Jakarta, PRESTASIREFORMASI.COM – “Sepanjang saya mengikuti KPK, sejak periode awal, itu belum pernah ada pelanggaran kode etik seperti sekarang ini,” kata Busyro Muqoddas, Ketua KPK periode 20 Desember 2010- 16 Desember 2011, kepada BBC News Indonesia (24/08).
Kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, atau Dewas KPK, oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pada Juni lalu.
Hal itu dilaporkan MAKI setelah Firli menggunakan helikopter mewah, atau helimusin, untuk bepergian dari Palembang ke kampung halamannya di Baturaja, Sumatera Selatan.
Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan tidak bermaksud menunjukkan hidup mewah saat menggunakan helikopter dalam perjalanan pribadinya dari Palembang ke Baturaja pada Juni 2020.
“Kami tidak menganut hidup mewah dan bukan gaya hidup mewah, tetapi kami lakukan karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan tugas,” katanya dalam siaran pers, Senin (24/08) malam.
Menurutnya, helikopter yang ditumpanginya merupakan helikopter sewaan yang dibayar melalui gajinya.
“Semua saya kerjakan untuk kemudahan tugas saya dan bukan untuk kemewahan. Gaji saya cukup untuk itu membayar sewa heli dan ini bukan hidup mewah, semua biaya saya bayar sendiri,” jelasnya.
Firli dilaporkan atas dugaan bergaya hidup mewah dengan memakai helikopter yang diduga milik perusahaan swasta, kata MAKI dalam laporannya. Sidang etik dimulai pada Senin (24/08) sampai Rabu (26/08), dan Firli akan menjalani persidangan pada Selasa (25/08).
Kurnia Ramadhana, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), salah satu anggota koalisi MAKI, mengatakan bahwa Dewan Pengawas sebaiknya memberikan ‘sanksi berat’ bagi Firli karena ini bukan pertama kalinya ketua KPK tersebut melakukan tindakan kontroversial.
“Kalau kita lihat track record Firli ini memang dekat dengan pelanggaran kode etik. Pandangan kami [sanksi yang dijatuhkan seharusnya] masuk ke kategori sanksi berat, dan Dewan Pengawas, berdasarkan peraturan perundang-undangan, bisa merekomendasikan untuk Firli Bahuri mengundurkan diri sebagai ketua KPK,” kata Kurnia.
Sementara itu, Ali Fikri, juru bicara KPK, menanggapi tuntutan mundurnya Firli dari kursi kepemimpinan KPK, mengatakan: “Kalau kita bicara aturan hukum, seseorang belum dinyatakan bersalah kalau belum ada putusan dari pengadilan atau dari sidang.
“Sampai saat ini sidang saja belum dilakukan, baru besok (25/08). Tentu nanti lihat keputusannya seperti apa, saya kira itu jadi adil dan fair ketika melihat sesuatu secara utuh.”
‘Bentuk komite etik’
Busyro Muqoddas, mantan ketua KPK, mengatakan bahwa sidang etik atas dugaan menunjukkan gaya hidup mewah yang dilakukan oleh Firli Bahuri sebaiknya dilakukan secara terbuka.
Tidak seperti sidang-sidang terdahulu, sidang etik pertama Dewan Pengawas KPK sejak dilantik pada Desember 2019 ini dilakukan tertutup, meskipun keputusannya akan disampaikan ke media massa, katanya.
“Sekarang KPK menghadapi kasus yang melibatkan ketua KPK langsung. Sebaiknya Dewan Pengawas ini tidak menyimpang dari jiwa, peraturan kode etik KPK, tidak menyimpang dari aspirasi para pegawai KPK, dan sekaligus menghormati hak moral publik.
“Konsekuensinya, seharusnya dewan pengawas membentuk komite etik seperti tradisi lama, nanti di komite etik itu akan diadili secara terbuka, hasilnya baru di-pers-kan, jadi tidak diumumkan oleh humas, tapi diumumkan oleh wakil dari komite etik,” ujar Busyro.
Ia juga menyarankan agar Dewan Pengawas meneliti laporan kekayaan harta Firli dan meminta keterangan dari pihak-pihak luar yang terkait dengan kasus ini.
“Dalam sidang komite etik yang dulu, itu detil sekali, kalau ada pihak luar yang disebut-sebut maka pihak luar itu diundang untuk dimintai klarifikasi supaya terang benderang.
“Dalam konteks sekarang ini Pak Firli kan menyewa helikopter kategori VVIP, sekarang dilihat dari penghasilan per bulan, layak tidak ketua KPK menyewa heli itu? Itu dikaitkan dengan laporan kekayaan harta penyelenggara negara,” jelasnya.
Menurut Busyro, dugaan pelanggaran gaya hidup mewah seperti ini belum pernah terjadi dalam sejarah sidang etik yang melibatkan pimpinan KPK.
