Medan, PRESTASIREFORMASI.Com – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia (FEBI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara UINSU) berkolaborasi dengan MD KAHMI Kota Medan, menggelar refleksi pemikiran Buya Syafi’i Ma’arif, Jumat (10/6/2022).
Prof.Dr.H.Ahmad Syafi’i Maarif akrab disapa Buya Syafi’i adalah seorang ulama dan cendikiawan Indonesia. Dia pernah menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace, dan pendiri Maarif Institut.
Maarif lahir 31 Mei 1935 di Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Pandangan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir terhadap sosok pribadi Buya Syafii pribadi dan keteladananya, terutama usahanya dalam menjaga posisi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah kultural murni yang berdikari dan terbebas dari ancaman menjadi tunggangan politik praktis.
Buya adalah sosok yang spesial baik dalam perjalanan pergerakan Muhammadiyah, lebih-lebih dalam perjalanan bangsa. Buya adalah tokoh yang disebut sebagai bapak bangsa.
Karena kecintaannya, pemikirannya, sikap hidup dan tindakannya dipandang oleh masyarakat luas sebagai sosok negarawan bangsa. Sosok teladan itu telah tiada, pada tanggal 27 mei 2022 telah dipanggil oleh Rabbnya karena tunai sudah darma bhaktinya.
Dekan FEBI UINSU, Dr.Muhammad Yafiz, M.Ag dalam kata sambutannya menyampaikan bahwa kerjasama antara FEBI dan Majelis Daerah (MD) Korps Alumni HMI Kota Medan, mengangkat tema “Refleksi Pemikiran Buya Syafi’i Ma’arif” adalah sangat bermanfaat membuka cakrawala berfikir kita, bagaimana sosok dan pribadi buya yang fenomenal.
Yafiz menginformasikan bahwa FEBI adalah 1 dari 8 Fakultas yang ada di UINSU, lahir tahun 2014. Ada delapan program studi Mulai Strata 1, Strata 2 dan Doktoral dengan jumlah mahasiswa 5416 orang.
Dr.dr. Delyuzar selaku Ketua MD KAHMI Kota Medan dalam sambutan sekaligus membuka acara secara Zoom, mengapresiasi kerjasama FEBI dengan Bidang Kajian dan Peradaban Islam MD KAHMI Kota Medan, Insya Allah akan terus berlanjut kerjasama yang baik ini di masa yang akan datang.
Narasumber yang hadir dalam Refleksi Pemikiran Buya Safi’i Ma’arif adalah orang – orang yang mumpuni di bidangnya.
Narasumber pertama, Dr. Faisal Riza (Sosiolog dan Pemikir Nasional).
Menyampaikan Materi, Pemikiran Politik Islam.
Menurut Faisal buya adalah pribadi paripurna, dan sangat menginspirasi banyak orang.
“Menurut pandangan kami buya adalah orang yang paling askestis (zuhud), asketisme dapat diartikan ajaran-ajaran yang menganjurkan pada umatnya untuk menanamkan nilai-nilai agama dan kepercayaan kepada Tuhan. Buya adalah sosok yang konsisten di jalan intelektualisme,” ujar Faisal.
Pemateri Kedua, Dr. Jufri Naldo (Antropolog UINSU). Jufri berinteraksi dengan buya sewaktu kuliah di Yogyakarta.
Buya adalah sebagian kecil dari orang-orang yang diberi karunia Allah di usia sepuh daya ingat nya sangat tajam.
Buya di mata banyak orang melampaui lintas agama dan tidak ada sekat-sekat primoldial baginya
“Buya adalah manusia yang manusia dalam arti yang sangat luas,”tegas Naldo.
Dr.H.Azhari Akmal Tarigan, M.Ag, punya kesan mendalam terhadap sosok Buya Safi”i Maarif.
“Dalam kesunyian masjid beliau orang pertama yang sudah berada di masjid, zuhud adalah kata yang dapat disematkan terhadap buya,” ungkapnya.
Dia menyebut, ada yang menarik tentang sosok buya apakah beliau kader HMI? Sebagian orang mengatakan beliau bukan kader HMI, tapi dapat saya pastikan bahwa Buya adalah Kader HMI, dan ini keluar dari ucapannya, makanya kader-kader HMI sangat respek terhadap buya, sama dengan kader-kader Muhamadiyah yang menghormati beliau.
“Tidak salah hari ini Majelis Daerah KAHMI kota Medan menyelenggarakan kajian ini “tegas Akmal Tarigan.
Masih tentang HMI, ratapan Buya sampai akhir hayat adalah mengapa HMI terpecah, menurut buya seharusnya ini bisa diselesaikan, harusnya kader-kader HMI berfikir historis.
Syaratnya adalah memiliki kearifan dan kedewasaan, ada pihak-pihak yang sengaja merawat perpecahan.
“HMI harus berkontribusi besar dalam proses Islamisasi kualitatif,” ujar Akmal.
Pemateri terakhir adalah, Dr.Ahmad Qorib, MA (Dekan FAI UMSU).
Dia mengingatkan pentingnya mengintensifkan dialog para tokoh lintas agama dalam rangka mewujudkan kebersamaan diantara umat beragama, demikian yang diajarkan oleh Buya Safii Ma’arif kepada kader-kader Muhammadiyah, agar dapat berdialog dan berinteraksi dengan berbagai kalangan untuk dapat menanamkan nilai-nilai Rahmatan Lil Alamin ( rahmat bagi alam semesta).
“Pada satu hari Buya mengatakan apakah saya masih Muhammadiyah?? pertanyaan Buya yang menohok tersebut patut menjadi renungan kita bersama, ini sebuah otokritik dari sosok seorang Pimpinan PP Muhammadiyah periode 1998-2005 tersebut,” ujarnya.
Qorib sebagai kader Muhammadiyah menyoroti pemikiran Buya yang melompati sekat-sekat primodialisme, beliau adalah suluh dalam kegelapan.
Qorib membacakan Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 62:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yahudi, orang-orang Nasrani,cdan orang-orang Sabi’in, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati,” paparnya.
Dia mengutarakan, itulah sosok Buya, beliau mengajarkan kepada kita, jangan berfikir halaman rumah kita saja, kita jangan takut untuk tidak disukai dan jangan takut untuk disingkirkan masyarakat kalau kita berpijak dalam kebenaran, dan keadilan.
Qorib menyampaikan Buya pernah ditanya, bagaimana dengan konsep keselamatan pada agama lain? Keselamatan ada dalam Islam.
“Bagaimana dengan keselamatan agama lain, dijelaskan Buya Maarif serahkan pada Tuhan, sesuai kandungan Surah Al-Baqarah diatas,”pungkas Qorib.
Refleksi ini dihadiri oleh kader – kader HMI, yang diwakili Bang Acang, bang Ilyas, PMII, pengurus MUI Kota Medan, Dosen, dan lain-lain, sedangkan dari Partai Politik hadir Abdul Aziz, Pengurus DPW PKS Sumatera Utara.
Acara dipandu oleh Dr.Mustafa Kamal Rokan, S.Hi, MH dan UAS (Ustad Ahmad Syukri). (h/Azis)