Ketua Harian Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Alex Tirta, mangkir dari pemeriksaan kepolisian mengenai rumah sewaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, yang terkait dengan dugaan pemerasan terhadap tersangka korupsi, eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya, Ade Safri Simanjuntak, mengatakan Alex seharusnya diperiksa pada Rabu (01/11) pukul 10.00 WIB, tapi pebisnis itu tak hadir karena alasan kesehatan.

Ia seharusnya diperiksa terkait dugaan menyewa rumah yang kemudian disewa pula oleh Firli untuk menjadi tempat peristirahatan atau “safe house”.

Alex Tirta
Keterangan gambar,Ketua Harian Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Alex Tirta

Kepolisian awalnya menggeledah rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan, itu untuk mengumpulkan bukti dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Dalam penyelidikan lebih lanjut, kepolisian mengungkap rumah tersebut ternyata disewa oleh Alex, tapi kini menjadi safe house Firli. Kepolisian belum mengungkap kaitan antara Alex dan Firli.

Namun, pengacara Firli, Ian Iskandar, mengeklaim kliennya tak menyewa rumah itu dari Alex. Di sisi lain, Alex mengakui Firli menyewa rumah itu darinya.

Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, usai diperiksa di Bareskrim Mabes Polri.
Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, usai diperiksa di Mabes Polri.

Perbedaan keterangan ini memicu kecurigaan sejumlah pihak, salah satunya mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo. Ia mengatakan kepolisian juga perlu menyelidiki kemungkinan rumah sewaan itu merupakan bentuk gratifikasi dari Alex untuk Firli.

Menanggapi tudingan tersebut, Alex menegaskan bahwa proses sewa rumah itu terjadi dengan wajar. Ia pun membantah rumor soal gratifikasi tersebut.

Bagaimana awal mula kisruh rumah sewaan ini?

Kisruh ini bermula pada 26 Oktober lalu, ketika kepolisian menggeledah dua rumah terkait kasus dugaan pemerasan SYL.

Ketua KPK, Firli Bahuri, diperiksa terkait dugaan pemerasan.
Ketua KPK, Firli Bahuri, diperiksa terkait dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

Kedua bangunan itu terdiri dari kediaman pribadi Firli di Perum Gardenia Villa Galaxy, Bekasi, dan satu rumah lainnya di Jalan Kertanegara Nomor 46.

Ade mengatakan penggeledahan dilakukan untuk menghimpun bukti terkait dugaan pemerasan Firli terhadap SYL.

“Ada beberapa barang bukti yang kami sita di lokasi penggeledahan rumah Kertanegara Nomor 46,” kata Ade Safri Simanjuntak, seperti dilansir kantor berita Antara.

Setelah penyelidikan lebih lanjut, kepolisian mengungkap bahwa rumah di Kertanegara itu ternyata milik seseorang berinisial R.

“Yang menyewa Rumah Kartanegara No 46 dari E adalah Alex Tirta. Sewanya sekira Rp650 juta setahun. Disewa Alex Tirta mulai 2020,” ucap Ade.

Namun, Ade tak menjabarkan lebih lanjut alasan rumah yang disewa Alex itu kini menjadi safe house untuk Firli.

Firli Bahuri
Polisi berjaga saat seorang penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya masuk ke dalam salah satu kediaman Ketua KPK Firli Bahuri di kawasan Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (26/10/2023).

Beda pernyataan Firli dan Alex

Di tengah kesimpangsiuran ini, Firli dan Alex juga menyampaikan keterangan yang berbeda.

Ian Iskandar selaku pengacara Firli buka suara. Ia mengeklaim bahwa Firli tak mengenal Alex.

“Ya enggak kenal lah,” kata Ian pada Selasa, sebagaimana dilansir Detikcom.

Ian berdalih bahwa Firli mengutus anak buahnya, Andreas, untuk menyewakan rumah untuk tempat peristirahatan di Jakarta.

“Yang sewa Andreas melalui Ray White. Dia (Firli) enggak kenal, tapi dia (Firli) yang bayar, tentu melalui Andreas,” ujar Ian.

Lebih jauh, Ian juga membantah keterangan kepolisian yang menyebut biaya sewa rumah mencapai Rp650 juta. Menurutnya, sewa rumah di Jalan Kertanegara itu tak sampai Rp100 juta.

Kepolisian menggeledah rumah yang disewa Firli di Jakarta.
Kepolisian menggeledah rumah yang disewa Firli di Jalan Kertanegara, Jakarta.

Namun, keterangan Ian ini bertolak belakang dengan yang disampaikan Alex. Pengusaha itu mengaku bahwa ia memang menyewa rumah di Jalan Kertanegara tersebut pada 2020 lalu.

“Jadi rumah itu dipakai sebagai tempat akomodasi tamu-tamu bisnis saya dari luar kota atau luar negeri,” kata Alex, seperti dikutipDetikcom.

Ketika pandemi Covid-19 menghantam, rumah itu tak lagi berpenghuni. Sekitar tahun 2020, Alex bertemu dengan Firli.

Kala itu, Firli mengaku sedang mencari rumah untuk dijadikan tempat istirahat di Jakarta karena kediaman pribadinya di Bekasi dianggap terlalu jauh.

Alex lantas menawarkan Firli untuk melanjutkan sewa rumah itu tanpa perubahan nama penyewa. Menurut Alex, saat itu Firli setuju.

“Mulai Februari 2021, Bapak Firli mulai menyewa rumah itu dengan membayar ke saya sebagai pihak penyewa ke pemilik rumah tersebut. Bapak Firli membayar Rp650 juta yang uangnya langsung saya kirim ke pemilik,” kata Alex.

Dugaan gratifikasi

Menanggapi perbedaan pernyataan Firli dan Alex ini, mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, mengatakan kepolisian juga perlu menyelidiki kemungkinan rumah sewaan itu merupakan bentuk gratifikasi dari Alex untuk Firli.

“Inilah yang tentu harus ditelusuri oleh penyidik apakah ada kasus korupsi berupa gratifikasi atau tidak dengan memeriksa pihak terkait aliran uang dan dokumen kontrak terkait sewa-menyewa rumah tersebut,” tutur Yudi dalam keterangan tertulis yang dikutip Detikcom.

Namun, Alex mengatakan bahwa transaksi sewa rumah itu berlangsung dengan wajar. Ia pun membantah isu dugaan gratifikasi tersebut.

“Atas serangkaian fakta di atas, saya menilai pemberitaan bahwa ada gratifikasi dari saya ke Ketua KPK Firli Bahuri adalah tidak benar,” tutur Alex.

Hingga kini, kepolisian belum membeberkan hasil pemeriksaan Alex.

Firli Bahuri
Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya membawa koper ke dalam salah satu kediaman Ketua KPK Firli Bahuri saat penggeledahan di kawasan Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (26/10/2023).

Kasus apa saja yang pernah menyeret Firli?

Meski duduk perkara rumah sewaan ini belum terang benderang, kisruh ini menambah panjang kontroversi Firli sebagai ketua badan anti-rasuah.

Isu ini saja mencuat ketika kepolisian tengah memeriksa Firli terkait dugaan pemerasan unsur pimpinan KPK terhadap SYL.

Dugaan pemerasan ini bermula dari aduan masyarakat pada 12 Agustus lalu yang masuk ke meja Direktorat Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Kasus ini diduga melibatkan SYL yang diperas oleh pimpinan KPK.

Pemerasan diduga terjadi pada 2022 silam.

Sampai saat ini, kepolisian telah memeriksa 45 saksi dan menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan.

Di tengah penyidikan kasus ini, sempat tersebar foto pertemuan Firli dengan Syahrul. Firli tak membantah foto itu, tapi mengatakan pertemuan tersebut terjadi sebelum Syahrul terlibat kasus korupsi yang saat ini ditangani KPK.

“Terjadi sebelum periode [kasus] tersebut, tepatnya sekitar pada tanggal 2 Maret 2022, dan itu pun beramai-ramai di tempat terbuka,” kata Firli.

Sebelum kasus ini, Firli sudah beberapa kali terjerumus kasus. Berikut deretan kasus yang pernah melibatkan Firli sebelumnya.

April 2023

Firli Bahuri dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena mencopot Direktur Penyelidikan KPK, Endar Priantoro, dari jabatannya. Menurut Endar, pencopotan dirinya cacat administrasi.

Endar dan kelompok masyarakat juga melaporkan Firli atas dugaan pembocoran dokumen penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022.

Namun, pada Juni 2023, Dewas KPK menyimpulkan tak cukup bukti melanjutkan kasus Firli ke sidang etik.

Dalam kasus ini, Firli juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan membocorkan rahasia negara. Namun, belum ada kelanjutannya dari kasus itu.

Firli Bahuri
Mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas BEM Indonesia Menggugat mengenakan topeng buronan KPK Harun Masiku dan Ketua KPK Firli Bahuri saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (5/9/2023).

November 2022

Firli juga sempat memicu kontroversi ketika menemui Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang menjadi tersangka kasus korupsi di KPK.

Sejumlah kalangan menganggap pertemuan ini melanggar Pasal 36 UU KPK, di mana pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang sedang berperkara.

Namun, Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorongan Panggabean, menegaskan tidak ada pelanggaran kode etik dalam pertemuan ini.

“Pertemuan antara pimpinan KPK dengan tersangka [Lukas Enembe] saya pikir kalau memang melaksanakan tugasnya, tentu tidak merupakan pelanggaran etik,” katanya.

Juni 2021

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memangil Firli atas dugaan dugaan pelanggaran HAM dalam proses tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK. Namun, Firli tidak memenuhi panggilan tersebut.

Pemanggilan ini sendiri dilakukan menyusul laporan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Para pegawai mengadu ke Komnas HAM karena menganggap tes itu melanggar HAM.

Firli Bahuri
Pengunjuk rasa dari Front Indonesia Timur Bersatu berunjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Juni 2020

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Firli ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi penggunaan helikopter untuk kunjungan pribadi yang terjadi pada Juni 2020.

Dalam laporannya, ICW menduga ada selisih harga dari sewa helikopter antara yang dilaporkan Firli kepada Dewas dengan nilai sebenarnya sebesar Rp100 juta.

Berdasarkan putusan Dewas, Firli disanksi teguran.

Januari 2020

Nama Firli juga sempat muncul dalam sidang kasus dugaan suap Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim, Sumatra Selatan.

Dalam eksepsinya, Ahmad mengaku pernah bertemu dengan Firli saat masih menjadi Kapolda Sumatera Selatan pada 31 Agustus 2019.

Di pertemuan itu, ada sejumlah uang yang dipergunakan sebagai pemberian kepada Firli sebagai “uang simbol pertemanan”. Firli mengakui pernah bertemu Ahmad Yani.

“Saya boleh bertemu sama siapa saja. Yang jelas, tidak ada sesuatu [korupsi], kecuali bertemu,” katanya seperti dikutip dari Tempo.

2019

Saat proses seleksi calon pemimpin KPK, Firli sempat dicecar pertanyaan terkait tudingan melanggar kode etik.

Firli pernah bertemu Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zainul Majdi, yang menjadi saksi dugaan korupsi dana divestasi Newmont.

Pertemuan itu diduga terjadi pada 2018, ketika Firli masih menjabar sebagai Deputi Penindakan KPK.

Firli sendiri mengaku pernah menemui Zainul, tapi ia membantah melanggar kode etik.

“Karena unsurnya memang tidak ada. Dia bukan tersangka dan saya tidak mengadakan hubungan,” katanya.

Terkait kasus ini, Firli sempat diproses etik. Namun, proses itu berhenti karena penugasannya ditarik ke kepolisian. (h/sumber: bbcnews)

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *