Ini adalah Kesalahan dalam Metode Penambangan

Bencana longsor di kawasan tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat pagi (30/05), mengakibatkan 14 orang tewas, empat orang luka-luka, dan delapan orang hilang. Tim gabungan dari TNI, Polri, SAR, BPBD dan pihak terkait kembali melakukan pencarian lanjutan pada Sabtu (31/05) untuk mencari korban yang hilang.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan di sana dan menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari.
“Kami sudah menerbitkan surat penghentian sementara untuk tiga yayasan yang mengelola kegiatan eksploitasi tambang di Gunung Kuda, serta satu yayasan lainnya yang tengah melakukan eksplorasi,” kata Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, Jumat (30/05).
“Semua kegiatan pertambangan di area ini dihentikan sementara,” tegasnya kemudian.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengatakan pencabutan izin itu sebagai bentuk sanksi administratif atas kelalaian dalam pengelolaan tambang.
“Keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab. Keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Kami tidak bisa menoleransi lagi pengelolaan tambang yang abai terhadap standar keselamatan,” kata Dedi, Jumat (30/05) malam.

Bahan galian golongan C adalah usaha penambangan yang berupa tambang tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, granit dan beberapa jenis lainnya.
Data Dinas ESDM Jawa Barat mencatat terdapat beberapa pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di blok Gunung Kuda, Cirebon, yang izinnya akan berakhir pada 5 November 2025.
Hingga Jumat (30/05) malam, kepolisian masih menyelidiki penyebab bencana longsor, termasuk kemungkinan adanya unsur kelalaian atau kesalahan teknis dalam operasional tambang.
“Kami masih mendalami apakah ada kesalahan dalam pekerjaan mereka. Semua masih dalam proses penyelidikan,” kata Kapolresta Cirebon Kombes Pol Sumarni, Jumat (30/05).
Sumarni mengatakan pihaknya telah memeriksa sejumlah orang terkait aktivitas pertambangan di lokasi, termasuk pemilik tambang, kepala teknik tambang, dan sejumlah pekerja.
“Kami juga masih menunggu keterangan dari operator alat berat yang masih dalam pencarian,” tambah Sumarni.
Dia menambahkan, ini bukan kali pertama longsor terjadi di lokasi tambang galian C Gunung Kuda.
Sebelumnya, bencana longsor terjadi pada Februari 2025, dan saat itu pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan awal.
Tidak ada korban jiwa dilaporkan dalam insiden Februari lalu.
Kesalahan Metode Penambangan
Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirto Mulyono, mengatakan longsor yang terjadi pada Jumat (30/05) diduga kuat akibat kesalahan teknis dalam metode penambangan oleh pihak pengelola.
Bambang bilang metode penambangan di Gunung Kuda seharusnya dilakukan dari atas secara terasering, bukan dari bawah seperti yang diterapkan selama ini.
“Jenis batuan seperti ini seharusnya ditambang dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Ini sudah dijelaskan berkali-kali oleh inspektur tambang,” kata Bambang, Jumat (30/05).
“Ini adalah kesalahan dalam metode penambangan,” tegas Bambang.

“Kami dari dinas sudah memperingatkan berkali-kali, bahkan dengan nada yang cukup keras,” katanya.
Proses penambangan yang dilakukan tidak sesuai teknis penambangan, kata Bambang, meningkatkan risiko bencana seperti longsor yang terjadi di tambang galian C Gunung Kuda.
Dia menambahkan kepolisian juga disebut telah mengambil langkah pencegahan sebelum kejadian longsor terjadi.
Namun, menurut dia, pengelola tambang tetap mengabaikan peringatan tersebut dan tetap menjalankan operasi penambangan dengan metode yang salah.
“Sudah diingatkan berkali-kali, tapi tetap saja bandel. Lagi-lagi kejadian seperti ini terulang,” katanya.
Selain dugaan kesalahan metode penambangan, longsor terjadi karena lokasi tambang itu berada di zona kerentanan gerakan tanah yang tinggi.
Badan Geologi mencatat wilayah ini memiliki proporsi probabilitas kejadian gerakan tanah lebih besar dari 50% dari total populasi kejadian.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, mengatakan pergerakan tanah biasanya disebabkan curah hujan yang tinggi atau kejadian gempa bumi.
Selain itu, kemiringan lereng juga ikut memengaruhi pergerakan tanah, apalagi jika ditambah ada material timbunan seperti di tambang batu alam Gunung Kuda ini.
“Pada umumnya kisaran kemiringan lereng dari terjal (17 s.d. 36 derajat) sampai curam (> 36 derajat), tergantung pada kondisi geologi setempat dan lereng yang dibentuk oleh bahan timbunan,” kata Wafid dalam keterangannya. h/sumber:bbcnewsindonesia