
Samosir. PRESTASIREFORMASI.Com
Kunjungan kerja Pemerintah Kabupaten Samosir ke Pemerintah Kota Pematangsiantar untuk mempelajari strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kembali memicu kritik publik menjelang finalisasi APBD 2026. Kritik menguat karena kunjungan tersebut dilakukan di tengah kondisi Samosir yang masih menghadapi persoalan kekeringan dan minimnya infrastruktur air bagi masyarakat.
Kunjungan pada Kamis (14/11) itu dipimpin Wakil Bupati Samosir, Ariston Tua Sidauruk, dan difokuskan pada sektor pariwisata, UMKM, dan tata kelola pendapatan daerah. Pemerintah Kota Pematangsiantar menyambut baik kerja sama tersebut dan menilai penguatan kolaborasi bisa mendongkrak ekonomi kawasan.
Prioritas PAD Dipuji, Namun Kesesuaian Mandat Dasar Dipertanyakan
Di sisi lain, sejumlah pihak menilai fokus studi banding tersebut belum sepenuhnya sejalan dengan mandat pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menempatkan air minum, irigasi, dan lingkungan hidup sebagai urusan wajib pelayanan dasar.
Mantan anggota DPRD Sumatera Utara, Oloan Simbolon, menyampaikan bahwa kondisi faktual masyarakat Samosir saat ini menuntut pemerintah untuk memprioritaskan layanan dasar terlebih dahulu.
“Lebih dari 80 persen rakyat Samosir adalah petani. Ketika irigasi terganggu dan warga harus membeli air, maka kebutuhan dasarnya jelas: air, bukan studi PAD ke kota yang tidak memiliki persoalan agraris,” ujar Oloan.
Menurutnya, pemerintah daerah memiliki landasan hukum yang kuat untuk menempatkan penyediaan air sebagai prioritas, termasuk Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal, yang menegaskan bahwa air minum layak merupakan hak dasar warga yang harus dipenuhi pemerintah.
“Regulasinya jelas. Air adalah pelayanan minimal wajib. Jadi ketika kekeringan melanda, fokus pemerintah semestinya berada pada kewajiban hukum tersebut,” katanya.
Kritik Kebijakan: “Prioritas Tidak Boleh Melompat Regulasi”
Oloan menilai penguatan PAD memang penting, namun harus dilakukan beriringan dengan pemenuhan mandat dasar pemerintah daerah.
“Pendapatan daerah akan tumbuh jika rakyatnya kuat. Pariwisata pun tidak akan berkembang di tengah sawah yang retak karena kekeringan. Kebijakan tidak boleh melompat dari kewajiban yang ditetapkan undang-undang,” kata Oloan.
Ia menambahkan, jika pemerintah ingin mempelajari daerah lain, rujukan yang lebih relevan adalah daerah dengan sistem irigasi dan manajemen air sukses, bukan kota yang struktur ekonominya berbeda jauh.
ICW: “Pemborosan Tidak Sejalan dengan Prinsip Asas Manfaat dan Kepatutan”
Kritik serupa disampaikan Ketua ICW, Samosir Saut Limbong. Ia menilai penggunaan anggaran untuk studi banding harus tunduk pada prinsip efektivitas, efisiensi, dan asas manfaat sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
“Setiap rupiah anggaran Negara harus memberikan manfaat langsung bagi publik. Di tengah warga kesulitan air, studi banding yang tidak relevan mudah dipersepsikan sebagai pemborosan dan tidak memenuhi asas kepatutan,” ujarnya.
Saut menambahkan, solusi air seperti pengangkatan air Danau Toba ke wilayah perbukitan justru dapat menjadi langkah yang memperkuat PAD, karena menjamin produksi pertanian tetap berjalan.
“Ketika warga kekurangan air, itu bukan hanya krisis lingkungan, tetapi krisis ekonomi. Mengatasi air sebenarnya adalah kebijakan PAD yang paling mendasar,” katanya.
Pemerintah Diminta Tempatkan Pelayanan Dasar sebagai Poros APBD 2026
Menjelang finalisasi APBD 2026, para pengkritik berharap pemerintah daerah menempatkan infrastruktur air, irigasi, dan layanan dasar sebagai poros kebijakan anggaran. Hal itu sejalan dengan regulasi layanan dasar yang wajib dipenuhi pemerintah daerah.
Hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Kabupaten Samosir belum memberikan tanggapan resmi atas kritik yang muncul.
Kunjungan ini pada akhirnya membuka kembali diskursus publik bahwa pembangunan daerah bukan hanya soal meningkatkan PAD, tetapi juga memastikan bahwa pemerintah daerah menjalankan mandat regulasi: menghadirkan pelayanan dasar yang menyentuh kebutuhan paling mendasar masyarakat. ( Hots)