Penting dicermati fenomena Paslon lawan kotak kosong di Pemilukada Serentak 9 Desember 2020. Terdapat di 25 dari 270 Kabupaten/Kota. Terbanyak di Jawa Tengah! Sudah kroniskah penyakit demokrasi kita?

Ilustrasi Pilkada serentak 2020.
Ilustrasi Pilkada serentak 2020. (Dok. Istimewa)

Catatan: Husor Parissan Sitompul

Pilkada/Nasional, PRESTASIREFORMASI.Com – Mengamati dan menilai sosok Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru usai menggelar Pemilukada pada 9 Desember 2020, dapat disebut pelaksanaan pesta demokrasi kali ini paling buruk dari empat hajatan pemilihan kepala daerah secara langsung yang sudah pernah diadakan.

Mengapa? Setidaknya ada tiga alasan pokok yang dapat dijadikan indikasi Pemilukada 2020 yang paling jelek:

  1. Pemilukada dipaksakan diselenggarakan pada masa Pandemi Covid-19 (seharusnya bisa ditangguhkan, atau usai masyarakat divaksinasi atau hingga pandemi virus corona reda)
  2. Persentase minat masyarakat untuk mencoblos diperkirakan rendah
  3. Paslon tunggal yang mencapai 25 daerah (9,25%) dari 270 kabupaten/kota

Namun yang menjadi sorotan utama dalam tulisan ini adalah fenomena paslon melawan kotak kosong, karena persentase grafiknya meningkat dari Pilkada pertama hingga Pilkada keempat ini. Bukankah ini dapat disebut sebagai kegagalan KPU sebagai penyelenggara Pemilu?

Artinya, seandainya KPU tidak mampu menggelar Pemilukada lebih dari satu kandidat, minimal menekan jumlah persentase Paslon melawan Kotak Kosong ke tingkat paling minim, misalnya 2,5 persen bukan seperti Pemilukada 9 Desember 2020 kali ini yang mencapai 9,25 %.

Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA. alumnus Madrasah Tasywiqu th-Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang yang menulis di Jatengdaily.com, menyebut ada sebanyak 270 pemilihan kepala daerah yang terdiri dari 9 pemilihan gubernur (pilgub), 224 pilbup, dan 37 pilwakot.

“Ironisnya, dari 270 daerah, ada 25 daerah (9,25%) yang lawannya adalah kotak kosong. Seandainya, 25 daerah itu masing-masing membutuhkan biaya Rp 50 miliar,- sampai dengan Rp 71,5 milyar,- atau dibuat rata-rata Rp 50 miliar, maka 25xRp 50 miliar,- = Rp 1.250 miliar,- atau Rp 1 Trilyun dan Rp 250 miliar,” ujarnya.

Menurut Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA, sudah berkali-kali menyampaikan aspirasi melalui tulisan baik di media cetak maupun online, apakah tidak bisa UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang, terutama berkaitan dengan calon tunggal, supaya bisa ditetapkan secara langsung tanpa pemilihan.

“Terlalu banyak alasan dan argumentasi bisa diajukan. Mulai dari alasan pertama, penghematan uang rakyat, kedua, untuk pengentasan kemiskinan, ketiga, menghindari makin maraknya kasus korupsi, keempat, rasionalitas dan menghargai martabat manusia, karena tidak diperhadapkan dengan lawan kotak kosong,” lanjutnya.

Dia menegaskan, tentu ini bisa disepakati, jika ada niat baik untuk lebih mementingkan kemashlahatan umum dan rakyat, dibanding hanya sekedar memenuhi demokrasi “kotak kosong”.

Tentu saja pendapat tersebut sulit dibantah, sebab sejak digelarnya Pemilukada secara langsung, dihitung-hitung lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya bagi masyarakat luas.

Dampak yang terlihat dan terasa langsung adalah munculnya disharmoni dan keretakan hubungan sosial di tengah-tengah masyarakat, dan paling parah adalah maraknya politik uang dan politik transaksional.

Diduga, ada para kandidat dan timnya tanpa rasa malu dan merasa berdosa ‘menyuap’ masyarakat dengan uang maupun sembako sehingga memilihnya.

Politik uang itu sudah berlangsung sejak Pemilukada pertama, bahkan diperkirakan semakin parah pada pagelaran keempat kali ini diadakan. Transaksi dalam memenangkan, seakan menjadi lumrah. Sehingga masyarakat pun sudah tak lagi malu-malu menyebut “berapa berani bayar?”

Pada tingkat elit politik, transaksional ini menjadi lebih brutal karena Partai Politik tak lagi menomorsatukan moralitas seperti mengedepankan kader-kadernya untuk maju jadi calon gubernur/bupati/walikota. Parpol lebih nyaman jika mendukung seseorang yang lebih mapan dalam finansial dan dominasi politik dibanding sosok berpengalaman dan profesional.

Mungkin inilah juga faktor penyebab munculnya paslon tunggal melawan kotak kosong. Ironisnya demokrai mandul ini justeru didukung UU Pemilukada yang nota bene draft dan rancangannya lebih mempertimbangkan faktor kepentingan Parpol, bukan demi kemaslahatan masyarakat luas.

Bersaing dengan Kota Kosong Memalukan

Tertarik dengan tulisan M.Fedro Syafiola (Mahasiswa Sosiologi Unand) di Sitinjausumbar.com, mengungkapkan munculnya calon tunggal dapat menjadi indikator tidak maksimalnya peranan para politik dalam melakukan proses pengkaderan di lingkup internal partai.

Dia menyebut, sebagai penggerak sistem demokrasi di Indonesia partai politik diharapkan dapat memunculkan calon yang berkualitas di tingkat lokal maupun nasional. Untuk itu pengkaderan dari partai sangat diharapkan dapat menampung aspirasi dari masyarakat serta menjaring figur-figur calon pemimpin sehingga proses demokrasi dapat tercipta dengan baik.

“Fenomena munculnya calon tunggal (kotak kosong) dalam pilkada pada tahun 2020 menjadi anomali dalam proses pemilu. Merujuk dinamika politik yang terjadi, setidaknya pemilihan kepala daerah di 34 daerah berpotensi besar diikuti calon tunggal,” ujarnya.

Dia mengatakan, lembaga pemantau pemilu menyebut tren calon tunggal melawan kotak kosong terus meningkat setiap tahun. Muncul kekhawatiran, demokratisasi yang diharapkan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung bakal semakin terkikis politik pragmatis. Namun partai politik berdalih bahwa kesepakatan mengusung calon tunggal merupakan konsekuensi sistem pemilihan yang disepakati pemerintah dan DPR di tingkat pusat.

Bersaing dengan kotak kosong untuk memperebutkan legitimasi dalam pilkada sebenarnya memalukan, katanya, bukan justru membanggakan, karena ada cara pandang mainstream bahwa melawan kotak kosong bermakna dominasi satu kandidat, baik popularitas maupun elektabilitas.

Dominasi semacam ini, dalam kacamata personal sang kandidat, adalah sebuah “kehebatan”. Bagaimana tidak, nyaris tak ada yang berani menantang lantaran superdominasi tersebut.

Menurut M.Fedro Syafiola, dalam kacamata sang kandidat, melawan kotak kosong adalah sebuah indikasi ketangguhan yang berlebihan, sampai tak ada yang bernyali untuk bersaing dalam kontestasi. Padahal, pilkada adalah satu mekanisme demokrasi yang sudah sedemikian rupa didesain agar semua pihak berkesempatan untuk ikut bertanding.

Pasangan calon tunggal ini diusung oleh partai-partai baik yang berbasis nasionalis maupun agamis. Munculnya pasangan calon tunggal ini mengindikasikan bahwa peran partai politik di Indonesia kurang begitu maximal, serta kurang memiliki daya tarik bagi masyarakat.

“Selain itu, dengan adanya pasangan calon tunggal juga dapat berpengaruh pada minat masyarakat dalam ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal ini dipicu karena minimnya opsi atau pilihan yang ditawarkan oleh partai politik dan pemerintah dalam pilkada tahun 2020,” kata Fedro.

Yang menjadi pertanyaan bagaimana kotak kosong yang memenangkan pemilu? Jawabannya dalam perspektif demokrasi, kemenangan kotak kosong justru ada positifnya karena dapat menjadi alarm kuat bagi aktor politik untuk jangan coba-coba meraih kekuasaan dengan jalan instan dan “pengkondisian”.

Pasalnya, kemunculan kotak kosong atau calon tunggal biasanya selalu didasarkan tiga kondisi. Pertama, adanya pihak-pihak yang sengaja mendesain munculnya calon tunggal.

Dalam studi yang dilakukan Dur dan Bievre (2007), pihak-pihak yang maksud adalah kelompok berkepentingan. Tujuannya bisa untuk melanggengkan bisnis, dinasti politik, mempertahankan dominasi pengaruh, pemburuan rente ataupun lainnya.

Kedua gagalnya kaderisasi parpol. Parpol kehabisan stok kader yang secara kalkulasi politik mampu bersaing dalam lapangan hijau pilkada. Pasalnya, dalam konteks demokrasi electoral hari ini, salah satu variabel penting dalam mengusung kandidat adalah soal kans menang (elektabilitas menjanjikan).

Ini sesuai pandangan Strom (1990) bahwa logika partai dalam pemilu selalu ditujukan untuk memperoleh kemenangan. Ketiga, karena politik berbiaya mahal. Ongkos demokrasi electoral yang begitu mahal membuat sejumlah tokoh urung sebelum bertarung.

Secara teoritis, hadirnya calon tunggal dalam kontestasi electoral tak ubahnya sebagai bentuk pseudo demokrasi. Hal itu didasarkan beberapa sebab.

Pertama, calon tunggal telah menghilangkan kompetisi dalam demokrasi. Padahal, menunjuk pendapat Robert Dahl (1994), salah satu dimensi penting dalam demokrasi meniscayakan adanya sebuah kompetisi. Tanpa adanya kompetisi, hajatan demokrasi hanyalah opera sabun yang pekat aroma kepentingan.

Kedua, melemahnya oposisi. Ini terjadi karena semua partai mendukung satu calon sehingga kepala daerah terpilih cenderung menjalankan roda pemerintahan tanpa adanya kontrol. Eksesnya, konstruksi pemerintahan daerah yang demokratis dan transparan akan terhapus karena desain kelembagaan DPRD yang menjalankan fungsi pengawasan (checks and balances) cenderung tak berjalan.

Ketiga, munculnya kepala daerah boneka. Ini berbahaya lantaran kepala daerah terpilih dalam menjalankan pemerintahannya meminjam istilah sosiolog Erving Goffman (1922-1982) lebih banyak memainkan dramaturgi.

Kerja pemerintahan yang terlihat di permukaan berbeda dengan kerja yang sebenarnya di belakang layar. Dalam konteks lebih ekstrem, kepala daerah boneka berpotensi menjadi lahan praktik politik yang menghalalkan segala cara demi memenuhi kepentingan pihak-pihak tertentu dengan menipu kesadaran publik.

Karena itu, praktik pseudo demokrasi dalam kontestasi elektoral pilkada dapat dikurangi. Hal ini penting mengingat jumlah calon tunggal dari pilkada ke pilkada terus mengalami peningkatan. Tentu dalam politik electoral, merebaknya calon tunggal tidak sehat bagi masa depan demokrasi.

Memahami sebuah sistem demokrasi dan relevansinya dengan pemilihan umum dapat dilihat dari segi lingkup dan intensitas partisipasi masyarakat dalam ikut andil pengambilan kebijakan-kebijakan politik.

Menurut Joseph Schumpeter dan Hungtinton demokrasi disebut Demokrasi Prosedural yaitu demokrasi yang mengandalkan persaingan yang adil dan partisipasi warga negara untuk menentukan wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan melalui pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan akuntabel.

Gagasan ini relevan dengan demokrasi yang dipahami dinegara Indonesia yang menganut sistem pemilu yang luber (luas, umum, bebas, rahasia).

Sebaiknya pilkada melawan kotak kosong harus ditiadakan atau bisa diganti dengan calon kandidatnya dipilih langsung oleh kemendagri sesuai daerah domisili (putra daerah) dengan regulasi yang telah ditetapkan pusat, karena kalau diadakan pilkada melawan kotak kosong akan menjadi kontra dan membuang-buang dana secara percuma.

Pemerintah (Kemendagri) dan KPU harus menyelesaikan PR utama seperti meminamilisir pasangan calon tunggal dalam pilkada serta meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berpolitik dalam menjalankan negara demokrasi.

Apa dalih KPU menyahuti fenomena kotak kosong ini? Anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengungkapkan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota sesungguhnya telah melaksanakan proses perpanjangan pendaftaran di daerah dengan satu pasangan calon.

Namun, hingga batas akhir perpanjangan pendaftaran tidak ada lagi yang melakukan pendaftaran di 25 kabupaten/kota tersebut.

Dewa menambahkan, selain soal pemantau yang dapat masuk TPS, pada daerah dengan satu paslon juga memiliki perbedaan dalam hal tata cara kampanye hingga perlengkapan TPS yang disesuaikan proses pemilihan dengan satu paslon ini.

Berikut daftar 25 kabupaten/kota yang pasangan calonnya melawan kotak kosong:

1. Kabupaten Humbang Hasundutan

  • Dosmar Banjarnahor (petahana bupati)-Oloan P Nababan
  • Didukung Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, Demokrat

2. Kota Gunungsitoli

  • Lakhomizaro Zebua-Sowa’a Laoli (petahana wali kota-wakil wali kota)
  • Didukung PDI-P, Demokrat, Hanura, Gerindra, Golkar, Perindo, PKPI, PAN

3. Kota Pematangsiantar

  • Asner Silalahi-Susanti Dewayani
  • Didukung Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PAN, Hanura, Demokrat, PKPI

Sumatera Barat

4. Kabupaten Pasaman

  • Benny Utama-Sabar AS
  • Didukung Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, Nasdem, PDI-P.

Sumatera Selatan

5. Kabupaten Ogan Komering Ulu

  • Kuryana Azis-Johan Anuar (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PKB, Gerindra, Golkar, PDI-P, Nasdem, PKS, PPP, Hanura, Demokrat, PBB, PKPI

6. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan

  • Popo Ali Martopo-Sholehien Abuasir (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PKS, PPP, PAN, Hanura, PKPI.

Bengkulu

7. Kabupaten Bengkulu Utara

  • Mian-Arie Septia Adinata (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PKS, PPP, PAN, Hanura, PKPI

Jawa Tengah

8. Kabupaten Boyolali

  • Mohammad Said Hidayat (petahana wakil bupati)-Wahyu Irawan
  • Didukung PDI-P

9. Kabupaten Grobogan

  • Sri Sumarni (petahana bupati)-Bambang Pujiyanto
  • Didukung PDI-P, PKB, Gerindra, PPP, Hanura, GoLkar, PKS, Demokrat, PAN.

10. Kabupaten Kebumen

  • Arif Sugiyanto (petahana wakil bupati) – Ristawati Purwaningsih
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PKS, PPP, PAN, Demokrat.

11. Kota Semarang

  • Hendrar Prihadi Hendi-Hevearita Gunaryanti Rahayu (petahana wali kota-wakil wali kota)
  • Didukung oleh PDI-P, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, Nasdem, PSI, Golkar, PKS

12. Kabupaten Sragen

  • Kusdinar Untung Yuni Sukowati (petahana bupati)-Suroto
  • Didukung PDI-P, PKB, Golkar, PAN, Nasdem.

