Samosir. PRESTASIREFORMASI.Com
Aliansi Jurnalis Samosir bersama sejumlah pemangku kepentingan menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertema “Karhutla di Samosir: Terbakar atau Dibakar?”, Jumat (4/7/2025). Diskusi ini berlangsung di Rumah Makan Sederhana, Jalan SM Raja, Pangururan, sebagai respons atas masih maraknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Samosir setiap musim kemarau.

FGD ini diinisiasi oleh para jurnalis lokal, antara lain Efendi Naibaho (Formatnews.id), Fernando Sitanggang (Greenberita.com), Junjungan Marpaung (Garuda TV), Pangihutan Sinaga (Mistar.id), dan PS (Instrumentasi.com). Kegiatan ini turut menghadirkan aparat kepolisian, kejaksaan, pemerintah daerah, serta tokoh masyarakat.

Dalam pemaparannya, Kanit Tipidter Satreskrim Polres Samosir, Aiptu Martin Aritonang, menyebut bahwa sebagian besar kasus karhutla di Samosir terjadi akibat pembakaran lahan oleh warga.

“Biasanya dilakukan peternak untuk merangsang tumbuhnya rumput baru. Ini menjadi penyebab utama karhutla,” ujar Martin.

Ia menambahkan, pihaknya masih melakukan penyelidikan untuk mengumpulkan bukti tambahan dan keterangan ahli bahasa guna proses hukum lebih lanjut. Selain itu, edukasi terus dilakukan melalui Bhabinkamtibmas agar masyarakat tak lagi menggunakan metode pembakaran.

Senada dengan itu, PS Kanit II Satintelkam Polres Samosir, Bripka Rados Togatorop, menyebutkan bahwa hingga awal Juli 2025 telah terjadi 25 titik karhutla di berbagai wilayah Samosir.

“Kami terus memberikan sosialisasi ke desa-desa, bahkan melalui tempat ibadah, agar warga memahami bahaya dan sanksi hukum dari tindakan ini,” katanya.

Kapolsek Pangururan, AKP Bangun Tua Dalimunthe, menambahkan bahwa kebakaran banyak terjadi di lereng perbukitan seperti kawasan Pusuk Buhit. Menurutnya, api seringkali berasal dari pembakaran lahan pribadi yang kemudian merembet ke kawasan hutan.

“Hampir seluruh kejadian bukan karena faktor alam. Masyarakat membersihkan lahan dengan api, lalu angin dan cuaca kering membuatnya meluas. Ini sangat berisiko, apalagi Samosir bagian dari Geopark Kaldera Toba yang kini dalam pantauan ketat UNESCO,” jelasnya.

327 Hektar Lahan Terbakar

Kepala Pelaksana BPBD Samosir, Sarimpol Manihuruk, mengungkapkan bahwa sejak pertengahan Mei hingga awal Juli 2025, sedikitnya 327 hektar lahan telah terbakar.

“Tim Satgas Karhutla sudah dibentuk. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak untuk penanganan dan sosialisasi, termasuk melalui gereja dan media,” ujarnya.

Dari sisi penegakan hukum, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Samosir, Ricard M. Simare-mare, menyampaikan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat menjadi tantangan utama.

“Hasil penyuluhan menunjukkan bahwa masih banyak warga membuka lahan dengan membakar. Kami siap mengambil tindakan hukum agar ada efek jera,” tegas Ricard.

Kasi Pidum Kejari Samosir, Parlindungan Situmorang, menilai bahwa diskusi seperti ini harus digelar secara berkala agar edukasi publik menjangkau lebih luas.

“FGD ini bukan sekadar diskusi, tapi juga strategi advokasi yang konkret dalam mencegah karhutla,” ujarnya.

Usulan Penguatan Aparat Desa

Salah satu tokoh masyarakat yang hadir, Parlindungan Tinambunan, mengusulkan agar pemerintah melatih aparat desa dalam deteksi dini dan pemadaman awal karhutla.

“Sering kali warga tidak tahu harus bagaimana saat melihat api mulai menyebar. Jika aparat desa dibekali pelatihan dan peralatan dasar, kebakaran bisa cepat diatasi,” ucapnya.

Ia juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran.

“Sudah waktunya proses hukum tidak hanya berhenti di imbauan. Pelaku harus ditindak tegas dan diumumkan ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan,” tutup Tinambunan.

FGD ini diakhiri dengan seruan bersama agar seluruh pihak memperkuat kolaborasi lintas sektor demi menyelamatkan hutan Samosir dan menjaga status Geopark Kaldera Toba yang menjadi aset nasional dan dunia. ( Hots/dhs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *