakan aplikasi itu?” tutur Sudaryatmo kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Kalau tujuan Pertamina supaya penerima BBM subsidi tepat sasaran dan kuota BBM subsidi tidak jebol, maka YLKI mengusulkan agar aplikasi MyPertamina cukup dijadikan alat pendataan, bukan pembelian.
Sebab yang menjadi akar masalah selama bertahun-tahun adalah penyaluran BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran.
Studi Bank Dunia menunjukkan sekitar 72% subsidi BBM di Indonesia tidak tepat sasaran.
Data itu kemudian diperkuat oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional pada 2020 yang menemukan 80% konsumsi Pertalite lebih banyak dinikmati masyarakat mampu.
Catatan pemerintah pula, penyaluran BBM subsidi jenis Pertalite per Februari 2022 sudah melebihi kuota yakni sebesar 4,258 juta kilo liter.
Untuk bahan bakar jenis solar, pemakaiannya juga mengalami kenaikan. Per April 2022 sudah melebihi 12% dari kuota yang sudah ditetapkan.
“YLKI mengusulkan aplikasi ini sebagai akses untuk mendaftar saja. Jadi yang penting orang dapat BBM subsidi punya barcode dan ditunjukkan ke petugas SPBU.”
“Dengan barcode nanti petugas cek data pemilik kendaraan di komputernya dengan fisik kendaraan apakah cocok atau tidak. Kalau tidak, ditolak.”
“Bayarnya nggak perlu pakai uang elektronik. Bisa tunai.”
Adapun bagi masyarakat yang tidak memiliki smartphone, SPBU bisa memfasilitasi proses pendaftaran.
Sehingga menurut Sudaryatmo, cara itu lebih masuk akal karena sejalan dengan tujuan utama Pertamina.
“Ini lebih ke soal pendataan penerima BBM subsidi.”
Bagaimana tanggapan Pertamina?
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, mengatakan penggunaan aplikasi My Pertamina untuk pembelian BBM bersubsidi ditujukan agar penyaluran subsidi tepat sasaran.
Kata dia, Pertalite dan Solar masih banyak dipakai pemilik mobil mewah.
“Inilah yang kami harapkan, Pertamina dapat mengenali siapa saja konsumen Pertalite dan Solar, sehingga bisa menjadi acuan dalam membuat program ataupun kebijakan terkait subsidi energi bersama pemerintah sekaligus melindungi masyarakat yang saat ini berhak menikmati bahan bakar bersubsidi,” kata Alfian dalam siaran pers Senin (27/6).
Alfian juga menjelaskan masyarakat yang tidak memiliki aplikasi My Pertamina bisa mendaftar melalui laman https://subsiditepat.mypertamina.id/ untuk kemudian menunggu apakah kendaraan dan identitasnya terkonfirmasi sebagai pengguna yang terdaftar.
Pengguna yang sudah mendaftar, nantinya akan mendapatkan notifikasi melalui surat elektronik yang didaftarkan.
“Pengguna terdaftar akan mendapatkan kode QR khusus yang menunjukkan bahwa data mereka telah cocok dan dapat membeli Pertalite dan Solar.”
Jika seluruh data cocok, Pertamina menjamin konsumen bisa melakukan transaksi di SPBU dan semua transaksi itu akan tercatat secara digital. (h/sumber: bbcindonesia)