
Samosir. PRi.Com
Suasana Kantor DPRD Samosir mendadak ramai. Sebanyak 128 kepala desa bersama aparat desa dari berbagai wilayah mendatangi gedung legislatif, Kamis (5/12/2025), menyampaikan protes keras atas penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 081 Tahun 2025 yang dianggap tidak realistis dan berpotensi menjerumuskan desa ke dalam kekacauan administrasi.
Kedatangan ratusan perangkat desa itu menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan yang turun tiba-tiba di penghujung tahun telah menciptakan gelombang kegelisahan di akar pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat.
“Aturan Turun Terlambat, Dampaknya ke Desa yang Paling Berat”
Juru bicara para kepala desa, Donal Ibn Raja dari Desa Pangaloan, Nainggolan, menegaskan bahwa pemerintah desa sedang berada dalam posisi paling dilematis.
“Kegiatan sudah hampir selesai, honor sudah dijanjikan, masyarakat menunggu. Lalu aturan pemangkasan turun di akhir tahun. Ini menyakitkan bagi desa,” ujarnya dengan nada tegas.
Menurut Donal, desa tidak diberi ruang transisi yang layak:
Honor tutor desa terancam mandek,
Warga baru bangkit dari delapan bulan gagal panen,
Beban sosial meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru,
RAB desa sudah berjalan hampir 100%.
“Kalau dipaksakan, bukan hanya administrasi yang kacau—hubungan sosial di desa juga bisa retak,” tegasnya.
“Ada Potensi Kekurangan Rp 300 Juta Lebih. Siapa yang Tanggung?”
Kepala Desa Pardomuan, Kecamatan Simanindo, Lindung Situmorang, mengungkap potensi kerugian konkret yang membuat kepala desa kian terdesak.
“Dari pemotongan 60 persen, potensi kekurangan kami lebih dari Rp300 juta. Ini bukan angka kecil. Kegiatan sudah terlaksana. Bagaimana kami harus menutupi selisih sebesar itu?” katanya.
Ia menegaskan para kepala desa tidak menolak substansi PMK, namun menolak waktu pemberlakuannya yang dinilai tidak masuk akal karena:
tidak sinkron dengan siklus anggaran desa,
tidak memberi masa adaptasi,
membebani kegiatan desa yang sudah berjalan.
“Tunda ke 2026. Untuk tahun ini, mustahil diterapkan tanpa merusak tatanan desa,” tegas Lindung.
Ketua DPRD Samosir: “Aspirasi Ini Harus Kami Bawa Sampai ke Pusat”
Ketua DPRD Samosir, Nasib Simbolon, menyatakan pihaknya memahami keresahan desa dan akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada DPR RI dan pemerintah pusat.
“Aspirasi kepala desa akan kami teruskan. Ini bukan persoalan kecil,” kata Nasib.
Ia mengakui bahwa pemotongan anggaran juga terjadi di pemerintah kabupaten, menandakan bahwa masalah ini bersifat struktural dan memerlukan komunikasi serius dengan pusat.
Kebijakan Mendadak yang Menguji Ketahanan Pemerintahan Desa
Momentum penolakan massal ini memperlihatkan beberapa persoalan mendasar:
Desa tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan yang langsung menyentuh operasional mereka,
Keterlambatan regulasi membuat pelaksanaan anggaran tidak sinkron,
Risiko sosial meningkat ketika kebutuhan publik tinggi tapi dana justru terhambat,
Kepercayaan publik kepada pemerintah desa terancam rusak oleh kebijakan yang datang tiba-tiba.
Di akar rumput, kepala desa berada di garis terdepan menghadapi masyarakat—sementara keputusan teknis turun dari atas tanpa waktu adaptasi. Ketegangan seperti ini berpotensi menciptakan efek domino: administrasi tersendat, ekonomi desa terganggu, dan kepercayaan masyarakat tergerus.
**Pertanyaan yang Menggantung:
Kenapa PMK 081/2025 Diterapkan Menjelang Penutupan Tahun?**
Para kepala desa pulang tanpa jawaban pasti. DPRD berjanji membawa aspirasi mereka ke pusat, namun desa tetap menunggu kepastian yang menentukan kelangsungan kegiatan mereka hingga penutupan tahun anggaran.
Yang jelas, aksi 128 kepala desa di Samosir menunjukkan satu pesan kuat: kebijakan pusat tidak boleh lagi turun mendadak saat desa sedang menggenjot pelaksanaan anggaran. ( Hots/dns)