Sejumlah pengamat menilai sepak bola Indonesia belum menunjukkan adanya perbaikan berarti setelah setahun Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan melukai ratusan lainnya pada 1 Oktober 2022 silam.
Mantan anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Akmal Marhali, mengatakan dari 12 rekomendasi yang diserahkan ke Presiden Jokowi hanya 40% yang dijalankan oleh PSSI.
Ketua PSSI, Erick Thohir, mengatakan untuk mewujudkan transformasi sepak bola Indonesia, pihaknya mulai mendorong renovasi stadion, perbaikan kualitas wasit, dan membentuk Komite Ad Hoc Suporter.
Tapi Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan menyebut renovasi stadion “tidak sejalan dengan proses penegakan hukum yang berkeadilan”.
Rekomendasi TGIPF apa saja yang belum dijalankan?
Mantan anggota TGIPF Kanjuruhan yang juga koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, mengatakan PSSI lamban mengerjakan seluruh rekomendasi tim yang terkait dengan perbaikan sepak bola Indonesia.
Dari 12 rekomendasi yang dikeluarkan TGIPF, dia mencatat hanya 40% yang dijalankan. Semisal menggelar Kongres Luar Biasa (KLB).
Sayangnya, kata Akmal, pergantian pucuk pimpinan di PSSI tidak menyeluruh karena masih ada anggota Exco periode sebelumnya yang kembali menjabat.
Kemudian, PSSI dan Polri telah menyusun regulasi pengamanan pertandingan sepak bola sesuai standar FIFA.
Dengan begitu tenaga pengaman di dalam lapangan dilakukan oleh tenaga profesional atau steward, bukan lagi polisi.
Terakhir, kata Akmal, PSSI sedang mendorong kelompok suporter berbentuk badan hukum agar memudahkan edukasi dan koordinasi untuk menciptakan pertandingan yang aman dan nyaman.
“PSSI sangat lamban, sampai satu tahun berlalu orang belum melihat sesuatu perubahan di sepak bola Indonesia. Saya pikir perlu ada dorongan agar dikerjakan dengan cepat,” ujar Akmal Marhali kepada BBC News Indonesia.
Satu tahun Tragedi Kanjuruhan – ‘Jalan berliku meraih keadilan’ bagi penyintas dan keluarga korban
Akmal mengatakan Tragedi Kanjuruhan jangan sampai tidak menjadi pelajaran bagi PSSI untuk membenahi sepak bola Indonesia.
Karenanya beberapa rekomendasi yang harus segera dituntaskan, menurutnya, adalah merevisi statuta PSSI, membuat aturan yang khusus terkait dengan suporter, termasuk melaksanakan FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
Kalau tidak dikerjakan, maka sampai kapan pun sepak bola Indonesia tidak akan pernah dinikmati sebagai hiburan tapi ancaman.
“FIFA Stadium itu di antaranya adalah bagaimana suporter datang ke stadion, mereka sudah dijamin keselamatan dan keamanannya.”
Namun terlepas dari rekomendasi TGIPF kepada PSSI, kata Akmal, rekomendasi tim kepada kepolisian juga belum seluruhnya dilaksanakan.
Terutama terkait penyelidikan yang transparan dan tuntas kepada semua pihak yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan.
Hingga kini, ujar Akmal, penyelidikan polisi belum menyentuh pihak PSSI dan Liga Indonesia Baru (LIB). Begitu juga suporter yang melakukan tindakan pengerusakan terhadap fasilitas umum stadion.
“Kami kan selalu menyampaikan tragedi Kanjuruhan ini dosa berjamaah, kolektif, semua terlibat. PSSI, Liga Indonesia Baru, termasuk pihak keamanan, juga suporter.”
“Yang ditunggu keluarga korban dan masyarakat sampai saat ini terkait penegakan hukumnya.”
Perlu ada satgas Kanjuruhan di PSSI
Pengamat sepak bola, Mohamad Kusnaeni, juga sependapat.
Ia berkata, masih banyak rekomendasi TGIPF Kanjuruhan yang “belum menjadi aksi nyata”.
Dari pengamatannya, perbaikan infrastruktur seperti renovasi stadion yang paling dominan terlihat ketimbang upaya membenahi sumber daya manusianya.
Padahal kalau belajar dari Tragedi Kanjuruhan, kata Kusnaeni, maka perubahan yang mustinya terlihat adalah sikap suporter.
“Bagaimana suporter menyikapi hasil ketika tidak seperti yang diinginkan. Jadi suporter itu harus siap menang atau kalah, manis dan pahit. Jangan maunya menang terus,” ujar Kusnaeni kepada BBC News Indonesia.
Di beberapa pertandingan, sambungnya, masih ada suporter yang berkunjung ke kandang lawan terlibat bentrok.
“Hal seperti itu seharusnya tidak terjadi. Tapi PSSI ambil jalan singkat, melarang suporter tim tamu nonton.”
Kusnaeni menilai lambannya PSSI melaksanakan seluruh rekomendasi TGIPF Kanjuruhan lantaran tidak ada penugasan khusus seperti membentuk satgas.
“Makanya saya agak bingung dengan PSSI malah bikin satgas mafia bola, padahal isu lebih besarnya memperbaiki sepak bola setelah tragedi Kanjuruhan.”
Tragedi Kanjuruhan: Dapatkah Indonesia belajar dari masa kelam persepakbolaan Inggris?
Mantan anggota TGIPF Kanjuruhan yang juga koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, menilai Presiden Jokowi perlu membentuk tim independen yang ditugaskan untuk menuntaskan kasus Kanjuruhan dengan cepat.
Terutama yang terkait dengan penegakan hukumnya.
“Penuntasan kasus Kanjuruhan bisa menjadi warisan Presiden Jokowi yang bisa menyelesaikan tragedi Kanjuruhan dengan cepat. Jangan sampai meredup dan dianggap selesai kasusnya.”
Korban belum mendapat rasa keadilan
Tepat setahun usai Tragedi Kanjuruhan, keluarga korban menyebut negara belum memberikan rasa keadilan dan hanya mengobral janji menuntaskan kasus tersebut.
Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan (JSKK) bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil mengatakan hal itu terlihat dari penjatuhan vonis ringan kepada lima terdakwa yang rata-rata dihukum kurang dari dua tahun.
Sementara harapan keluarga korban ingin para terdakwa dipidana seberat-beratnya.
“Sejak awal kami mencurigai proses hukum terkesan tidak sungguh-sungguh mengungkap tragedi Kanjuruhan. Proses hukum gagal mengungkap kebenaran serta melindungi pelaku,” demikian pernyataan JSKK dan sejumlah lembaga masyarakat sipil yang diterima BBC News Indonesia.
Miftahuddin alias Pak Midun bersepeda dari Malang sejak 3 Agustus 2023 menuju Jakarta mengampanyekan perdamaian antarsuporter di seluruh Indonesia sekaligus meminta keadilan kepada pemerintah dan aparat hukum terhadap korban jiwa atas Tragedi Stadion Kanjuruhan 2022.
Tak cuma itu saja, keluarga korban menyoroti keputusan Bareskrim Polri yang menolak laporan mereka pada November 2022 dan April 2023 dengan alasan tidak kuatnya bukti yang diajukan.
Bahkan Polres Malang juga belakangan menghentikan laporan yang diajukan salah satu keluarga korban, Devi Athok Yulfitri dan Rizal Putra Pratama.
“Beberapa laporan yang diajukan oleh keluarga korban ataupun koalisi menunjukkan pemerintah masih enggan menyelesaikan tragedi Kanjuruhan melalui penegakan hukum terlihat dari pelaporan yang justru ditolak mentah-mentah.”
Apa respons PSSI?
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, mengeklaim pihaknya sudah melakukan sejumlah upaya untuk keluarga korban.
Kendati, kata dia, upaya-upaya PSSI tidak akan bisa menghapus duka keluarga korban tragedi Kanjuruhan.
“Apapun yang kami lakukan untuk keluarga korban yang ditinggalkan, tidak pernah menghilangkan kedukaannya,” ujar Erick Thohir di Surabaya, Sabtu (30/09).
Beberapa upaya yang PSSI lakukan, katanya, adalah memberi bantuan kepada para keluarga korban.
Dia menyebut hal itu sudah dilakukan sebelum terpilih menjadi Ketum PSSI.
“Saya rasa pemerintah daerah pada saat peristiwa Kanjuruhan itu, Ibu Khofifah, Pemkab Malang, pemerintah pusat, sudah mendorong bantuan.”
“Saya pun sebelum jadi ketua PSSI sudah mendorong bantuan,” sambungnya.
Adapun tuntutan keluarga korban terkait proses hukum, dia menyebut sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung lewat kasasi.
Seperti diketahui MA membatalkan vonis bebas dua polisi terdakwa kasus Kanjuruhan yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Tragedi Kanjuruhan: ‘Lebih mengerikan daripada yang di medsos dan televisi’, TGIPF pastikan ‘kematian massal terutama disebabkan gas air mata’
Di tingkat kasasi, Bambang dan Wahtu divonis pidana penjara masing-masing dua tahun dan 2,6 tahun penjara.
Sementara panitia pelaksana laga Arema FC dan Persebaya, Abdul Haris diperberat dari sebelumnya 1,6 tahun menjadi dua tahun.
Erick Thohir berkata, PSSI akan terus melakukan upaya pemulihan keluarga korban dan menjamin komunikasi tetap terbuka.
Sesuai dengan wewenang PSSI, katanya, saat ini PSSI sedang bekerja mewujudkan transformasi sepak bola Indonesia usai Tragedi Kanjuruhan.
Semisal mendorong renovasi stadion, perbaikan kualitas wasit, dan membentuk Komite Ad Hoc Suporter.
Autopsi korban Tragedi Kanjuruhan: ‘Anak saya murni terkena racun’
Pada Oktober tahun lalu, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, dalam rekomendasi yang diserahkan ke Presiden Joko Widodo, menyimpulkan “kematian massal” lebih disebabkan oleh gas air mata yang ditembakkan aparat.
Hal itu disampaikan Ketua TGIPF, yang juga Menkopolhukam, Mahfud MD, dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, setelah menyerahkan laporan setebal 124 halaman.
“Yang mati dan cacat dan kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan [aparat],” ungkap Mahfud MD.
Saat itu, menurutnya, pihaknya sudah menyerahkan kandungan dalam gas air mata tersebut kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk diteliti.
Dalam rekomendasinya, tim independen meminta Polri dan TNI segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap aparatnya yang disebut melakukan “tindakan berlebihan dengan menembakkan gas air mata ke arah penonton di tribun”.
Aparat kepolisian juga diminta melanjutkan penyelidikan kepada pimpinan Arema FC dan PSSI yang disebut tidak melakukan pengawasan dan kelancaran penyelenggaraan laga tersebut.(h/Sumber:cnnindonesia)