
Samosir, PRESTASIREFORMASI.Com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan di Aula DPRD Samosir pada Senin, 14 April 2025, mengungkap bahwa 484 meter persegi dari total 3.724 meter persegi lahan milik PT Labersa Hutahayan berada dalam kawasan sempadan Danau Toba. Hal ini disampaikan oleh perwakilan BPN Samosir, Riza, di hadapan unsur Forkopimda dan perwakilan masyarakat.
Sertifikat atas lahan tersebut merupakan peralihan dari hak milik Ir. Efendi Naibaho yang diturunkan statusnya menjadi hak berjangka waktu hingga 2047, sesuai ketentuan Kementerian ATR/BPN tahun 2022. BPN mengusulkan agar diterbitkan regulasi tegas terkait batas sempadan dan pengelolaan lahan di kawasan Danau Toba.
Kekhawatiran juga disampaikan oleh Camat Simanindo dan Kepala Desa Simarmata yang menyoroti potensi konflik sosial akibat penimbunan (reklamasi) yang diduga dilakukan di sempadan danau. Kepala Satpol PP Samosir, Rudimanto Limbong, menyarankan agar sertifikat PT Labersa dikaji ulang demi kepastian hukum.
Pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) menyatakan belum melakukan survei, namun telah menerima surat audiensi dari PT Labersa yang akan dijadwalkan usai Lebaran. BWS menekankan bahwa zona sempadan danau hanya boleh dimanfaatkan untuk fasilitas umum dan penggunaan air harus berizin.
Perwakilan PT Labersa, Lambertus Siregar, mengklaim bahwa pembangunan dilakukan di atas lahan bersertifikat. Ia menyatakan komitmen untuk mematuhi aturan dan siap dikoreksi bila terdapat kekeliruan.
Ketua DPRD Samosir, Nasib Simbolon, menegaskan komitmen lembaganya dalam mengawal persoalan ini hingga tuntas. Ia menegaskan bahwa Kabupaten Samosir membuka diri bagi investor yang taat hukum dan peduli terhadap kelestarian Danau Toba.
RDP ini menghasilkan rekomendasi agar Pemkab Samosir segera berkoordinasi dengan kementerian terkait guna menegaskan batas dan status hukum lahan sempadan demi mencegah konflik serta menjaga kelestarian lingkungan kawasan Danau Toba. dhs/hot