“Sepanjang saya mengikuti KPK, sejak periode awal, itu belum pernah ada pelanggaran kode etik seperti sekarang ini, paling banter dulu main golf, dulu ada seorang pimpinan yang main golf, itu saja di sidang komite etik,” ujarnya.
Pimpinan yang dimaksud adalah Antasari Azhar, yang bermain golf bersama Nasrudin Zulkarnaen, sebuah hobi yang berujung pada penembakannya pada tahun 2009.
Dalam sidang etik oleh Komite Etik saat itu, Antasari terbukti melanggar kode etik dengan bermain golf dengan orang-orang yang tengah ditangani KPK.
Pimpinan KPK lainnya yang pernah terjerat sidang etik adalah Abraham Samad, terkait pembocoran surat perintah penyidikan tersangka proyek Hambalang, Anas Urbaningrum; wakil ketua KPK Adnan Pandu Praja, soal pencabutan paragraf dari draf sprindik Anas; dan Saut Situmorang, terkait komentarnya soal kader Himpunan Mahasiswa Islam. Abraham dan Saut dikenai sanksi sedang, sementara Adnan dikenai sanksi ringan.
Syamsuddin Haris, anggota Dewan Pengawas KPK, lewat pesan singkat mengatakan tidak bisa berkomentar soal sidang etik kali ini ketika dihubungi oleh BBC Indonesia (24/08).
Apa tanggapan Ketua KPK Firli Bahuri?
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, dalam siaran pers pada Senin (24/08) malam, mengatakan dia akan menghadiri sidang tersebut, seperti diberitakan Kompas.com.
“Saya akan hadiri karena sidang ini kegiatan yang dilakukan sebagai wujud amanat undang-undang,” katanya.
Dia menghargai sidang tersebut sebagai mekanisme klarifikasi dan menjelaskan detail obyek permasalahan tersebut.
Firli mengaku tidak bermaksud menunjukkan hidup mewah saat menggunakan helikopter dalam perjalanan pribadinya dari Palembang ke Baturaja pada Juni 2020.
“Kami tidak menganut hidup mewah dan bukan gaya hidup mewah, tetapi kami lakukan karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan tugas,” paparnya.
Menurutnya, helikopter yang ditumpanginya merupakan helikopter sewaan yang dibayar melalui gajinya.
Dia membantah tudingan yang menyebut perjalanan menggunakan helikopter itu merupakan hasil gratifikasi.
“Semua saya kerjakan untuk kemudahan tugas saya dan bukan untuk kemewahan. Gaji saya cukup untuk itu membayar sewa heli dan ini bukan hidup mewah, semua biaya saya bayar sendiri,” jelasnya.
‘Rangkaian’ kontroversi Firli di KPK
Kurnia Ramadhana, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), meminta Dewan Pengawas KPK menjatuhkan ‘sanksi berat’ mengingat ini bukan pertama kalinya Firli Bahuri melanggar kode etik KPK.
Sesuai Peraturan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, Dewan Pengawas KPK dapat memberikan tiga jenis sanksi, yakni ringan, sedang, atau berat, bagi pegawai atau pimpinan KPK yang terbukti melanggar peraturan.
Sanksi ringan yang dimaksud adalah teguran lisan dan tertulis yang berlaku selama 1-6 bulan, sementara sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10-20 persen selama maksimum enam bulan.
Sanksi berat berbeda derajatnya antara pegawai dan pimpinan KPK. Untuk pegawai, sanksinya berupa:
a. Pemotongan gaji pokok sebesar 30 persen selama 12 bulan;
- Bagi pegawai pada rumpun jabatan struktural, diberhentikan dari jabatannya dan ditempatkan pada rumpun jabatan fungsional dengan tingkat jabatan yang lebih rendah dari tingkat jabatan sebelumnya;
- Bagi pegawai pada rumpun jabatan spesialis/ administrasi, diturunkan tingkat kompetensinya sebanyak dua jenjang.
b. Diminta untuk mengajukan pengunduran diri;
c. Diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Komisi.
Bagi Dewan Pengawas dan pimpinan KPK yang terbukti melanggar aturan, maka sanksi berat berupa:
a. Pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan;
b. Diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.
“Kami berpandangan melihat kasus Firli ini tidak bisa parsial atau tidak bisa hanya karena dia mengendarai moda transportasi mewah, ini harus dilihat rangkaiannya,” ujar Kurnia.
“Kalau kita lihat track record Firli ini memang dekat dengan pelanggaran kode etik.
“Yang pertama ketika ia menjadi deputi penindakan KPK, dia sempat bertemu dengan [mantan] gubernur NTB [Muhammad Zainul Majdi], padahal gubernur itu sedang ditangani oleh KPK.
“Ia pernah diperiksa sebagai saksi dan itu bertentangan baik dalam kode etik KPK maupun Undang-Undang KPK,” katanya.
Dalam sidang etik kala itu, Firli dinyatakan melanggar etik dengan bertemu Muhammad Zainul Majdi, yang sedang diselidiki lantaran dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont Nusa Tenggara, kata Kurnia.
Ketika Firli masih menjadi deputi penindakan, Kurnia mengatakan bahwa “ratusan pegawai KPK” mengirimkan petisi kepada pimpinan dan mengeluhkan kinerja internal kedeputian penindakan yang dinilai “menghambat perkara besar, ada isu perlakuan khusus kepada saksi.”
Setelah menjadi pimpinan KPK, Firli awal tahun ini memberhentikan paksa penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti dan mengembalikannya ke institusi Polri.
Keputusan itu disoroti oleh pegiat anti korupsi lantaran Kompol Rossa saat itu tengah menyelidiki kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan mantan petinggi KPU Wahyu Setiawan.
“Kalau Firli ini sudah terlalu banyak tindakan yang menimbulkan perdebatan di tengah publik, terlebih lagi sejak dipimpin oleh Firli, KPK tidak mendapat kepercayaan publik yang tinggi lagi, banyak tindakan kontroversi yang menurunkan derajat kepercayaan publik ke KPK.
“Tidak ada urgensi untuk mempertahankan dia sebagai ketua KPK,” ujarnya.
Survei Indikator yang dilakukan pada Juli 2020 menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap KPK pada bulan tersebut berada di angka 74,7 persen, turun dari 81,3 persen pada Februari 2020.
Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh survei Charta Politika, yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap KPK sepanjang Juli turun menjadi 72,2 persen, dibandingkan 73 persen di bulan Juni.
Bagaimana KPK menanggapi kasus Firli?
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Juni lalu mengatakan moda helikopter dipilih Firli Bahuri dalam perjalanannya di Sumatera Selatan karena ia memiliki “cuti cuma satu hari.”
Menurut Alex, Firli menyewa helikopter tersebut dengan uangnya sendiri.
“Kabarnya kan naik helikopter dan itu memang bayar. Kalau pulang pergi kan lebih sehari, padahal cutinya sehari makanya menyewa helikopter itu, bayar kok dia bilang. Itu yang disampaikan,” ujar Alex seperti dikutip dari Antara.
Ali Fikri, jubir KPK, mengatakan bahwa pimpinan dan pegawai KPK “berkomitmen” untuk memenuhi panggilan dan siap diperiksa oleh Dewan Pengawas KPK.
“Apakah itu uang pribadi, uang kantor atau tidak dan seterusnya itu penilaiannya ada di dewan pengawas,” ujar Ali. “Kita tunggu putusannya apa, akan diuraikan seperti apa, kronologis, dan kesimpulan seperti apa yang ditentukan Dewan Pengawas.”
Menanggapi tuntutan pegiat anti korupsi yang meminta Firli mundur dari jabatan pimpinan KPK, Ali mengatakan menghargai hak masyarakat untuk berpendapat.
“Apa yang menjadi dasar kalau [Firli] dituntut mundur? Itu adalah hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat seperti demikian. Tentu kita hargai.
“Tapi dari sisi esensinya, kalau kita bicara aturan hukum, seseorang belum dinyatakan bersalah kalau belum ada putusan dari pengadilan atau dari sidang.
“Tentu nanti lihat keputusannya [dalam sidang] seperti apa, saya kira itu jadi adil dan fair ketika melihat sesuatu secara utuh,” ujar Ali Fikri. (h/sumber: bbc.com)
HUKUM/KRIMINALITAS LAINNYA:
- Silaturahmi ke Rumah Keluarga, Mobil Tim JADI Dikepung Pendukung Dedy – Dayat
- Usai Mobilnya Digeledah Sejumlah Orang, Sardi Kehilangan Uang dan Barang
- Bergaya Premanisme, Sejumlah Orang di Pasar Lubuk Landai Hadang dan Geledah Mobil Anggota Tim JADI
- Pimpinan KPK 2024-2029, Siapa Mereka dan Mengapa Pegiat Antikorupsi Sebut Pemilihan Ini sebagai ‘Basa-basi’?
- ICC Resmi Keluarkan Surat Penangkapan PM Israel Netanyahu
- 14 Teman Diduga Dibunuh Gunakan Racun Sianida, Kasus Pembunuhan Serial Terparah di Thailand
- Kejagung Dinilai Terlalu Ngotot Tahan Tom Lembong Meski Tak Ada Kerugian Negara dari BPK
- Mantan Istri Bantah Tuduhan Selingkuh yang Dipublikasikan Mantan Suami