Samosir. PRESTASIREFORMASI.Com
Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kabupaten Samosir pada Kamis, 2 Oktober 2025, menghasilkan keputusan penting terkait penghentian sementara seluruh aktivitas Kelompok Tani Hutan Koperasi Parna Raya Sejahtera di wilayah Kenegerian Ambarita.

Keputusan tersebut diambil menyusul penolakan warga terhadap kegiatan koperasi yang diduga merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan pengelolaan hutan sosial.

RDP yang digelar di kantor DPRD Samosir ini dihadiri oleh berbagai unsur pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga perwakilan masyarakat, sebagai bentuk respons atas keresahan warga dan aspirasi yang disampaikan secara langsung.Kelompok Tani Hutan Koperasi Parna Raya Sejahtera beroperasi di wilayah Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, tepatnya meliputi Desa Ambarita, Garoga, Siallagan Pinda Raya, Unjur, dan Martoba.

Dalam pertemuan yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Nasib Simbolon, berbagai pihak pemerintah dan penegak hukum menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap izin usaha dan aktivitas yang dilaksanakan koperasi tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan lingkungan sekaligus menjaga kondusifitas sosial masyarakat.

Melani Butarbutar, salah satu warga Ambarita yang aktif menyampaikan aspirasi di kantor DPRD, menegaskan bahwa sementara waktu seluruh kegiatan koperasi harus dihentikan karena diduga kuat telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Dugaan tersebut meliputi pelanggaran terhadap prosedur penyadapan getah pinus, pembukaan lahan tanpa izin yang menyebabkan kerusakan hutan, pendirian bangunan tanpa prosedur yang benar, hingga aktivitas galian C yang memicu banjir bandang di lima desa di Kenegerian Ambarita.
Melani menekankan agar pihak berwenang mengevaluasi perizinan koperasi sesuai aturan yang berlaku.

Berbagai pejabat terkait hadir dalam RDP tersebut, seperti Asisten I Pemerintahan Tunggul Sinaga, Perwakilan Kejaksaan Ricad Simaremare, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Samosir Edison Pasaribu, Camat Ambarita Hans Sidabutar, perwakilan Kodim dan Polres Samosir, serta pejabat kehutanan dari KPH XIII Dolok Sanggul panda Sinurat. Mereka sepakat untuk membentuk tim evaluasi yang akan turun langsung ke lapangan, melakukan survei, dan menilai apakah aktivitas koperasi telah sesuai dengan UU dan regulasi yang berlaku.

Keputusan penghentian ini mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur pengelolaan dan perlindungan hutan, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan peran pemerintah daerah dalam pengawasan dan penyelenggaraan pengelolaan hutan sosial.

Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Sosial dan Perhutanan Sosial menjadi landasan hukum utama pengelolaan koperasi tani hutan agar berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan partisipasi masyarakat.

Dalam RDP, Kepala Kejaksaan Ricad Simaremare menyampaikan agar pemerintah mengkaji ulang penerbitan izin koperasi terkait manfaat bagi masyarakat. Dugaan adanya aktivitas penyadapan getah pinus yang tidak sesuai SOP serta pembukaan jalan dan pembangunan rumah yang tidak berizin harus menjadi perhatian utama.

Mayor Guntur Sebayang mewakili Kodim mengungkap keprihatinannya atas laporan penggunaan senjata api oleh pengurus koperasi, yang menjadi ancaman serius bagi ketertiban masyarakat dan harus segera diselidiki oleh Polres Samosir.

Kasat Reskrim Polres Samosir, Edward Sidauruk, memastikan bahwa dari laporan masyarakat, polisi telah melakukan penyelidikan di lapangan terkait dugaan penebangan kayu ilegal, pembangunan tanpa izin, dan penyadapan yang diduga melanggar prosedur. Ia juga menegaskan akan menindaklanjuti isu senjata api dan dugaan intimidasi yang terjadi, demi memastikan keamanan dan keadilan bagi seluruh pihak.

Balai Perhutanan Sosial menegaskan bahwa seluruh kegiatan koperasi harus mematuhi SOP Perhutanan Sosial dan akan menyampaikan hasil RDP kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai bagian dari proses evaluasi.

Sementara KPH XIII Dolok Sanggul diwakili panda Sinurat juga menyampaikan kesiapannya mendukung penghentian aktivitas koperasi hingga tim evaluasi merilis rekomendasi final.

Dua kepala desa yang sebelumnya mendukung berdirinya koperasi menyatakan kekecewaan mereka setelah melihat realisasi kegiatan yang tidak sesuai visi dan misi koperasi untuk mensejahterakan anggota. Mereka secara resmi menarik dukungan dengan harapan koperasi dapat diperbaiki atau dibenahi sesuai ketentuan saat evaluasi nantinya.

Keputusan penghentian sementara tersebut diambil sebagai langkah preventif untuk menjaga ketertiban sosial dan kelestarian lingkungan, sekaligus memastikan pengelolaan hutan sosial yang tepat, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Samosir. ( Hots)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *