
Jakarta, PRESTASIREFORMASI.Com – 57 orang pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN resmi diberhentikan hari ini. Pemberhentian dilakukan meski pelaksanaan TWK menuai kontroversi.
Pengumuman pemberhentian dengan hormat terhadap para pegawai KPK yang tak lolos TWK itu telah disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Rabu (15/9/2021).
Dia mengatakan para pegawai KPK yang tak lolos TWK bakal diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021, yang artinya hari ini.
Jumlah pegawai KPK tak lolos TWK yang diberhentikan bertambah sehari jelang pemberhentian. Seorang pegawai KPK yang mengikuti TWK susulan karena baru pulang tugas belajar dinyatakan gagal dan harus menerima kenyataan dirinya diberhentikan.
Dia juga mengunggah surat pemberhentian yang diterimanya. Surat itu ditandatangani Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Kisruh Tanggal Pemberhentian
Pada awalnya, ada 75 orang pegawai KPK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan, yang dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk alih status sebagai ASN. Kemudian, beredar Berita Acara Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN yang diteken pada 25 Mei 2021.
Dalam dokumen itu, tertulis yang menandatangani adalah MenPAN-RB Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Ketua LAN Adi Suryanto, Ketua KASN Agus Pramusinto, serta 5 pimpinan KPK: Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, dan Nawawi Pomolango.
Dalam dokumen itu disebutkan 75 pegawai tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 24 orang yang disebut bisa dibina lagi dan 51 orang yang disebut tidak bisa dibina. Untuk 24 orang akan dibina melalui pelatihan bela negara, sedangkan 51 orang diberhentikan dengan hormat sampai dengan 1 November 2021.
Belakangan, keputusan KPK menyebutkan bila ada 56 pegawai KPK yang akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021. Pimpinan KPK mengatakan pemberhentian para pegawai KPK itu tidak dipercepat.
“KPK dimandatkan berdasarkan pasal 69 B dan 69 C UU 19/2019 itu paling lama dua tahun. Namanya paling lama, Anda boleh menyelesaikan sekolah maksimal 4 tahun, kalau bisa satu tahun kan alhamdulillah. Kenapa baru sekarang? Karena kami ingin memberikan keputusan berdasarkan hukum yang kuat karena sebagaimana diketahui permasalahan ini diadukan pada lembaga negara yaitu MA dan MK, juga merujuk pernyataan saya dan Pak Alex (Alexander Marwata/Wakil Ketua KPK) sebelumnya bahwa kami masih menunggu putusan MK maupun MA. MK pada 31 Agustus sudah memutuskan, MA pada 9 September telah memutuskan. Kami kemudian menindaklanjuti dengan rakor dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian PAN-RB dan BKN pada 13 September. Maka kemudian kami keluarkan SK,” ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Rabu (15/9).
“Jadi bukan percepatan, tapi dalam durasi yang diamanatkan UU,” imbuh Ghufron.
Pemberhentian Novel Dkk Panen Kritik
Pemberhentian Novel dkk itu dikritik berbagai pihak. Salah satunya datang dari Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mempertanyakan mengapa tanggal 30 September 2021 dipilih menjadi hari terakhir bagi 56 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. Dia menduga-duga tanggal itu dipilih untuk memunculkan stigma.
“Kenapa kok dipilih 30 September?” ucap Anam dalam siaran langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (19/9/2021).
Dia mengaku tidak habis pikir dengan keputusan itu. Anam pun mengungkit temuan Komnas HAM soal pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
“Nah kalau saat ini dipilih dengan sengaja tanggal 30 dan dengan sengaja membangunkan imajinasi sejarah kita bahwa tanggal 30 ada sebuah peristiwa dan itu identik dengan PKI betapa mesin stigma itu menjadi sesuatu yang sangat berbahaya di negeri ini,” ucap Anam.
V oal pemberhentian dirinya dan 56 orang lainnya. Dia menyampaikan istilah G30STWK untuk menggambarkan pemberhentian para pegawai tak lolos TWK dari KPK.
Suara Para Pegawai
“G30STWK. Hari ini kami dapat SK dari pimpinan KPK. Mereka memecat kami! Berlaku 30 September 2021,” ucap Giri melalui akun Twitter-nya seperti dikutip, Kamis (16/9).
“Layaknya, mereka ingin terburu-buru mendahului presiden sebagai kepala pemerintahan. Memilih 30 September sebagai sebuah kesengajaan. Mengingatkan sebuah gerakan yang jahat & kejam. Diterima?” ucapnya. (h/dtc)