13. Kabupaten Wonosobo

  • Afif Nurhidayat-Muhammad Albar
  • Didukung PDI-P, PKB, Golkar, Demokrat, Nasdem, PAN, Hanura

Jawa Timur

14. Kabupaten Kediri

  • Hanindhito Himawan Pramana-Dewi Mariya Ulfa P
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PKS, PPP, PAN, Demokrat

15. Kabupaten Ngawi

  • Ony Anwar Harsono (petahana wakil bupati)-Dwi Rianto Jatmiko
  • Didukung PDI-P, Golkar, PKB, Gerindra, PKS, PAN, Nasdem, Demokrat, Hanura dan PPP

Bali

16. Kabupaten Badung

  • I Nyoman Giri Prasta-I Ketut Suiasa (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PDI-P, Golkar, Demokrat

Nusa Tenggara Barat

17. Kabupaten Sumbawa Barat

  • W Musyafirin-Fud Syaifuddin (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PPP, PKS, PAN, PKPI.

Kalimantan Timur

18. Kota Balikpapan

  • Rahmad Mas’ud (petahana wakil wali kota) – Thohari Aziz
  • Didukung Golkar, PDI-P, PKS, Gerindra, Demokrat, PKB, Perindo, PPP

19. Kabupaten Kutai Kartanegara

  • Edi Damansyah (petahana bupati) – Rendi Solihin
  • Didukung Golkar, PDI-P, Gerindra, PAN, PKS, Nasdem, PPP, Perindo, Hanura.

Sulawesi Selatan

20. Kabupaten Gowa

  • Adnan Purichta Ichsan-Abdul Rauf Malaganni (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PKB, PDI-P,Golkar, Nasdem, PKS Perindo, PPP, PAN, Demokrat

21. Kabupaten Soppeng

  • A Kaswadi Razak (petahana bupati) – Luthfi Halide
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PPP, Demokrat

Sulawesi Barat

22. Kabupaten Mamuju Tengah

  • M Aras T-H Muha Amin Jasa (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, Nasdem, PKS, Perindo, PAN, Hanura Demokrat.

Papua Barat

23. Kabupaten Manokwari Selatan

  • Markus Waran-Wempie Welly Rengkung (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PDI-P, Golkar, Nasdem, Perindo, Hanura, PKPI

24. Kabupaten Pegunungan Arfak

  • Yosias Saroy-Marinus Mandacan (petahana bupati-wakil bupati)
  • Didukung PDI-P, PKB, Golkar, Nasdem, PKS Perindo, PPP, PAN, Hanura, PKPI

25. Kabupaten Raja Ampat

  • Abdul Faris Umlati (petahana bupati)-Orideko I Burdam.
  • Didukung Gerindra, Golkar, Nasdem, PKS, PAN Demokrat.

Total daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Berikut ini adalah daftar daerah yang melaksanakan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak pada tahun 2020.

A. Provinsi

    Sumatera Barat

    Jambi

    Bengkulu

    Kepulauan Riau

    Kalimantan Tengah

    Kalimantan Selatan

    Kalimantan Utara

    Sulawesi Utara

    Sulawesi Tengah

B. Kota

    Medan

    Binjai

    Sibolga

    Tanjung Balai

    Gunung Sitoli

    Pematangsiantar

    Solok

    Bukittinggi

    Dumai

    Sungai Penuh

    Metro

    Bandar Lampung

    Batam

    Depok

    Pekalongan

    Semarang

    Magelang

    Surakarta

    Blitar

    Surabaya

    Pasuruan

    Cilegon

    Tangerang Selatan

    Denpasar

    Mataram

    Banjarbaru

    Banjarmasin

    Samarinda

    Balikpapan

    Bontang

    Bitung

    Manado

    Tomohon

    Palu

    Makassar (Pilkada Ulang Tahun 2018)

    Ternate

    Tidore Kepulauan

C. Kabupaten

    Tapanuli Selatan

    Serdang Bedagai

    Toba Samosir

    Labuhan Batu

    Pakpak Bharat

    Humbang Hasundutan

    Asahan

    Mandailing Natal

    Samosir

    Karo

    Nias

    Nias Selatan

    Simalungun

    Labuhanbatu Selatan

    Labuhanbatu Utara

    Nias Utara

    Nias Barat

    Solok

    Agam

    Pasaman

    Lima Puluh Kota

    Dharmasraya

    Solok Selatan

    Padang Pariaman

    Sijunjung

    Tanah Datar

    Pesisir Selatan

    Indragiri Hulu

    Bengkalis

    Kuatan Singingi

    Siak

    Rokan Hilir

    Rokan Hulu

    Pelalawan

    Kepulauan Meranti

    Tanjung Jabung Barat

    Batanghari

    Bungo

    Tanjung Jabung Timur

    Ogan Komering Hulu

    OKU Selatan

    Ogan Ilir

    OKU Timur

    Musi Rawas

    Penukal Abab Lematang Ilir

    Musirawas Utara

    Seluma

    Kaur

    Rejang Lebong

    Kepahiang

    Lebong

    Mukomuko

    Bengkulu Selatan

    Bengkulu Utara

    Lampung Selatan

    Way Kanan

    Lampung Timur

    Lampung Tengah

    Pesawaran

    Pesisir Barat

    Bangka Tengah

    Belitung Timur

    Bangka Barat

    Bangka Selatan

    Lingga

    Bintan

    Karimun

    Natuna

    Kepulauan Anambas

    Sukabumi

    Kab Bandung

    Indramayu

    Cianjur

    Tasikmalaya

    Karawang

    Pangandaran

    Kab Pekalongan

    Kab Semarang

    Kebumen

    Rembang

    Purbalingga

    Blora

    Kendal

    Sukoharjo

    Wonosobo

    Wonogiri

    Purworejo

    Sragen

    Klaten

    Pemalang

    Grobogan

    Demak

    Sleman

    Gunung Kidul

    Bantul

    Ngawi

    Jember

    Lamongan

    Ponorogo

    Kab Blitar

    Situbondo

    Kediri

    Sumenep

    Gresik

    Kab Malang

    Mojokerto

    Pacitan

    Trenggalek

    Sidoarjo

    Tuban

    Banyuwangi

    Kab Serang

    Kab Pandeglang

    Karang Asem

    Badung

    Tabanan

    Bangli

    Jembrana

    Bima

    Lombok Tengah

    Dompu

    Sumbawa Barat

    Sumbawa

    Lombok Utara

    Sumba Barat

    Manggarai Barat

    Sumba Timur

    Manggarai

    Ngada

    Belu

    Timor Tengah Utara

    Sabu Raijua

    Malaka

    Kapuas Hulu

    Ketapang

    Sekadau

    Bengkayang

    Melawi

    Sintang

    Sambas

    Kotawaringin Timur

    Banjar

    Tanah Bumbu

    Kab Kotabaru

    Balangan

    Hulu Sungai Tengah

    Kutai Kartanegara

    Paser

    Berau

    Kutai Timur

    Kutai Barat

    Mahakam Ulu

    Bulungan

    Nunukan

    Malinau

    Tana Tidung

    Minahasa Utara

    Minahasa Selatan

    Bolmong Timur

    Bolmong Selatan

    Poso

    Toli-Toli

    Tojo Una-Una

    Banggai

    Sigi

    Banggai Laut

    Morowali Utara

    Pangkajene Kepulauan

    Barru

    Gowa

    Maros

    Soppeng

    Luwu Timur

    Luwu Utara

    Bulukumba

    Tana Toraja

    Kepulauan Selayar

    Toraja Utara

    Konawe Selatan

    Muna

    Wakatobi

    Buton Utara

    Konawe Utara

    Konawe Kepulauan

    Kolaka Timur

    Bone Bolango

    Gorontalo

    Pohuwato

    Mamuju

    Majene

    Mamuju Utara

    Mamuju Tengah

    Seram Bagian Timur

    Kepulauan Aru

    Maluku Barat Daya

    Buru Selatan

    Halmahera Utara

    Halmahera Selatan

    Halmahera Timur

    Halmahera Barat

    Kepulauan Sula

    Pulau Taliabu

    Boven Digoel

    Merauke

    Pegunungan Bintang

    Asmat

    Nabire

    Warofen

    Yahukimo

    Keerom

    Supiori

    Membramo Raya

    Yalimo

    Manokwari

    Fakfak

    Sorong Selatan

    Raja Ampat

    Kaimana

    Teluk Bintuni

    Teluk Wondama

    Pegunungan Arfak

    Manokwari Selatan. (h/dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *