
Barus, PRESTASIREFORMASI.Com – Tepat pada minggu ke tiga di bulan shafar di hari Rabu setiap tahunnya masyarakat pesisir yang berdomisili di bibir pantai Barat Sumatera, tepatnya di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah, tetap melaksanakan suatu tradisi budaya lokal yang terjaga dari generasi ke generasi yang dinamakan dengan “Tulak Bala”.
Untuk tahun 2021 ini tradisi budaya kearifan lokal Tulak Bala dilaksanakan pada hari Rabu 6 Oktober 2021 bertepatan dengan 29 bulan Syafar 1443 Hijriyah atau Minggu ketiga dari bulan Syafar.
Dr. Abdussima,MA tokoh masyarakat kecamatan Barus yang ditemui Prestasireformasi. Com usai mengikuti acara Tulak Bala di Barus mengatakan, Pelaksanaan ” Tulak Bala ” ini digelar hampir setiap desa yang bermukim di sepanjang pesisir pantai mulai dari Pasar Terandam, Kelurahan Pasar Batu Gerigis , Kedai Gedang dan Bukit Patupangan.
“Khusus untuk Kelurahan Pasar Batu Gerigis Barus “Tulak Bala” dilaksanakan di areal Pelabuhan Tambak Barus, diikuti oleh masyarakat sekitar beserta tokoh agama, imam masjid beserta jajarannya, dan juga dihadiri oleh pemerintah setempat serta tidak ketinggalan para kaum ibu.” jelasnya.
Eksis dan dilestarikannya “Tulak Bala” ini lanjut Abdussima adalah sebagai perwujudan dan bentuk rasa syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan keberkahan dan keselamatan serta menjauhkan dari segala bentuk marabahaya khususnya yang datang dari laut tujuannya juga sangat positif bagi keberlangsungan sosial, agama, ukhuwwah islamiyah, serta kebersamaan dalam menjalani hidup dan kehidupan.
“Betapa tidak, kegiatan ini syarat dengan nilai-nilai positif dari seluruh rangkaian kegiatannya yang dimulai dari azan, membaca yasin, takhtim, tahlil, do’a dan dilanjutkan dengan makan bersama yang telah disediakan oleh kaum ibu dengan penuh suka cita dan keikhlasan. Di akhir kegiatan ditutup kembali dengan azan,” kata Abdussima.
Dia mengungkapkan, “Tulak Bala” menggambarkan betapa terjalinnya kebersamaan dan saling gotong royong demi terlaksananya kesuksesan kegiatan secara eksplisit. Tujuan dari tradisi kearifan lokal “Tulak Bala” ini sbb:
- (1) rutinitas yang bernilai ibadah jam’iyah (kebersamaan),
- (2) Lambang kesyukuran masyarakat atas nikmat yang diberikan Sang Ilahi dari hasil laut,
- (3) Pengharapan dan do’a kepada Sang Khalik Yang Maha Pengasih dan Penyayang agar terhindar dari marabahaya dan segala kemudharatan yang melanda manusia dan alam.
“Tulak Bala” bukanlah sekedar seremonial belaka, namun mengandung unsur filosofis yang syarat untuk dikaji dari dimensi sosial kemasyarakatan, akhlak,etika, dan ibadah,”ujar Abdussima mengakhiri.(Zurlang)