Ketum Partai Demokrat AHY memilih tak mau menyebut nama Moeldoko ke hadapan publik, karena masih menghargainya sebagai senior. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

Jakarta, PRESTASIREFORMASI.Com – Wasekjen DPP Partai Demokrat Jovan Latuconsina mengatakan, upaya pengambilalihan paksa Partai Demokrat patut menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya ada nama orang di lingkaran Presiden Jokowi yang diduga ikut aktif terlibat.

“Ini masalah integritas, karena menyangkut suatu jabatan publik yang diamanahkan rakyat, tetapi ada dugaan disalahgunakan,” tegas Wasekjen DPP Partai Demokrat Jovan Latuconsina (2/1).

Jovan juga menuturkan, upaya pengambilalihan paksa ini bukan isapan jempol belaka. Karena ada bukti dan saksi dari delapan orang kader Demokrat.

“Kita punya berita acara perkara berdasakan laporan lebih dari delapan orang kader kita, hasil dari pertemuan mereka dengan sejumlah mantan kader, yang ternyata disitu juga dihadiri oleh KSP Moeldoko,” ujar Jovan.

Sementara, sanksi untuk oknum kader internal, tentu akan lebih dulu di proses sesuai konstitusi (AD/ART) partai. “Biarlah ini menjadi urusan internal partai kami. Sudah ada aturannya,” ujarnya.

Tetapi terkait nama tokoh publik yang dikenal dekat dengan Presiden, Jovan mengingatkan ini yang perlu diklarifikasi oleh Presiden. Karena dalam pembicaraan dengan kader Demokrat yang menjadi saksi, terucap bahwa KSP Moeldoko sudah mendapat restu dari Presiden.

“Itulah mengapa Ketum Partai Demokrat AHY harus bersurat kepada Presiden, untuk mendapatkan klarifikasi, karena kita yakin ini hanya pencatutan nama,” ujarnya.

Langkah-langkah kudeta ini, lanjut Jovan, juga memancing reaksi kemarahan dari seluruh Ketua DPC dan Ketua DPD Partai Demokrat di daerah.

Mereka tidak terima kalau kepemimpinan yang sah, hasil aklamasi Kongres V Partai Demokrat tanggal 15 Maret 2020 yang lalu, diobrak abrik oleh oknum kader dan mantan kader, bahkan melibatkan pihak eksternal yang ada di lingkar kekuasaan.

“Bukanlah sifat seorang kesatria, jika hanya mau mengambil jalan pintas untuk mencapai keinginannya,” tegas Jovan yang juga lulusan Sekolah Staf dan Komando di Nanjing Army Command College, Tiongkok.

Lebih lanjut Jovan menuturkan, kalau saja negara punya UU, maka Partai punya AD/ART sebagai landasan konstitusi untuk dipedomani. Karena itu, jika kepala KSP Moeldoko benar-benar mencintai Demokrat, sebagaimana yang dikatakannya, ya silakan mendaftar sebagai kader Partai Demokrat.

“Tapi gak bisa ujug-ujug menjadi Ketua Umum,” imbuhnya.

Jovan juga mengatakan, dirinya salut dan bangga dengan Ketum AHY. Karena ketika seluruh kader meminta agar Ketum membongkar saja nama Moeldoko ke hadapan publik, beliau memilih untuk tidak menyebutkan nama Moeldoko.

“AHY bilang apapun kesalahannya, Pak Moeldoko itu senior saya di almamater,” ujar AHY. (h/jpc)

BERITA TERBARU:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *