Memang ironis, padahal D anak Marjuni, seorang Kepala Biro Surat Kabar PRESTASI REFORMASI dan Media Online PRi.Com untuk wilayah Kabupaten Tanjab Barat, Provinsi Jambi.

Pemimpin Umum & Pemimpin Redaksi Suratkabar PRESTASI REFORMASI/PRi.Com, Drs Husor Parissan Sitompul di Medan menyampaikan rasa prihatin dan sangat menyesalkan jika penanganan hukum di tingkat Polsek lambat ditangani.

“Saya sedih jika kasus hukum yang menimpa anak seorang jurnalis saja bisa seperti itu, terkesan kurang ditangani serius dan tidak dituntaskan, apalagi jika kasus serupa menimpa masyarakat awam dan orang biasa,” ungkap Husor Sitompul.

Marjuni mengungkapkan pada Redaksi, pada Juni 2025, Polsek Merlung telah mengeluarkan SP2HP yang menyatakan kasus tersebut resmi naik ke tahap penyidikan, tahap di mana unsur pidana dinilai telah terpenuhi.

Tujuh bulan setelah laporan resmi dimasukkan pada 10 Mei 2025, kasus ini berjalan tersendat, tanpa kepastian, tanpa tersangka, tanpa tindakan nyata.

Namun setelah itu, proses hukum seperti mati total. Tidak ada penetapan tersangka, tidak ada pemanggilan lanjutan, sementara terlapor, Inisial ZN, justru disebut masih bebas beraktivitas tanpa sentuhan hukum sedikit pun.

Sejumlah warga bahkan menduga Polsek Merlung tutup mata, karena terlapor Inisial ZN disebut memiliki “backing” dari kalangan keluarga berpengaruh di Merlung.

Pemilik kebun inisial D, putra Marjuni menunjuk kebun dan sejumlah tanaman yang dirusak ZN.

Dugaan inilah yang membuat publik menilai bahwa lambannya proses bukan karena kurang bukti, tetapi karena adanya kekuatan tertentu yang menahan proses hukum.

Orang tua pelapor, yang juga wartawan media cetak dan online, menegaskan bahwa pihaknya akan mengadu langsung kepada Kapolres Tanjab Barat hingga Polda Jambi karena tidak lagi percaya pada keseriusan penyidik Polsek Merlung.

Kronologi Lengkap Kasus :
1. 10 Mei 2025 : Inisial D melaporkan perusakan kebun ke Polsek Merlung.

2. Juni 2025 : Polsek Merlung menerbitkan SP2HP: kasus dinyatakan naik ke tahap penyidikan.

3. Juli – November 2025 : Tidak ada perkembangan. Tersangka tidak ditetapkan. Terlapor Inisial ZN masih berkeliaran bebas.

Inilah lahan yang ditumbuhi pohon sawit yang dirusak pelaku.Sudah dilaporkan namun ZN belum ditindak.

4. 21 November 2025 : Pelapor memutuskan membawa kasus ke Kapolres Tanjab Barat dan Polda Jambi karena menilai kasus diperlambat dan diabaikan.

Kasus ini diduga kuat memenuhi unsur tindak pidana perusakan dan penguasaan barang tanpa hak sebagaimana Pasal 372 KUHP, dengan ancaman pidana hingga 2 tahun 8 bulan. Namun tanpa penetapan tersangka, penegakan hukum dinilai jalan di tempat.

Hingga berita ini terbit, Kapolsek Merlung belum memberikan klarifikasi resmi mengenai alasan penyidikan mandek dan kenapa hingga kini tidak ada penetapan tersangka meski status penyidikan sudah berlangsung berbulan-bulan.

Pakar Hukum Internasional dan Ekonom, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.Pd.I, SE, SH, MH, LLB, LLM, Ph.D, menilai kasus mandek seperti ini bukan hal baru.

“No viral no justice,” tegasnya.
“Penegakan hukum kita baru bergerak ketika sorotan publik keras. Kasus rakyat kecil sering dibiarkan menggantung.”

Pernyataan ini semakin menguatkan dugaan adanya ketidakseriusan aparat dalam menangani laporan masyarakat kecil.

Masyarakat kini mendesak Kapolres Tanjab Barat untuk turun tangan langsung, mengevaluasi, dan memerintahkan Polsek Merlung menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam mandeknya kasus ini, termasuk jika ada indikasi pembiaran atau keberpihakan kepada terlapor.

Kasus ini bukan lagi sekadar soal perusakan kebun. Ini soal keadilan, integritas hukum, dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Jika tidak segera dituntaskan, publik menilai kasus ini akan menjadi bukti nyata bahwa hukum di tingkat bawah bisa lumpuh ketika berhadapan dengan kepentingan orang-orang berpengaruh.HPS/Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *