Pahae/Taput, PRESTASIREFORMASI.Com – Wilayah Pahae kabupaten Tapanuli Utara, provinsi Sumatera Utara, terdiri dari Empat Kecamatan masing-masing: Pahae Julu, Pahae Jae, Purba Tua dan Simangumban. Selain kemenyan dan karet, telah puluhan tahun mengandalkan tanaman Kakao menjadi primadona perkebunan. Namun 2 tahun terakhir, beragam penyakit menggerogotinya sehingga selain produksinya anjlok juga hasilnya kurang bermutu.

Kepala Desa Silangkitang Kecamatan Pahae Jae, B Sitompul ketika diwawancarai Senin (23/11/2020), menunjukkan buah kakao yang terserang penyakit dan mengungkapkan sudah bertahun-tahun mereka mencoba mengatasi penyakit pohon kakao tersebut, namun selalu gagal. (Foto: Lathief S)

Dampaknya tentu saja para petani sangat menderita karena hasilnya yang minim ditambah harga penjualan pun cenderung menurun. Saat ini hanya berkisar Rp.22.000/kg. Padahal, sebelumnya pernah menyentuh harga tertinggi mencapai Rp. 30.000/kg.

Derita dan kemiskinan akibat anjloknya pendapatan dari hasil pertanian yang dialami para petani di 4 kecamatan wilayah Pahae semakin kompleks, bersamaan dengan pandemi virus corona (Covid-19) sejak awal tahun 2020 yang mengharuskan membatasi aktivitas dan menjaga jarak untuk mencegah terpapar virus.

Hasil liputan Wartawan prestasireformasi.com Ahmad Nurdin Sitompul dan Abdul Lathief sejak Sabtu – Senin (21-23 November 2020) ke sejumlah kecamatan di Pahae–kawasan yang sempat tenar sebagai sentra perkebunan Kakao penghasil buah coklat itu–menyaksikan para petani dan pemilik kebun coklat berkeluh kesah dan mengungkapkan susahnya kondisi ekonomi akibat beragam penyakit yang menggerogoti pohon coklat.

Bahkan seperti di Kecamatan Purbatua, sejumlah petani telah membabat habis pohon coklatnya karena menganggap tak lagi bisa diharapkan menopang perekonomian mereka. Ada sebagian menanam kopi, dan banyak juga petani beralih menanam pohon pisang jenis Barangan.

Berdasarkan penelusuran prestasireformasi.com, beberapa penyakit yang mengganggu produktivitas tanaman kakao antara lain penyakit busuk buah, penyakit kanker batang, penyakit vascular streak dieback (VSD), serta penyakit jamur akar.

Kepala Desa Silangkitang Kecamatan Pahae Jae, B Sitompul ketika diwawancarai Senin (23/11/2020), mengungkapkan sudah bertahun-tahun mereka mencoba mengatasi penyakit pohon kakao tersebut, namun selalu gagal.

“Pohon coklat di daerah kami ini kalau panen tidak lagi seperti sebelumnya, hasilnya minim akibat banyaknya buah yang rusak akibat penyakit jamur, virus atau penyakit tanaman cokelat lainnya,” ujar B. Sitompul.

Ia menambahkan, tanda-tanda khusus pohon coklat yang sudah berpenyakit seperti busuk pada batang ,matang tidak pada waktunya, buahnya busuk di pohon.

“Bila dipanen lengket bercampur lendir, tidak bisa dikeringkan dan dijual. Untuk kita, warga sudah sering meminta kepada Dinas Pertanian Tapanuli Utara turun ke lapangan untuk memberikan penyuluhan cara-cara mengatasi penyakit pohon coklat,” tandasnya.

Kakao di Taput Diserang Penyakit Busuk Buah

Jauh sebelumnya, Tanaman kakao di empat kecamatan yakni, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua dan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), telah diserang penyakit busuk buah (PBB) sejak awal tahun 2018. Penyakit PBB itu, berakibat turunnya produksi kakao dari daerah itu.

Seperti dilansir dari Medanbisnis.com, Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Pertanian Taput Hotman Sianturi pada waktu itu, menerangkan penyakit buah busuk kakao, disebabkan hama penggerek buah kakao (PBK). Hama PBK, diakibatkan oleh serangga atau kumbang.

Kala itu, Hotman Sianturi menjelaskan, pengendalian dengan cara penyemprotan peptisida tidak akan berarti, karena hama telah terbungkus oleh kulit buah kakao. Pada umumnya, serangga/kumbang di malam hari hinggap ke buah kakao dan dengan cara yang unik serangan/kumbang dapat menetaskan telornya hingga masuk ke dalam buah kakao.

“Itulah penyebab buah kakao busuk, karena telor serangan telah berada di dalam buah kakao dan telor tersebut akan berkembang menjadi ulat. Jadi, pengendalian dengan cara penyemprotan peptisida, tidak berguna,” jelas Hotman Sianturi, Selasa (6/3/2018), di Tarutung.

Pengendalian yang paling ampuh dan sangat praktis, sebut Hotman Sianturi, dengan biaya yang relatif murah yakni, dengan cara sanitasi area perkebunan, perangkap dan kondomisasi dilakukan pada buah.

Sanitasi, ujar Hotman Sianturi, menjadi faktor utama untuk pengendalian hama. Area perkebunan harus dibersihkan dari dedaunan maupun buah kakao yang busuk dan jatuh ke tanah. Daun dan buah yang jatuh di tanah, semestinya dibersihkan/dikumpulkan serta dikubur dalam tanah. Alhasil, hama tidak menyebar ke tanaman lainnya.


“Sebaiknya sanitasi area harus terjaga. Dengan mengubur daun dan buah yang busuk, akan memberikan keuntungan atau dua multifungsi yaitu, mengendalikan penyebaran hama serta petani mendapat pupuk kompos,” imbuh Hotman Sianturi.

Selain karena sanitasi area perkebunan kurang diperhatikan petani, sambung Hotman Sianturi, hama penggerek buah kakao, juga rentan menyerang area perkebunan kakao bila area terlalu lembab.

“Agar area pertanaman tidak lembab, petani disarankan untuk melakukan pemangkasan tajuk (tunas tanaman yang tidak produktif) dan pemangkasan daun. Pemangkasan dilakukan, agar cahaya atau sinar matahari cepat masuk ke area pertanaman dan area pertanaman tidak lembab,” ungkap Hotman Sianturi. (h/Ahmad/lathief/mbc)

TAPANULI UTARA:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *