BERITA JAMBI:
- Perolehan Suara Unggul, Ketua Tim Koalisi JADI Ucapkan Terimakasih
- Unggul Penghitungan Suara Versi Real Count, Jumiwan Aguza Ajak Pendukung Bersabar
- Gubernur Al Haris Gunakan Hak Suaranya di TPS 14 Kediaman Pribadinya
HALAMAN 2
Disebutkan, lahan yang dihibahkan berada di wilayah desa Sungai Rotan dan kelurahan Lubuk Kambing kecamatan Renah Mendaluh. Dari antar dua kecamatan ini, terdapat kecamatan Merlung.
Media ini melakukan penelusuran ke pihak perusahaan PT Ratna Saruni mengenai lahan tersebut. Saat ditemui, pihak menejemen perusahan S menjelaskan lahan tersebut bukan milik PT Ratna Saruni seluas 120 hektar tetapi milik Agus secara pribadi.
Agus dapat lahan itu dari hasil ganti rugi imas tumbang dari warga sekitar yang membuka lahan awal tersebut dan tersurat sebahagian dan diketahui pemerintahan setempat seperti desa Sungai Rotan, kecamatan Renah Mendaluh.
Salah seorang kepercayaan Agus menjelaskan lahan ini dibeli dari warga secara sah dan kesepakatan bersama dengan cara mengganti rugi imas tumbang tersurat dan lahan ini pun sudah pernah disengketakan ketua Koptas Kotalu M. Yusup Badang.
Bahkan sudah sampai ke pengadilan negri kota Jambi. Majelis hakim memenangkan Agus sesuai bukti dan saksi sehingga pihak Koptas Kotalu di minta mengajukan banding apabila tidak merasa puas dengan keputusan tersebut hingga sampai habis masa tenggang waktu.
Sedangkan wilayah yang disengketakan juga termasuk wilayah desa Sungai Rotan. Kepala Desanya Zaudi pun hadir di persidangan. “Jadi lahan tersebut jelas milik pribadi saudara Agus bukan milik perusahaan,” imbuh nya.
Media ini juga menelusuri warga masyarakat Tungkal Ulu sembilan desa yang tergabung di Koptas Kotalu, salah satunya Ar warga desa Badang dan MN warga Pelabuhan Dagang.
Saat ditanya soal kartu Koptas Kotalu. keduanya menjelaskan kartu tersebut merupakan hasil dari sengketa lahan antar desa dengan PT DAS tahun 1998.
“Katanya warga akan mendapat penggantian lahan dari Perusahan yang di kelola koperasi Tungkal Ulu tapi bertahun-tahun hingga saat ini tidak ada kejelasan di mana lokasinya hak milik masing masing dan tak pernah rapat,” ungkap Ar dan MN.
Keduanya mengaku, mereka bagaikan mengharapkan hujan turun dari langit dan kesannyapun tak ada bagaikan batu jatuh ke lubuk.
“Sementara ada seseorang yang ingin beli kartu kami maka kami jual kartu tersebut, dari pada simpan kartu takbisa berbuat apa-apa. Dijual bisa beli beras. Makanya kami hingga kini masih menuntut PT DAS karena lahan kami dari tahun 1998 hingga kini tak ada ujung pangkalnya untuk diganti atau dibayar.” tutur mereka.
“Jadi PT Das ini bersama warga Tungkal Ulu dan Merlung bagaikan api dalam sekam, api padam asap tetap berhembus,” ungkap seorang Ormas JRPM.
Dia menyebut, kartu anggota alias KTA bukanlah jaminan sebagai alat bukti kepemilikan lahan atau perkarangan, karna KTA itu adalah tanda bukti anggota. Anggota itu bisa saja diangkat atau diberhentikan seketika apabila tidak patuh dan taat pada anggaran tumah tangga organisasi (AD/ART).
“Sedangkan kepemilikan lahan dan perkarangan sudah diatur dalam undang undang dan peraturan agraria,” pungkas anggota JRPM itu (h/marjuni)