Cerita pendek Nahar Frusta.

Kobaran api sudah reda. Rumah kayu beratap rumbia itu sudah roboh menjadi arang. Ukurannya tidak besar, hanya ada satu kamar kecil dan ruang depan. Sebuah dapur berlantai tanah menempel disisi belakang, disampingnya ada kandang ayam dan itik. Rumah itu roboh tinggal puing puing berserakan. Aroma panggang ayam dan itik masih terhirup tapi terasa hangus.

Hari sudah pagi dan matahari bersinar garang. Asap masih ada dari arang sisa pembakaran. Belum ada yang yang datang melihat ketempat itu. Sepertinya tidak ada yang tahu adanya kebakaran pada dini hari. Jarak rumah lainnya hanya dua ratusan meter. Biasanya para warga sudah berlalu lalang melewati tempat itu untuk kesungai mandi pagi.

Pemilik rumah terbakar adalah sepasang suami istiri, Tagor dan Rahmi, belum mempunyai seorang anak, Usia Tagor dan Rahmi sama, mendekati empat puluhan.Tagor bekerja sebagai kernet truk disalah satu usaha galian C. Sementara Rahmi sebagai petani penggarap. Mereka hidup bahagia dengan penghasilan secukupnya untuk ukuran keluarga muda di desa.

Rahmi bergaul baik dengan warga desa, baik itu bidang organisasi keagamaan, pemerintahan desa dan adat istiadat di desa. Dia tidak menonjol, tapi pendidikan yang tamat sekolah lanjutan atas membawa dia mampu berdiskusi dan bergaul dengan baik. Dia cantik untuk ukuran ibu muda di desanya. Senyumnya dan tutur kata lembut membuat dia sering diganggu dan “diintipi” lelaki nakal.

Dimasa remaja rahmi gadis yang mempesona, berkerudung dan berlesung pipit. Banyak pemuda berminat untuk menjadikannya sebagai istiri. Pardi anak kepala desa paling tergila gila, tapi Rahmi tidak berkenan pacaran dengan Pardi. Selain menyadari dia seorang yatim dan punya ibu yang miskin, Rahmi menolak karena Pardi pemakai narkoba. Hingga sekarang ini Pardi sering menchat dan menelponnya. Rahmi lebih memilih Tagor.

Suatu sore jelang maghrib, Pardi memaksakan cintanya kepada Rahmi dengan menghadang ditempat sepi sepulang mandi.

“Rahmi, sekarang kau tak bisa mengelak. Kau harus jadi milikku!”, Lantang Pardi kepada Rahmi dan menyeret ke semak. Rasa takut membuat Rahmi menjerit, beruntung dapat didengar oleh warga yang juga pulang dari sungai. Rahmi selamat dari percobaan pemerkosaan. Sejak peristiwa itu Pardi sakit hati dipermalukan oleh Rahmi. Warga tak melaporkan peristiwa itu, tak berani melawan kepala desa. Semua takut akibat yang diterima dibelakang hari. Apalagi kades punya uang dan harta melimpah, yang bisa saja melancarkan tindakan sepihak jika diri dan keluarganya dipersalahkan, dipermalukan.

Pardi memilih menikah dengan seorang biduan kibod yang akrab dengan kehidupan malam dan foya foya. Begitupun Pardi selalu mengagumi Rahmi dan ingin memilikinya. Hal ini menimbulkan cemburu yang tinggi dan rasa benci dari istirinya Pardi kepada Rahmi.

Sementara Tagor adalah lelaki pendiam dan pekerja keras. Setiap hari dia berangkat ketempat kerja dan pulang kerumah menjelang maghrib. Dia tidak banyak bergaul dan menghabiskan waktu malam hari dirumah bersama isteri tercinta. Kadang dia keluar malam kesungai untuk menjaring ikan apabila air sungai naik. Tagor adalah pendatang di desa itu. Dia berasal dari desa lain yang datang merantau karena bekerja dengan kontraktor yang mendapat pekerjaan didesa tersebut. Lalu menikah dengan Rahmi.

Dibulan purnama sepulang sholat tarawih ramadhan. Tagor dan Rahmi duduk berduaan memandang bulan ditangga rumah. Bercanda ria dan mengeja perjalanan cinta mereka. Apalagi setelah kepergiaan ibunda tercinta Rahmi, mereka hanya tinggal dirumah berdua bagai pengantin baru.

“Rahmi, Setelah sewindu pernikahan kita, adakah menyesali pernikahan kita? Hidup seadanya, tanpa kemewahan dan tanpa kehadiran buah hati. Yang ada rasa cinta dan tanggungjawab menjagamu dengan baik.!”, Tagor mengusik kesetiaan dari istiri tercinta sambil menggemgam erat tangan Rahmi yang sudah kasar karena bertani.

“Bang Tagor!”, Rahmi merebahkan tubuhnya kedada bidang Tagor, seperti berharap belaian dan perlindungan Tagor. Lalu meneruskan isi hatinya.

“Sejak memutuskan memilih abang sebagai kekasih dan seterusnya menikah. Rasa cinta dan komitmen untuk menjaga keutuhan rumah tangga terawat dengan baik. Kita jalani hidup susah senang berdua atas nama cinta. Kita jalani kita hadapi bersama ya Bang!”,

“Siap Sayang!”, Togar mendaratkan ciuman dikening Rahmi lalu menuntun masuk kerumah.

Sudah siang hari belum juga ada warga yang datang. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan, sehingga belum juga ada warga ysng berani melihat. Apakah mereka takut menjadi saksi atas terbakarnya rumah tersebut? Atau adakah kekuatan tertentu yang memaksa mereka tidak datang melihat. Padahal kobaran api yang tinggi ditengah malam, suara dentuman benda benda yang terbakar pastilah terdengar sampai kerumah warga lainnya. Semua tuli tak peduli.

Tiba tiba saja seorang penggembala kerbau yang melintas dekat rumah terbakar berlari kejalan besar, ketempat ramai, bersorak bahwa rumah Tagor sudah terbakar dibelakang. Barulah warga berkeluaran dari rumah masing masing dengan mimik terkejut bergerak kerumah yang terbakar. Dalam puluhan menit saja warga sudah berkumpul ramai.

Dengan wajah heran dan berbisik warga hanya nenatap reruntuhan rumah tersebut. Tidak ada komando untuk memeriksa apakah ada orang yang ikut terbakar. Atau memastikan bahwa Tagor dan Rahmi ikut terbakar. Tak lama wargapun satu persatu meninggalkan lokasi kebakaran tanpa berbuat apa apa. Kembali seperti ada komando untuk balik kanan.

Tak ada yang melapor kepada kepala desa, apalagi ke kantor polisi. Semua mendiamkan peristiwa itu. Hanya ada saling pandang lalu berbisik apabila warga saling bertemu. Tidak ada kumpul kumpul warga sejak kejadian itu. Apakah ini pertanda rasa iba dan saling cinta sesama warga telah hilang, sehingga rasa peduli atas nasib warga yang kehilangan rumahnya ikut terbakar? Teman satu pengajian, teman satu arisan, teman satu pemandian dialiran sungai yang sama.

Ada cerita yang disimpan. Membuat para warga tertangkap basah sebagai orang yang pertama menebar cerita itu. Tentang “parmanisan”, ilmu yang dimiliki Rahmi tetap cantik dan menarik perhatian suami suami warga. Tentang Tagor yang keluar malam menjaring disungai dimalam hari walaupun hujan turun lebat. Tentang cerita istiri Pardi yang selalu mengumbar kebohongan, mengatakan Rahmi sering nelpon suaminya minta trsnsfer uang. 

Tiga hari setelah kejadian. Kepala desa, Tagor dan Rahmi berada dikantor polisi. Tagor melaporkan bahwa rumahnya telah terbakar saat mereka tidak ada dirumah. Tagor menyatakan bahwa mereka saat kejadian sedang berada dikampungnya menjenguk ibunya yang meninggal dunia dan itu dibenarkan oleh kepala desa. Sementara kepala desa juga melaporkan kehilangan uang ratusan juta yang diduga dilarikan menantunya.Tagor dan Rahmi berharap agar Polisi dan Kepala desa dapat memastikan bahwa rumahnya terbakar atau dibakar?

“Terima kasih bapak polisi dan bapak kepala desa. Saya melaporkan ini untuk sebuah kepastian apakah rumah saya terbakar atau dibakar? Kami ikhlaskan saja! Saya pamit bersama istiri saya untuk pulang kekampung halaman saya.!”, Tagor dan Rahmi menyalami bapak polisi dan kepala desa meninggalkan kantor polisi. Membawa luka dihatinya dan menyimpan banyak nama, juga dihatinya(***). (Nahar Frusta, lahir dan tinggal di Barus. Dulu menulis sajak dan cerpen dikoran Demi Masa.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *