
Laporan: Hotman Siagian
Pangururan/Samosir, PRi.Com – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seharusnya menjadi nafas pembangunan rakyat, bukan sekadar panggung seremonial dan pesta anggaran. Dalam konteks Kabupaten Samosir, harapan itu kini bergema kembali menjelang pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2026.
Di tengah sawah yang mulai retak dan ladang yang haus, masyarakat berharap anggaran daerah diarahkan secara lebih tepat sasaran. Sektor pertanian, yang menjadi tumpuan hidup sekitar 80 persen warga Samosir, dinilai membutuhkan perhatian yang lebih nyata, terutama dalam pengelolaan irigasi, pupuk, dan air bersih.
“APBD bukan panggung untuk pesta, tetapi napas bagi rakyat,” ujar Oloan Simbolon, politikus sekaligus mantan anggota DPRD Sumatera Utara, ketika ditemui wartawan di Pangururan, Rabu (12/11).
Menurut Oloan, porsi anggaran untuk kegiatan seremonial, festival, atau perjalanan dinas semestinya dikaji ulang agar lebih seimbang dengan kebutuhan dasar masyarakat. Ia menilai pembangunan sektor pariwisata memang penting, tetapi tidak bisa hidup di atas penderitaan rakyat.
“Tidak ada wisatawan yang betah menikmati keindahan Danau Toba jika di baliknya ada wajah petani yang resah menatap langit, menunggu hujan. Pariwisata sejati lahir dari rakyat yang sejahtera,” ungkapnya.
Air Lebih Penting daripada Panggung
Oloan menegaskan bahwa kesejahteraan petani bukan agenda tambahan, melainkan inti dari pembangunan daerah. Baginya, air lebih penting daripada panggung, irigasi lebih mendesak daripada seremonial.
Ia menilai, jika masyarakat tani Samosir makmur, maka promosi pariwisata akan berjalan dengan sendirinya. Rakyat yang berhasil bertani akan memiliki modal dan semangat untuk menikmati destinasi wisata di daerahnya sendiri.
“Pariwisata sejati adalah ketika rakyatnya juga bisa menikmati keindahan negerinya,” ujarnya menambahkan.
Menjaga Arah Pembangunan
Pandangan seperti ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menekankan bahwa setiap rencana pembangunan daerah harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Selain itu, dalam konteks transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa pengelolaan APBD wajib dilakukan secara efektif, efisien, dan berkeadilan, sesuai asas kepentingan umum dan keseimbangan pembangunan antarwilayah.
Dengan demikian, pembahasan RAPBD Samosir 2026 menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap kebutuhan rakyat—terutama di sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi Samosir.
Harapan di Tengah Keringnya Tanah
Di tengah situasi iklim yang tak menentu, masyarakat berharap agar pemerintah daerah tidak hanya sibuk dengan kegiatan seremonial, tetapi juga fokus membangun infrastruktur dasar, memperkuat ketahanan pangan, dan menjamin ketersediaan air irigasi.
“Yang dibutuhkan rakyat bukan tepuk tangan, tetapi aliran air ke sawah. Bukan baliho besar, tapi saluran kecil yang menghidupi ladang,” kata Oloan dengan nada reflektif.
Kini, Samosir menanti kebijakan yang berpihak pada kebutuhan riil masyarakat:
bukan yang sibuk berfoto, melainkan yang turun langsung ke lumpur; bukan yang sibuk berpidato, tetapi yang membuka saluran air;
bukan yang membangun panggung, tetapi yang mengalirkan kehidupan.
Sebab, jika tanah ini terus kering, sejarah akan mencatat: ada masa ketika rakyat menunggu air, tetapi yang datang hanyalah acara dan tepuk tangan.