Samosir. PRi.Com

Proses hukum atas laporan dugaan pengancaman yang diajukan Veronika Sidabutar kembali menjadi perhatian. Perkara yang telah dinyatakan lengkap atau P-21 ini seharusnya memasuki tahap II, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti dari kepolisian ke kejaksaan. Namun, hampir delapan bulan berlalu, tahapan tersebut belum juga terlaksana.

Penundaan ini memunculkan sejumlah pertanyaan, terutama karena belum ada penjelasan yang benar-benar komprehensif mengenai alasan administrasi maupun teknis dalam proses tersebut.

Awal Konflik Keluarga

Kepulangan Veronika Sidabutar ke Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, pada April 2025 mulanya bertujuan menjenguk ibunya yang sedang sakit. Namun kedatangannya justru memicu pertikaian dengan adiknya, Tumborina Sidabutar.

Kepada sejumlah wartawan, Veronika menyampaikan bahwa ia sempat dilarang menemui ibunya. Perdebatan antara keduanya kemudian berujung pada benturan fisik, yang membuat Veronika mengalami keluhan nyeri dan memutuskan membuat laporan polisi.

Polsek Simanindo yang turun ke lokasi awalnya menyarankan upaya damai. Veronika sempat menyetujuinya, tetapi Tumborina menolak. Veronika kemudian meneruskan laporan ke Polres Samosir pada 3 April 2025. Tak lama setelah pemeriksaan, Tumborina ditetapkan sebagai tersangka dan berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P-21).

Tahap II yang Tak Kunjung Dilaksanakan

Dalam praktik umum, ketika berkas sudah P-21, pelimpahan merupakan proses yang tinggal menunggu penjadwalan. Namun, hingga kini, pelimpahan belum dilakukan.

Di kalangan jurnalis lokal, muncul berbagai spekulasi mengenai penyebab penundaan tersebut. Pada 24 November 2025, keterangan seorang anggota kepolisian di lapangan kembali menghangatkan diskusi publik setelah ia menyebut adanya permintaan mediasi dari pihak terlapor kepada pemimpin daerah.

Perlu dicatat bahwa keterangan tersebut belum dapat dijadikan kesimpulan hukum dan hanya menjadi bagian dari rangkaian informasi yang disampaikan narasumber di lapangan. Hingga kini, tidak ada dokumen resmi yang menyatakan bahwa proses hukum ditunda karena faktor tertentu di luar kewenangan teknis.

Penjelasan dari Kejaksaan

Pihak kejaksaan memberikan keterangan berbeda. Mereka menyebut penundaan dilakukan karena masih menunggu penyelesaian sebuah laporan balik yang diajukan Tumborina terhadap Veronika pada 2 Juni 2025. Perkara tersebut baru menetapkan tersangka pada 17 November 2025 dan dinyatakan lengkap tak lama kemudian.

Menurut kejaksaan, kedua perkara dianggap berkaitan dan idealnya diproses bersamaan guna menjaga keseimbangan penanganan perkara antar pihak.

Sejumlah pengamat hukum yang dimintai pandangan menilai alasan tersebut masih perlu diperjelas. Salah satu jaksa di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, saat dimintai tanggapan umum tanpa merujuk kasus tertentu, menjelaskan bahwa secara prinsip, laporan balik tidak otomatis menunda proses hukum pada laporan pertama. Kendati demikian, mekanisme internal kejaksaan dapat berbeda sesuai kebutuhan penanganan kasus.

Polisi dan Upaya Restoratif

Pihak kepolisian yang menangani laporan awal juga menyebut bahwa hubungan keluarga antara para pihak menjadi pertimbangan untuk mendorong penyelesaian melalui mekanisme keadilan restoratif. Namun, mereka menegaskan bahwa pertimbangan tersebut tidak menghapus proses hukum yang sedang berjalan dan tidak secara otomatis menjadi dasar penundaan pelimpahan.

Akar Masalah: Sengketa Tanah Warisan

Konflik antara kakak beradik ini diketahui berawal dari perbedaan sikap mengenai rencana pemanfaatan lahan warisan keluarga. Veronika yang tinggal di Jakarta tidak setuju lahan tersebut dijadikan bagian dari kawasan kebun raya, sementara Tumborina mendukung rencana tersebut. Perbedaan pandangan itu kemudian berkembang menjadi perselisihan personal.

Menunggu Kepastian

Hampir satu tahun sejak laporan pertama dibuat, proses hukum belum mencapai tahap akhir. Veronika mengaku kondisi fisiknya telah pulih, tetapi ia masih menantikan kejelasan mengenai kelanjutan perkara.

Di tengah berbagai pernyataan dari kepolisian maupun kejaksaan, publik berharap bahwa proses hukum dapat berjalan secara transparan, proporsional, dan sesuai ketentuan tanpa dipengaruhi faktor di luar mekanisme resmi. ( Hots)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *