
Samosir. PRESTASIREFORMASI.Com
Di tengah riuhnya arus berita dan derasnya dinamika peristiwa, sekelompok jurnalis di Kabupaten Samosir memilih menepi sejenak. Bukan untuk beristirahat, melainkan untuk berbagi. Kamis (10/7), mereka turun ke jalan, menyapa dan mengulurkan tangan kepada para abang becak motor (betor) di Kota Pangururan yang kini tengah berjuang di tengah musim kemarau panjang.
Aliansi Jurnalis Samosir yang menginisiasi gerakan kecil ini. Dipandu oleh hati nurani, mereka menghimpun donasi dan membagikan paket bantuan kasih kepada para penarik betor yang pendapatannya terus menurun sejak beberapa bulan terakhir.
“Ini bukan soal besar atau kecilnya bantuan. Ini tentang rasa, tentang menunjukkan bahwa mereka tidak sendiri,” ujar Vernando Sitanggang, jurnalis lokal sekaligus penggagas kegiatan, kepada wartawan.
Menurut Vernando, aksi ini lahir dari keprihatinan pasca kejadian kebakaran hutan yang melanda kawasan Samosir beberapa waktu lalu. Musim kemarau yang berkepanjangan memperburuk keadaan. Penurunan jumlah penumpang membuat penghasilan abang-abang betor makin tergerus. Sebagian bahkan mengaku hanya membawa pulang belasan ribu rupiah dalam sehari.
Di bawah terik matahari yang tak kunjung reda, para abang betor itu tetap setia menunggu penumpang di sudut-sudut kota. Sering kali, mereka hanya mengandalkan harapan—dan hari itu, harapan itu hadir lewat bingkisan sederhana dari para pewarta yang biasanya memburu berita.
“Kami ingin kegiatan ini menjadi pemantik. Semoga banyak hati tergerak untuk berbagi, karena dampak kemarau ini tidak hanya dirasakan oleh petani, tapi juga oleh mereka yang menggantungkan hidup dari roda tiga ini,” tambah Vernando.
Bagi para penarik betor, bantuan itu memang tak mengubah segalanya. Namun, kehadiran para jurnalis dan uluran tangan mereka telah menyampaikan pesan penting: di tengah kesulitan, solidaritas masih hidup.
“Sudah lama tak ada yang memperhatikan kami seperti ini. Terima kasih, nak,” ucap seorang abang betor berusia senja dengan suara bergetar, sembari menggenggam erat bingkisan di tangannya.
Gerakan kecil ini boleh jadi tak masuk breaking news. Tapi di jalan-jalan kecil Pangururan, ia telah menjadi kabar baik—bahwa kemanusiaan, seperti embun di musim kemarau, masih bisa turun, meski hanya setetes. ( Hots/dhs )