Presiden ke-3 RI, BJ Habibie. (Foto: Okezone)

Jakarta, PRi.Com – Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie tutup usia. Dia menghembuskan nafas terakhir di RSPAD Gatot Soebroto petang tadi  pukul 18.05 WIB.

Dikenal sebagai insinyur penerbangan, Habibie menduduki kursi RI-1 ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1998/99. Menggantikan Soeharto, setumpuk PR dihadapinya mulai dari pertumbuhan ekonomi yang negatif hingga kurs rupiah yang melambung tinggi.

Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu sebenarnya berkuasa cukup sebentar. Secara de jure, Habibie menjadi presiden RI hanya 1 tahun 5 bulan atau 512 hari.

Namun prestasi Habibie sungguh mengagumkan. Pada masa kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada 2018 -13,13 persen berbalik positif pada 1999 menjadi 0,79 persen.

Selain PDB, indikator lain seperti kurs rupiah juga menguat tajam. Jika Juni 1998 tercatat Rp16.650 per dolar AS, maka dalam waktu lima bulan atau tepatnya langsung naik menjadi Rp7.000 per dolar AS. Bahkan, kurs rupiah sempat ke level 6.500 sebelum ke 8.000 saat Habibie lengser pada Oktober 1999.

Habibie bukan seorang ekonom. Sebagai engineer, dia melihat ekonomi dan rupiah seperti pergerakan aeronautika. Layaknya pesawat terbang, saat PDB dan kurs rupiah jatuh bebas maka yang diperlukan yaitu keseimbangan supaya tidak crash (hancur). Dalam bahasa ekonomi, keseimbangan tersebut adalah kredibilitas.

Untuk itu, Habibie mengambil serangkaian kebijakan yang dapat membuat RI kembali dipercaya dunia, termasuk investor. Saat itu, dia memisahkan Bank Indonesia sebagai lembaga independen dari pemerintah.

Selain itu, dia juga mengeluarkan kebijakan penjaminan uang simpanan masyarakat hingga 100 persen. Suku bunga deposito juga dinaikkan menjadi 60 persen. Tujuannya untuk menyetop aksi penarikan uang besar-besaran dari bank (rush), sehingga masyarakat kembali percaya pada perbankan.

Upaya yang dilakukan Habibie untuk menstabilisasi perekonomian membuahkan hasil. Pertumbuhan ekonomi berbalik arah dan kurs rupiah stabil. Ujungnya, angka kemiskinan turun karena harga-harga pangan kembali turun. (h/In)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *