Idham Aziz
Image captionKapolri baru Idham Aziz (kiri) dan pejabat sebelumnya, Tito Karnavian (kanan), yang sekarang menjadi menteri dalam negeri.

Jskarya, PRi.Com – Kapolri Idham Azis dilantik di tengah kritik terkait aksi polisi yang dinilai “kian represif” dan desakan untuk segera mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.

Jenderal Idham Azis dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara (01/11), menggantikan Tito Karnavian yang kini menjabat sebagai menteri dalam negeri.

Sebelumnya, Idham menjabat sebagai kepala Badan Reserse Kriminal Polri.

Ia juga pernah menjabat sebagai kapolda Metro Jaya (tahun 2017 hingga awal 2019) dan kepala Divisi Profesi & Pengamanan Polri (tahun 2016-2017).

Lulusan Akpol 1988 ini dianggap berpengalaman menangani sejumlah kasus terorisme, seperti Bom Bali II, operasi menangkap kelompok Santoso, hingga Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah.

Jenderal Idham Azis dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara (01/11), menggantikan Tito Karnavian.

Pelantikan dilakukan di tengah kritik para aktivis HAM terhadap apa yang mereka sebut sebagai tindakan kepolisian yang semakin represif terkait dengan penanganan sejumlah demonstrasi sepanjang tahun ini.

Menurut data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, setidaknya 50 demonstran meninggal dalam unjuk rasa tahun ini, sesuatu yang mereka sebut “sangat mengerikan terjadi di negara demokrasi”.

Dalam penjabaran visi dan misinya di Komisi III DPR, Idham berjanji untuk melakukan pengawalan unjuk rasa dengan humanis.

“Dengan mengedepankan tim negosiator polwan dengan kekuatan yang proporsional. Penekanan saya bahwa dalam menghadapi unjuk rasa tidak dibenarkan menggunakan senjata api baik dengan peluru karet maupun peluru tajam,” ujar Idham.

“Namun demikian polri tetap menyiapkan kompi antianarkis bila unjuk rasa berkembang menjadi kerusuhan,” ujarnya.

Meski begitu, Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan mereka pesimistis cara polisi menangani demonstran akan lebih baik di waktu mendatang.

“Kami khawatir penanganan kasus akan mengedepankan penindakan daripada pencegahan. Itu kan model dari Densus 88,” ujar Peneliti Kontras, Rivanlee Anandar, merujuk pada sepak terjang Idham di Densus 88.

Instruksi ‘tindakan tegas dan terukur’

Rivanlee juga merujuk pada kebijakan dan kinerja Idham selama ia menjadi kapolda yang ia sebut belum mencerminkan pejabat kepolisian yang benar-benar menginternalisasi nilai-nilai HAM dalam institusi yang ia pimpin.

Saat menjabat sebagai kapolda di Jakarta, Idham dikritik sejumlah aktivis HAM atas instruksinya pada jajaran kepolisian untuk menindak tegas begal dan jambret untuk mengamankan Asian Games 2018.

Saat itu Idham meminta anak buahnya untuk tidak ragu-ragu menindak penjahat jalanan yang ada.

“Tidak usah ragu-ragu melakukan tindakan tegas, apabila para pelaku membahayakan masyarakat dan membahayakan mengancam jiwa petugas,” ujar Idham kepada jajaran kepolisian.

Kepolisian mengadakan operasi memberantas kejahatan jalanan menjelang Asian Games selama sembilan hari.

Hasilnya, setidaknya 11 dari 27 terduga kriminal yang ditembak polisi mati dan lebih dari 1.000 orang ditangkap.

Polisi mengklaim korban tewas ditembak akibat melawan aparat dan penembakan telah dilakukan sesuai dengan prosedur.

Namun, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menilai tindakan itu sebagai bentuk pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing)

Dari penelusuran LBH Jakarta terhadap korban, ditemukan berbagai kejanggalan, di antaranya bekas tembakan di dada para terduga kriminal, yang mengindikasikan penembakan dilakukan dengan tujuan mematikan.

LBH Jakarta menilai hal itu melanggar ketentuan penggunaan senjata api yang terdapat di dalam peraturan kepolisian serta aturan internasional UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official yang menyebut polisi dilarang menggunakan senjata api kecuali sebagai upaya terakhir dan untuk menghindari adanya korban juga menyelamatkan nyawa.

Peneliti Kontras, Rivanlee Anandar, menilai tindakan kepolisian itu melanggar hukum dan HAM.

“Itu adalah kesewenangan menafsirkan diskresi. Polisi memang memiliki diskresi tapi itu harus terukur,” ujar Rivanlee.

Dalam penjabaran visi dan misinya di Komisi III DPR, Idham telah menyatakan prioritas-prioritasnya untuk mewujudukan kepolisian yang profesional, modern, terpercaya.

“Meminimalisir arogansi kewenangan dan kekerasan eksesif melalui pemantapan pemahamana Hak Asasi Manusia (HAM) dan menginternalisasi kembali doktrin kepolisian Tribrata dan Catur Prasetya,” ujar Idham.

Penuntasan kasus Novel lambat

Selain itu, Kontras menyorot komitmen Idham Azis dalam mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Idham Azis mengepalai tim kepolisian yang bertugas untuk mengungkap kasus itu.

Sebelumnya, bulan Juli lalu, Presiden Joko Widodo memberi tenggat waktu tiga bulan bagi kepolisian untuk menuntaskan kasus ini.

Namun, tenggat itu sudah berakhir Oktober lalu.

Meski begitu, Idham mengatakan ia akan menuntaskan kasus Novel.

Novel Baswedan

“Saya nanti begitu dilantik, saya akan menunjuk kabareskrim baru dan nanti saya beri dia waktu untuk segera mengungkap kasus itu,” ujarnya.

Peneliti Kontras, Rivanlee Anandar mengatakan ia pesimistis dengan komitmen itu.

Kasus ini, ujarnya, telah dialihkan dari satu polisi ke polisi lain, mulai dari Tito Karnavian ke Idham Azis lalu Idham Azis ke kabareskrim baru yang akan ditunjuk kemudian.

“Kalau kita memandangnya agak pesimistis, ada ketidakseriusan dari lempar-lemparan kasus,” katanya.

Prestasi pemberantasan teroris

Meski demikian, menurut Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, Idham adalah salah satu polisi yang dipertimbangkan oleh Kompolnas untuk menjadi calon kapolri, mengingat saat ini kepolisian harus menghadapi tantangan dari kelompok radikal dan jaringan teroris.

“Pak Idham menunjukkan prestasi cemerlang dalam pemberantasan teroris-teroris kelas kakap di Indonesia, antara lain Azhari, Noordin M. Top dan jaringan teroris Santoso di Poso. Pak Idham juga berprestasi menangani serangan bom Thamrin,” ujar Poengky.

“Penunjukan Pak Idham sebagai calon Kapolri oleh Presiden Joko Widodo sangat tepat,” ujarnya.

Selain itu, Poengky mengatakan ia berharap latar belakang Idham di reserse mampu meningkatkan kinerja polisi di bidang penegakan hukum.

Kapolda Metro Jaya
“Tidak usah ragu-ragu melakukan tindakan tegas, apabila para pelaku membahayakan masyarakat dan membahayakan mengancam jiwa petugas,” kata Idham Aziz saat menjabat kapolda Metro Jaya.

Kontras meminta Idham untuk lebih memperhatikan dan tegas terhadap anggota yang melakukan pelanggaran di lapangan.

“Kapolri juga harus memastikan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh institusi Polri maupun tindakan anggotanya di lapangan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku,” ujar peneliti Kontras Rivanlee Anandar. (h/sumber: bbcindonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *