
17 Mei 2025
Simalungun. PRESTASIREFORMASI.Com
Jopinus Ramli Saragih, atau yang akrab disapa JR Saragih, bukan hanya dikenal sebagai mantan Bupati Simalungun dua periode. Lebih dari itu, ia adalah sosok yang menginspirasi ribuan orang, khususnya dari kalangan keluarga kurang mampu, untuk terus mengejar pendidikan demi masa depan yang lebih baik.
Lahir di Medan pada 10 November 1968 dari keluarga sederhana, masa kecil JR Saragih tidak mudah. Ayahnya meninggal saat ia masih bayi, membuatnya tumbuh di bawah asuhan sang nenek. Sejak kecil, ia sudah terbiasa menghadapi kerasnya kehidupan—menjadi penyemir sepatu, kernet bus, hingga buruh angkut pasir, demi bisa terus sekolah.
Namun dari kerasnya hidup itu, tumbuhlah tekad baja dalam diri JR Saragih untuk mengubah nasib. Ia berhasil menembus pendidikan militer dan mengabdi sebagai perwira di Corps Polisi Militer Angkatan Darat (CPM AD). Tapi di balik seragam militernya, JR menyimpan cita-cita mulia: mengabdi melalui dunia pendidikan dan kesehatan.
Pada awal 2000-an, JR Saragih membangun sebuah klinik kecil di Purwakarta. Klinik itu kemudian berkembang menjadi Rumah Sakit Efarina Etaham. Tak berhenti di situ, ia mendirikan sejumlah lembaga pendidikan seperti SMK Kesehatan, Akademi Keperawatan, hingga Universitas Efarina yang kini berdiri megah di Kabupaten Simalungun.
Melalui Yayasan Efarina, ribuan siswa dan mahasiswa dari keluarga prasejahtera telah dibantu untuk mengakses pendidikan gratis. “Saya pernah rasakan betul bagaimana tidak punya uang untuk sekolah. Karena itu, saya tidak ingin ada anak yang putus sekolah hanya karena miskin,” ujar JR Saragih dalam satu kesempatan.
Dalam konteks Sumatera Utara—dan Indonesia secara umum—akses pendidikan yang merata masih menjadi tantangan besar, terlebih di daerah pedalaman. Apa yang dilakukan JR Saragih menjawab kebutuhan dasar yang kerap terabaikan oleh sistem: bahwa pendidikan bukan sekadar hak, melainkan jembatan utama menuju kesejahteraan.
Lulusan dari SMK dan Universitas Efarina kini tersebar di berbagai daerah. Banyak di antara mereka bekerja di rumah sakit, klinik, dan sekolah, bahkan kembali mengabdi di kampung halaman mereka. Beberapa sudah menjadi bidan, perawat, dan guru profesional yang sebelumnya nyaris tidak berkesempatan menempuh pendidikan tinggi.
Dalam kiprah politiknya sebagai Bupati Simalungun selama 10 tahun, JR Saragih juga memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia. Ia dikenal sebagai kepala daerah yang membuka akses beasiswa luas bagi warga kurang mampu.
Kini, meski tidak lagi menjabat, JR Saragih masih aktif mengelola lembaga pendidikan dan kesehatan. Ia juga mulai menggagas program digitalisasi pendidikan dan pelatihan keterampilan berbasis teknologi untuk generasi muda Sumut.
“Selama Tuhan masih beri saya napas, saya akan terus bantu anak-anak dari keluarga kecil agar punya masa depan. Karena perubahan besar berawal dari satu mimpi yang diwujudkan dengan tindakan nyata,” katanya.
Di tengah zaman yang serba instan dan individualistik, JR Saragih tampil sebagai simbol keteguhan, dedikasi, dan bukti bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab negara, melainkan panggilan hidup bagi siapa pun yang peduli pada masa depan bangsa. ( hots/SMSI )