Kompolnas : Jika Dilakukan Secara Pragmatis Berakibat Tidak Efektif Menegakkan Hukum
Medan, PRESTASI REFORMASI.Com – Tersangka yang terlibat dalam kasus kerangkeng Manusia, Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Parangin-angin, hingga saat ini belum dilakukan penahanan oleh Polda Sumut.
“Terkait penahanan itu adalah kewenangan penyidik berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan akan dilakukan penyidik jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
“Hal ini disebut syarat subyektif penahanan,” ucap Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Selasa, (29/4/2022).
“Berdasarkan pasal 21 ayat (4) KUHAP ada syarat obyektif penahanan, sehingga penahanan akan dilakukan pada tersangka/terdakwa yang diancam dengan tindak pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tersangka/terdakwa tindak pidana pasal-pasal tertentu di KUHP, Ordonansi bea cukai, UU Darurat 8/1955 dan UU Narkotika,”lanjut Poengky.
Kasus kerangkeng Bupati Langkat non aktif terus bergulir, memasuki babak baru dengan ditetapkannya delapan orang tersangka termasuk Dewa Paranginangin anak dari Terbit Rencana Paranginangin Bupati Langkat non aktif.
Peristiwa ditemukannya kerangkeng menyita perhatian publik. Bahkan hingga ke penetapan delapan orang tersangka yang membawa harapan bagi masyarakat bahwa kasus ini akan segera tuntas hingga ke aktor inteletualnya. Hanya saja saat ini penyidik Polda Sumut belum menahan para tersangka, dapat dipahami alasan penyidik menjerat tersangka dengan pasal UU 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO yang memang cukup rumit pembuktiannya, sehingga dikhawatirkan waktu penahanan dapat segera habis jika tersangka ditahan.
“Penyidik menerapkan Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang penanganannya harus teliti, cukup rumit pembuktiannya, jadi hemat saya sudah benar untuk tidak tergesa-gesa menahan, karena jika dilakukan secara pragmatis dapat berakibat tidak efektif dalam penegakan hukum,” pungkas Poengky. (h/WYU)