
Samosir. PRESTASIREFORMASI.Com
Rencana pembangunan gedung praktek siswa di SMK Negeri Pariwisata Tuktuk, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, menuai perdebatan. Seorang warga yang mengaku ahli waris atas lahan tersebut, Clara Ambarita, menyampaikan keberatannya atas lokasi yang dipilih pihak sekolah sebagai tempat pembangunan.
Polemik ini menjadi perhatian publik karena dikhawatirkan dapat menimbulkan ketegangan sosial di tengah masyarakat, apalagi jika tidak disikapi secara bijak oleh semua pihak.
Upaya Mediasi oleh Warga
Mengetahui adanya ketegangan ini, Boris Situmorang, seorang warga Samosir yang juga aktif di bidang media dan sosial kemasyarakatan, bersama timnya langsung bergerak untuk mencari kejelasan. Boris mendatangi Lurah Tuktuk, Erwin Sidabutar, guna berdialog dan meminta agar pemerintah setempat bersikap aktif dalam meredam ketegangan yang terjadi.
“Kami berharap Pak Lurah dapat menjadi jembatan yang merangkul kedua belah pihak. Kalau ada perbedaan pendapat, mari diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Boris saat ditemui usai pertemuan di Kantor Lurah Tuktuk, (18/9).
Boris menekankan bahwa kehadiran SMK Negeri Pariwisata ini merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat Samosir, yang merupakan bagian dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
“Tidak mungkin kita menyuruh anak-anak kita belajar ke luar daerah, sementara daerah kita sendiri sangat membutuhkan tenaga terampil di bidang pariwisata,” lanjutnya.
Penjelasan Kepala Sekolah
Ditemui secara terpisah, Kepala SMK Negeri Pariwisata Tuktuk, Perri Sagala, menjelaskan bahwa pembangunan gedung praktek tersebut telah melalui proses dan petunjuk dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.
Menurut Perri, sejak awal pihaknya telah berupaya menjalin komunikasi dengan Clara Ambarita dan keluarganya, bahkan sebelum proses pembangunan dimulai.
“Saat saya masih mengikuti bimbingan teknis di Jakarta, saya sudah menitipkan pesan kepada tim sekolah agar melakukan pendekatan secara kekeluargaan. Setibanya saya di Samosir, saya langsung menemui Bu Clara bersama keluarganya untuk menyampaikan niat baik kami,” ujar Perri.
Ia juga menyatakan bahwa pembangunan dilakukan berdasarkan dokumen resmi berupa akta tanah dan surat keputusan yang menjadi dasar kerja sama sekolah dengan Kementerian Pendidikan.
Terkait adanya pohon kemiri yang berada di lokasi pembangunan dan selama ini dimanfaatkan oleh pihak keluarga Clara, Perri menegaskan bahwa pihak sekolah tidak pernah melarang.
“Mereka tetap memanen hasilnya, kami tidak pernah intervensi. Bahkan kami siap memberikan kompensasi sebagai bentuk kepedulian sosial kami sebagai warga yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan,” tambahnya.
Pembangunan Tetap Dilanjutkan
Meskipun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, pihak sekolah tetap melanjutkan proses pembangunan sesuai petunjuk teknis dan kebutuhan mendesak pendidikan. Langkah-langkah administratif telah dilakukan, mulai dari menyurati Lurah, Camat, Kapolsek, Danramil, hingga Komite Sekolah.
Perri mengakui bahwa pada hari pertama, alat berat belum tiba, sehingga pembersihan lahan ditunda. Namun, saat alat berat mulai bekerja di hari kedua, Clara Ambarita datang ke lokasi dan meminta agar kegiatan dihentikan. Pihak sekolah pun menghentikan sementara aktivitas tersebut untuk menghindari konflik langsung.
Pada hari ketiga, kegiatan dilanjutkan dengan pengawasan staf sekolah, satpam, dan bagian aset. Saya ada dilokasi sekolah tetapi tidak menghampiri saudara Klara dan saudara nya, saya berada pada lokasi sekolah yang jauh dari pekerjaan pembersihan lahan.
Perri menegaskan bahwa komunikasi tetap dilakukan secara damai tanpa ada tindakan kekerasan.
“Kami tetap menghormati proses hukum yang berjalan. Jika pihak Bu Clara melanjutkan ke ranah pengadilan, itu hak beliau. Sementara kami tetap menjalankan program pembangunan karena gedung ini sangat dibutuhkan oleh siswa,” tegas Perri.
Fungsi Gedung dan Dampak Sosial
Gedung yang akan dibangun merupakan Ruang Praktik Siswa (RPS) yang dirancang menyerupai fasilitas perhotelan standar internasional. Di dalamnya akan terdapat simulasi ruang deluxe, superior, suite, hingga presidential room, lengkap dengan fasilitas housekeeping, resepsionis, pelayanan restoran, dan lainnya.
Perri menyatakan bahwa tujuan utama pembangunan ini adalah memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar siap bersaing di industri pariwisata.
Pihak sekolah sudah mempromosikan produk kepada pihak luar seperti hotel berbintang di Samosir, Kepada Even bergengsi di kawasan Danau Toba. produk unggulannya seperti jus anggir, kue anggir, dan welcome drink khas Samosir. Ini bukti nyata bahwa SMK.N pariwisata samosir mampu bersaing dan berinovasi, tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa pembangunan gedung praktek kerja ini akan membuka lapangan kerja kedepan bagi masyarakat sekitar, seperti tenaga kebersihan, penjaga gedung, hingga instruktur tambahan.
“Maka saya mohon, mari kita lihat ini sebagai peluang bersama, bukan konflik. Pembangunan ini bukan milik saya, bukan milik pribadi. Ini untuk masa depan anak-anak kita bersama,” pungkasnya.
Polemik pembangunan SMK Negeri Pariwisata Tuktuk ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang terbuka dan saling menghormati. Sengketa lahan merupakan persoalan yang sah untuk diselesaikan melalui jalur hukum. Namun, di sisi lain, kebutuhan pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia juga tidak bisa diabaikan.
Semua pihak diharapkan dapat menahan diri, menjaga harmoni sosial, dan menempatkan kepentingan generasi masa depan di atas ego atau kepentingan sesaat. ( Hots)
📍Catatan Redaksi:
Berita ini ditulis dengan mempertimbangkan keberimbangan dan prinsip jurnalisme yang etis. Informasi diambil dari berbagai narasumber di lapangan. Bila ada pihak yang ingin memberikan klarifikasi tambahan, redaksi membuka ruang hak jawab secara terbuka.