Abdul Aziz: Pemerhati Sejarah

Kalian memang keterlaluan, itulah frasa yang paling pas ditujukan kepada para petinggi negeri ini, ditangan merekalah langkah perjalanan bangsa dan negara ini terpuruk disebabkan pengelolaan yang salah urus.

Tampaknya segenap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sudah mengarah ke situasi yang salah arah dan dipersimpangan jalan.

Semua perangkat negara baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif sudah berjaya di hipnotis secara berjamaah oleh para cukong politik yang meluluh lantakkan tatanan demokrasi, politik, ekonomi, ideologi, pendidikan dan pertahanan keamanan sehingga tidak berdaya lagi berpihak kepada rakyat, ( Prof. Ibrahim Gultom).

Dulu! dalam jagad pers Tanah Air, nama Mochtar Lubis termasuk dalam jajaran tokoh pers yang legendaris. Namanya beken karena karakternya yang berani dalam menyampaikan informasi lewat media massa yang dipimpinnya. Karena keberaniannya itu, ia dijuluki “Wartawan Jihad”.

Saat memimpin harian Indonesia Raya, Mochtar Lubis pernah membuat heboh dengan membongkar dugaan korupsi Menteri Luar Negeri, Roeslan Abdul Gani.
Mochtar juga bersuara lantang mengeritik rezim Soekarno.
Karena sikap kritisnya itu, Mochtar pernah merasakan dinginnya beberapa penjara dan dijadikan tahanan rumah selama empat tahun.
Ia ditahan dengan berpindah-pindah dari satu Rumah Tahanan Militer (RTM) ke RTM lainnya.

Saat di penjara pada tahun 1957, Mochtar Lubis pernah mendapat kiriman Al-Qur’an dan buku-buku agama dari Tuan A. Hassan, guru utama Persatuan Islam (Persis). “Redaksi harian Indonesia Raya telah mengirimkan saya buku Al-Qur’an dan beberapa buku lainnya yang dikirim kan oleh Kyai Hassan Bangil (A. Hassan). Saya merasa terharu dengan kiriman buku-buku agama ini, “tulis Mochtar Lubis dalam buku Catatan Subversif, yang ditulis pada 29 Januari 1957.

Selain Ustadz A. Hassan, Mochtar Lubis juga mendapat kiriman sarung Bugis dan sajadah dari KH. M. Isa Anshari, Ketua Umum Persis yang juga tokoh Partai Masyumi dan pendiri Front Anti Komunis.

Selain jurnalis Mochtar Lubis juga seorang seniman dan novelis.
Di antara karya Novelnya, Senja di Jakarta, Jalan tak Ada Ujung, Harimau-harimau.

Di Penjara, Mochtar Lubis bertemu dengan para tokoh Partai Masyumi yang ditahan oleh rezim Nasakom Soekarno.
Beliau banyak bertukar pikiran dengan M. Natsir, Prawoto Mangkusasmito, Yunan Nasution, Isa Anshari (Arta Azzam)

Harimau-harimau adalah sebuah novel Indonesia yang ditulis oleh Mochtar Lubis diterbitkan oleh Departemen P&K tahun 1975, ditulis di sebuah penjara di Madiun sebagai tanggapan kepada bangsa Indonesia mengenai kepemimpinan abadi Presiden Soekarno.
Novel ini bercerita tentang tujuh pengumpul damar yang diserang oleh seekor harimau ketika pulang ke desanya dan gagal diselamatkan oleh pemimpinnya yang kharismatik, satire ini sangat halus namun mencucuk jantung.

Mochtar Lubis kelahiran 7 Maret 1922 di Padang.
Di panggil Sang Khalik pada 2 Juli 2004 di Jakarta.
Penghargaan yang diraih nya adalah Golden Pen of Freedom, Ramon Magsaysay Journalism and Literature Award tahun 1958, dan penghargaan lainnya

Sekarang!!! ya saat ini masih adakah pejuang – pejuang jurnalis yang meniru semangat jihadnya Opung Mochtar Lubis? Keberaniannya mengungkapkan kebenaran, bersuara lantang! Kita berkeyakinan masih ada pejuang – pejuang di persada tercinta ini yang bersuara lantang untuk mempertahankan NKRI sesuai Mosi Integral pak M. Natsir. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *