Samosir. PRi.Com
Wakil Bupati Samosir Ariston Tua Sidauruk meresmikan Museum Pusaka Batak Toba sekaligus Pusat Studi Budaya Batak yang berlokasi di Kompleks Gereja Katolik Inkulturatif Santo Mikhael, Pangururan, Rabu (18/12/2025). Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti dan peninjauan langsung ke dalam museum.

Museum tersebut menyimpan berbagai artefak dan benda pusaka Batak Toba sebagai warisan budaya leluhur. Selain ruang pamer, kawasan museum juga dilengkapi fasilitas pendukung berupa homestay bernuansa budaya, kafe, serta area usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Hadir dalam peresmian tersebut Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Samosir Tunggul Sinaga, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Belman Sinaga, Minister Provinsial Ordo Kapusin Medan Pastor Yasafat Ivo Sinaga, Pastor Paroki Santo Mikhael Pangururan Pastor Elio Sihombing, Direktur Yayasan Pusaka Batak Toba Pastor Theodorus Sitinjak, serta para suster, bruder, dan prater.

Dalam sambutannya, Ariston mengapresiasi peran Gereja Katolik dalam pelestarian budaya Batak melalui pendirian Museum Pusaka Batak Toba. Ia menilai inisiatif tersebut sebagai bentuk dukungan konkret terhadap upaya pemerintah daerah dalam menjaga dan merawat warisan budaya.

“Peresmian museum ini merupakan momen penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya Batak. Hari ini, komitmen itu diwujudkan secara nyata,” ujar Ariston.

Menurutnya, museum ini menjadi ruang strategis yang merekam identitas dan simbol budaya masyarakat Samosir, mulai dari artefak sederhana hingga pusaka peninggalan leluhur. Kehadiran museum juga dinilai mendukung pengembangan sektor pariwisata daerah.

“Kami sangat mengapresiasi kehadiran museum ini karena memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan pariwisata Samosir. Gereja hadir membawa warna baru yang terintegrasi dan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Ariston mengajak masyarakat untuk turut mempromosikan museum tersebut karena telah didukung berbagai fasilitas penunjang. Ia menilai integrasi antara museum, UMKM, kafe, dan homestay sebagai konsep yang saling melengkapi.

Sebagai bentuk dukungan pemerintah daerah, Ariston menyerahkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Samosir sebesar Rp50 juta yang akan digunakan untuk perbaikan dan pengembangan museum. Ia juga membuka peluang kerja sama di bidang seni dan budaya guna memberikan nilai tambah ekonomi dan sosial bagi masyarakat.

Sementara itu, Pastor Paroki Santo Mikhael Pangururan Elio Sihombing berharap adanya perhatian pemerintah daerah dalam penataan kawasan museum agar benar-benar berfungsi sebagai ruang pendalaman budaya dan iman bagi masyarakat.

Direktur Yayasan Pusaka Batak Toba, Pastor Theodorus Sitinjak, menegaskan bahwa museum tersebut terbuka untuk umum dan tidak terbatas bagi umat Katolik.

“Museum ini bukan hanya milik umat Katolik, tetapi terbuka bagi seluruh masyarakat,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa kawasan museum dirancang dengan area parkir yang luas serta ruang terbuka hijau. Ke depan, yayasan berencana menjalin kerja sama dengan dinas pariwisata dan kebudayaan serta dinas pendidikan.

“Kami berharap seluruh pelajar di Samosir dapat berkunjung ke museum ini sehingga benar-benar menjadi pusat studi budaya bagi generasi muda,” katanya.

Theodorus juga berharap Pemerintah Kabupaten Samosir dapat memanfaatkan kawasan museum sebagai lokasi penyelenggaraan berbagai kegiatan dan event budaya.

Minister Provinsial Ordo Kapusin Medan Pastor Yasafat Ivo Sinaga menegaskan bahwa museum bukan sekadar tempat penyimpanan artefak, melainkan ruang refleksi sejarah pembentukan manusia dan peradaban.

“Di dalam artefak terdapat nilai budaya yang membentuk kemanusiaan. Gereja mencintai budaya dan tidak pernah bercita-cita menghancurkan budaya. Kami tidak hanya membangun gereja, tetapi juga membangun kemanusiaan,” ujarnya.

Ia mengajak masyarakat Samosir untuk menjadikan masa lalu sebagai pijakan dalam membangun manusia dan peradaban di masa depan.

“Manusia tidak dapat dilepaskan dari budaya. Jika terlepas, maka identitas kemanusiaannya akan hilang. Orang Batak tetap eksis karena memelihara budayanya,” tuturnya.

Menurut Yasafat, hingga saat ini Ordo Kapusin telah mendirikan dua museum budaya, masing-masing di Kabupaten Karo dan Kabupaten Samosir. Ia menegaskan bahwa keberadaan museum membutuhkan dukungan berkelanjutan dari masyarakat dan pemerintah.

“Museum ini adalah ruang belajar budaya. Kami mencintai kehidupan dan mencintai budaya,” pungkasnya. ( Hots/dns)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *