
Catatan Nahar Frusta.
Dilangit awan mendung masih menggantung,tak lama akan jatuh sebagai tetes air yang akan mengguyur bumi Barus.Seperti airmata korban banjir yang telah mrngering,hujan tidaklah demikian.Masih saja turun meresahkan hati,merentang waspada,sehingga rasa takut itu masih bersemayam pada hati dan diri korban banjir.
Tingginya dan derasnya gelombang air telah meluluh lantak desa desa di Barus.Rumah roboh dan hanyut,jalanan runtuh,pohon tumbang diserang oleh kayu gelonndongan yang diseret air lalu menghantam apa saja yang menghalangi.
Adakah itu kayu yang ditebang oleh perusahaan tanpa izin atau terseret saja oleh air ? Entah siapa yang bisa menjelaskan.Yang pasti gelondongan itu sampai dan menumpuk ditengah desa,
Semua dapat menerima dengan ikhlas dan sabar atas kejadian yang menyayat hati,melukai tubuh:bahwa ini adalah kehendakNya.Mendatangkan hujan lebat menjadi air menumpuk dihulu dan segera meluncur kehilir.Melahap apa saja walau yang tidak disukai sekalipun.
Ikhlas dan sabar saja ternyata tidak cukup.Rasa lapar mulai menyerang,melahirkan kesibukan baru,berharap lalu mencari sesuatu yang bisa dimakan.Apakah itu dari tetangga atau dari keluarga terdekat.Tetangga juga mengalami dan merasakan keadaan yang sama.Lapar bersama,berharap bersama,tapi dari siapa?
Alhamdulillah ! Dari tetangga yang selamat dari hantaman banjir dengan sabar dan ikhlas siap membantu dan melayani para korban.Mengajak kerumah untuk bisa makan membunuh rasa lapar dan rasa takut.Mendengar cerita mereka bagaimana bisa menyelamatkan diri dari banjir bandang.Kata “untung” dan “syukur” tak berhenti diucapkan para korban banjir,bahwa mereka diselamatkan oleh Allah .
Para korban banjir berharap dalam doanya semoga yang mereka alami berakhir.Tidak ada banjir susulan yang lebih menakutkan dari yang sudah terjadi bahkan akan menengelamkan seluruh desa mereka.Kata “Waspada” itu bagi mereka adalah ancaman nyata yang segera akan mencabut nyawa,kematian itu sepertinya dekat sekali.Dan ancaman itu bertaburan dimedia sosial.
Bantuan kemanusian sudah berdatangan,walau pembagiaannya masih sulit untuk menjangkau korban banjir.Alhamdulillah telah membantu.Semoga jadi ibadah.Jangan jadikan wajah sedih,airmata dan kehancuran hati mereka menjadi “rating” dan “penambah follower”.
Ironisnya bantuan itu jadi rebutan antara korban banjir dan terdampak banjir.Penjarahanpun terjadi bertameng bahwa para korban banjir yang rumahnya dan hartanya hanyut yang melakukannya.
Padahal mereka adalah orang sabar dan ikhlas menerima kehendak Allah atas bencana ini.Punya akhlak yang baik dan keimanan yang kuat.Pastinya,banyak tangan yang tak berlumpur beraksi dan membabi buta ketika menjarah.Naif.
Saat ini mereka mencoba bangkit kembali,menjalani kehidupan dengan memamfaatkan apa yang tersisa dan tentunya dengan dukungan dari pemerintah untuk segera memperbaiki infrastruktur yang berkaitan langsung dengan kelancaran perekonomian rakyat.
Perbaikan rumah atau relokasi korban banjir ketempat yang lebih aman,lebih baik.Perbaikan lahan pertanian dan selanjutnya pemberian modal untuk usaha.
Pemerintah segera menuntaskan beban rakyat akibat bencana banjir bandang ini sebelum kemarahan itu datang dari rakyat itu sendiri yang selalu sebagai korban.Yang selalu sebagai korban.Lelah! (***)