Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَ مٰنٰتِ اِلٰۤى اَهْلِهَا ۙ وَاِ ذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّا سِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِا لْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Artinya : “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ 4: 58)

Menurut Talcott Parson dalam buku Dasar Dasar Ilmu Politik, “Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksanakannya kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan kesatuan dalam suatu system organisasi kolektif.”

“Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka ada pemaksaan melalui sanksi sanksi negatif dianggap wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu.”

Sesungguhnya fitnah kekuasaan dapat terjadi apabila seseorang merasakan kesenangan dan kecintaan pada kekuasaan yang berlebihan. Ia ingin terus memegang jabatannya. Keinginan ini yang akhirnya membuat seseorang menghalalkan segala cara agar bisa bertahan.

Rasulullah SAW bersabda:

“لَا يُوَفِّقُ اللَّهُ عَبْدًا لَا حِرْصَ عَلَى الدُّنْيَا وَلَا حِرْصَ عَلَى الْمَنَاصِبِ، كَمَا يُوَفِّقُهُ لِطَاعَةِ اللَّهِ وَرَغْبَتِهِ فِيمَا عِنْدَهُ”

Artinya : Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah dua serigala yang kelaparan lalu dilepas kepada seekor domba lebih merusak agama seorang daripada rakusnya manusia terhadap harta dan takhta.” (HR at-Timidzi, Ah mad, Ibnu Hibban,)

Hadist ini mencakup situasi di mana kekuasaan digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, dengan mengabaikan kepentingan umum atau melanggar prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.

Fitnah kekuasaan dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk politik, pemerintahan, organisasi, lembaga social atau keluarga.

Kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki seseorang bisa menjadi fitnah yang luar biasa. Siapa saja yang termasuk dalam kalangan elit bisa mendapatkan fitnah ini. Karena sejatinya manusia tidak terbebas dari fitnah dan dosa.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّا مِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِا لْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰ نُ قَوْمٍ عَلٰۤى اَ لَّا تَعْدِلُوْا ۗ اِعْدِلُوْا ۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Ma’idah 5: 8)

Ayat ini mengingatkan umat agar senantiasa berlaku adil dan menjadi saksi yang jujur. Kekuasaan harus digunakan dengan keadilan, tanpa ada rasa kebencian yang mendorong pada ketidakadilan. Adil merupakan tindakan yang lebih dekat kepada ketaqwaan kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an, juga ditegaskan bahwa Allah-lah yang memiliki kekuasaan yang mutlak atas segala sesuatu. Kekuasaan manusia hanyalah pinjaman dari-Nya, dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas penggunaannya di dunia dan di akhirat.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ ۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Artinya : “Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran 3: 26)

Bagi mereka yang memiliki kekuasaan gunakan kekuasaan itu dengan adil, berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, serta menjaga hak asasi manusia dan kesejahteraan umat.

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Pencinta dunia tak akan lepas dari tiga hal: kegundahan yang terus berlanjut, keletihan yang menerus, dan penyesalan yang tak akan berhenti.” (Ighatsatul Lahfan)

Kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki seseorang bisa menjadi fitnah yang luar biasa. Tidak pandang siapun dia. Apakah ia seorang RT,RW, Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur hingga Presiden atau para elit birokrasi yang mengemban Amanah, pasti mendapatkan fitnah kekuasaan.

Karena sejatinya manusia tidak terbebas dari fitnah dan dosa. Tetapi mereka yang selalu berpegang teguh pada tali Allah yang memberi petunjuk dan Hidayah, sungguh ia tidak akan terjebak dalam fitnah kekuasaan. (h/TI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *