Samosir.

Karya: [Hotman Siagian ]
Media: [Prestasi Reformasi. Com]
Rubrik: Alam dan Kesadaran

“Di air bening kami dulu bermain,
Kini keruh, cermin pun enggan.”

Narasi dan Renungan Lewat Pantun

Danau Toba, kebanggaan Sumatera Utara,
Luas terbentang, tenang menawan jiwa.
Dulu jernih memikat sukma,
Kini berubah, air tak sama.

Sejuknya dulu tak tertandingi,
Bening airnya memanggil mandi.
Ikan ramai melompat riang,
Tanda danau dalam kondisi tenang.

Namun hari-hari belakangan ini,
Warna air tampak tak berseri.
Kecoklatan muncul di sana-sini,
Ikan mati, mengapung sunyi.

Warga bertanya dalam diam,
Apa yang terjadi di danau dalam?
Apakah limbah datang menyelinap,
Ataukah hutan mulai lenyap?

Pantun ini bukan tuduhan,
Tapi panggilan bagi kesadaran.
Alam bicara lewat perubahan,
Agar manusia kembali ke keadilan.

Refleksi dan Ajakannya

Sebagai jurnalis, kami bukan penghakim.
Tapi suara yang mencatat dan mengingatkan.
Danau Toba bukan sekadar objek wisata,
Ia adalah identitas, warisan, dan ibu bagi banyak jiwa.

Pantun-pantun ini bukan sekadar seni,
Tapi pesan lingkungan yang ingin kami bagi.
Mari bergandengan, bukan saling meninggi,
Rawat Toba untuk hari nanti.

“Jangan tunggu danau menangis,
Baru kita sadar dan menelisik.
Sebelum surga berubah menjadi duka,
Mari kita jaga Danau Toba.”

Redaksi Mengajak:

Pemerintah, mari perkuat pengawasan lingkungan dan edukasi warga.

Pelaku usaha, beroperasilah ramah alam.

Masyarakat, rawatlah danau seperti merawat rumah sendiri.

Jurnalis, mari terus suarakan isu lingkungan dengan bijak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *