SAMOSIR. PRESTASIREFORMASI.Com
Menyadari tingginya ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayahnya, terutama saat musim kemarau, Pemerintah Kabupaten Samosir terus menggencarkan upaya pencegahan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah sosialisasi langsung kepada masyarakat di daerah rawan, khususnya Kecamatan Harian dan Sianjur Mula Mula, yang kerap mengalami Karhutla berulang setiap tahun.

Dalam kegiatan yang digelar Senin, 2 Juni 2025 itu, hadir seluruh kepala desa, BPD, kepala dusun dari desa-desa rawan, tokoh adat, serta jajaran Forkopimcam. Sosialisasi menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mencegah kebakaran yang selama ini kerap terjadi akibat kelalaian dan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab Samosir, Tunggul Sinaga, menyampaikan bahwa pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri. Ia menegaskan, pencegahan kebakaran harus menjadi tanggung jawab bersama, terutama oleh warga yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

“Kami mendorong setiap kepala desa segera menerbitkan surat edaran yang melarang pembakaran hutan dan lahan. Surat itu harus diantar langsung ke rumah-rumah warga. Tidak cukup hanya disampaikan lewat pengeras suara atau media sosial,” tegas Tunggul.

Ia juga meminta agar setiap desa membentuk satuan tugas siaga Karhutla sesuai regulasi yang ada, serta melakukan patroli rutin terutama di titik-titik yang rawan.

Tunggul mengingatkan, medan geografis Samosir yang terdiri dari perbukitan dan lereng membuat proses pemadaman kebakaran sangat sulit. Bahkan, saat pemkab mengerahkan mobil pemadam kebakaran, armada tidak dapat menjangkau titik api karena kondisi lokasi yang ekstrem.

“Kalau api sudah menyebar, kita hanya bisa pasrah. Jadi, satu-satunya solusi adalah edukasi dan pencegahan,” katanya. Ia juga meminta para peternak dan penggembala tidak lagi melakukan pembakaran dengan alasan menumbuhkan rumput baru.

Kebakaran Terulang di Titik yang Sama

Camat Sianjur Mula Mula, Andri P. Limbong, dalam paparannya menyebut bahwa Karhutla yang terjadi di wilayahnya selalu berulang dan bahkan di lokasi yang sama.

“Ini artinya kita belum maksimal dalam pencegahan. Masyarakat harus diajak memahami bahwa kerugian akibat kebakaran tidak hanya soal lahan, tetapi juga kualitas udara, citra pariwisata, dan keseimbangan lingkungan,” ujarnya.

Ia meminta seluruh kepala desa agar aktif mendampingi tim pemadam bila terjadi kebakaran, dan memantau aktivitas mencurigakan secara terus-menerus.

Hal senada disampaikan Danramil Harian, yang menyebut pihaknya bersama Polri dan pemerintah daerah sudah berulang kali melakukan pemadaman, seperti di kawasan Harian, Sikkam, dan Menara Pandang Tele. Namun, ia mengakui keterbatasan peralatan dan medan sulit menjadi tantangan tersendiri.

“Wilayah kita berbukit. Kita tidak bisa andalkan damkar. Maka, kita harus jadi mata dan telinga di lapangan. Begitu ada tanda-tanda kebakaran, langsung laporkan,” katanya.

Aktivis Lingkungan: Peran Masyarakat Semakin Penting

Dari sisi partisipasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan sekaligus relawan pelatihan Manggala Agni 1, Hotman Siagian, menegaskan bahwa peran masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan hutan kini sangat vital. Menurutnya, tak bisa lagi pengelolaan hutan hanya mengandalkan pemerintah.

“Sekarang ini banyak desa, koperasi, bahkan swasta yang ikut mengelola hutan lewat program perhutanan sosial atau izin konsesi. Tapi ketika kebakaran terjadi, yang turun hanya petugas kehutanan yang jumlahnya sangat terbatas. Ini tidak adil,” ucap Hotman.

Hotman yang juga anggota RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia) dan jurnalis di media PrestasiReformasi.com serta Mitanews.co.id mengajak semua pihak untuk mengedepankan edukasi, terutama kepada pemilik lahan dan warga yang tinggal di sekitar kawasan rawan Karhutla.

“Hutan adalah produsen utama oksigen kita. Kalau terbakar, bukan hanya pohon yang hilang. Kita juga kehilangan udara bersih, tempat tinggal satwa, dan bahkan daya tarik wisata,” katanya.

Ia mengusulkan agar setiap desa punya sistem pelaporan cepat berbasis radio atau aplikasi sederhana, agar informasi Karhutla bisa segera diteruskan ke posko gabungan penanganan bencana.

Kesimpulan: Pencegahan Lebih Murah daripada Pemadaman

Dengan medan yang sulit, biaya tinggi, dan dampak ekologis besar, pencegahan Karhutla menjadi jauh lebih penting dan efisien ketimbang penanganan setelah kebakaran terjadi. Melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat, tokoh masyarakat, relawan, hingga media lokal, Kabupaten Samosir diharapkan bisa menjadi contoh daerah wisata yang sadar lingkungan dan tangguh terhadap ancaman Karhutla. ( hots/hds)

Pemkab Samosir Dorong Pencegahan Karhutla: Edukasi, Patroli, dan Keterlibatan Masyarakat Jadi Kunci

SAMOSIR. PRESTASIREFORMASI.Com
Menyadari tingginya ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayahnya, terutama saat musim kemarau, Pemerintah Kabupaten Samosir terus menggencarkan upaya pencegahan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah sosialisasi langsung kepada masyarakat di daerah rawan, khususnya Kecamatan Harian dan Sianjur Mula Mula, yang kerap mengalami Karhutla berulang setiap tahun.

Dalam kegiatan yang digelar Senin, 2 Juni 2025 itu, hadir seluruh kepala desa, BPD, kepala dusun dari desa-desa rawan, tokoh adat, serta jajaran Forkopimcam. Sosialisasi menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mencegah kebakaran yang selama ini kerap terjadi akibat kelalaian dan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab Samosir, Tunggul Sinaga, menyampaikan bahwa pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri. Ia menegaskan, pencegahan kebakaran harus menjadi tanggung jawab bersama, terutama oleh warga yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

“Kami mendorong setiap kepala desa segera menerbitkan surat edaran yang melarang pembakaran hutan dan lahan. Surat itu harus diantar langsung ke rumah-rumah warga. Tidak cukup hanya disampaikan lewat pengeras suara atau media sosial,” tegas Tunggul.

Ia juga meminta agar setiap desa membentuk satuan tugas siaga Karhutla sesuai regulasi yang ada, serta melakukan patroli rutin terutama di titik-titik yang rawan.

Tunggul mengingatkan, medan geografis Samosir yang terdiri dari perbukitan dan lereng membuat proses pemadaman kebakaran sangat sulit. Bahkan, saat pemkab mengerahkan mobil pemadam kebakaran, armada tidak dapat menjangkau titik api karena kondisi lokasi yang ekstrem.

“Kalau api sudah menyebar, kita hanya bisa pasrah. Jadi, satu-satunya solusi adalah edukasi dan pencegahan,” katanya. Ia juga meminta para peternak dan penggembala tidak lagi melakukan pembakaran dengan alasan menumbuhkan rumput baru.

Kebakaran Terulang di Titik yang Sama

Camat Sianjur Mula Mula, Andri P. Limbong, dalam paparannya menyebut bahwa Karhutla yang terjadi di wilayahnya selalu berulang dan bahkan di lokasi yang sama.

“Ini artinya kita belum maksimal dalam pencegahan. Masyarakat harus diajak memahami bahwa kerugian akibat kebakaran tidak hanya soal lahan, tetapi juga kualitas udara, citra pariwisata, dan keseimbangan lingkungan,” ujarnya.

Ia meminta seluruh kepala desa agar aktif mendampingi tim pemadam bila terjadi kebakaran, dan memantau aktivitas mencurigakan secara terus-menerus.

Hal senada disampaikan Danramil Harian, yang menyebut pihaknya bersama Polri dan pemerintah daerah sudah berulang kali melakukan pemadaman, seperti di kawasan Harian, Sikkam, dan Menara Pandang Tele. Namun, ia mengakui keterbatasan peralatan dan medan sulit menjadi tantangan tersendiri.

“Wilayah kita berbukit. Kita tidak bisa andalkan damkar. Maka, kita harus jadi mata dan telinga di lapangan. Begitu ada tanda-tanda kebakaran, langsung laporkan,” katanya.

Aktivis Lingkungan: Peran Masyarakat Semakin Penting

Dari sisi partisipasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan sekaligus relawan pelatihan Manggala Agni 1, Hotman Siagian, menegaskan bahwa peran masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan hutan kini sangat vital. Menurutnya, tak bisa lagi pengelolaan hutan hanya mengandalkan pemerintah.

“Sekarang ini banyak desa, koperasi, bahkan swasta yang ikut mengelola hutan lewat program perhutanan sosial atau izin konsesi. Tapi ketika kebakaran terjadi, yang turun hanya petugas kehutanan yang jumlahnya sangat terbatas. Ini tidak adil,” ucap Hotman.

Hotman yang juga anggota RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia) dan jurnalis di media PrestasiReformasi.com serta Mitanews.co.id mengajak semua pihak untuk mengedepankan edukasi, terutama kepada pemilik lahan dan warga yang tinggal di sekitar kawasan rawan Karhutla.

“Hutan adalah produsen utama oksigen kita. Kalau terbakar, bukan hanya pohon yang hilang. Kita juga kehilangan udara bersih, tempat tinggal satwa, dan bahkan daya tarik wisata,” katanya.

Ia mengusulkan agar setiap desa punya sistem pelaporan cepat berbasis radio atau aplikasi sederhana, agar informasi Karhutla bisa segera diteruskan ke posko gabungan penanganan bencana.

Kesimpulan: Pencegahan Lebih Murah daripada Pemadaman

Dengan medan yang sulit, biaya tinggi, dan dampak ekologis besar, pencegahan Karhutla menjadi jauh lebih penting dan efisien ketimbang penanganan setelah kebakaran terjadi. Melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat, tokoh masyarakat, relawan, hingga media lokal, Kabupaten Samosir diharapkan bisa menjadi contoh daerah wisata yang sadar lingkungan dan tangguh terhadap ancaman Karhutla. ( hots/hds)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *