Memperingati Hari Lahan Basah Sedunia 2 Februari
“Kita sedang dalam krisis” kata Martha Rojas Urrego, Kepala Ramsar Convention on Wetlands.
Ia mengingatkan dampak merusak dan hilangnya area lahan basah, termasuk perubahan iklim.
Laporan dari Convention on Wetland menemukan 35 % lahan basah meliputi danau, sungai, rawa-rawa, lahan gambut, laguna, hutan bakau, dan batu karang telah hilang dari 1970 hingga 2015. Atau sama dengan hilang tiga kali lipat dibanding hutan.
Medan, PRESTASIREFORMASI.Com – Hari Lahan Basah Sedunia ( World Wetland Day) diperingati setiap tanggal 2 Februari, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang peran penting lahan basah bagi manusia dan planet. Lahan basah merupakan ekosistem besar yang perlu mendapat perhatian serius.
Hal yang mendasari penetapan Hari Lahan Basah Sedunia adalah Konvensi Ramsar pada 2 Februari 1971 di Ramsar, Iran, sedangkan Indonesia baru mengikuti konvensi ini setelah 20 tahun konvensi ini dicanangkan yaitu pada tahun 1991.
Bahkan Ramsar. Org selalu memberikan tema yang berbeda setiap tiap tahun. Tema untuk tahun 2022 adalah “Wetland Action for People and Nature” yang bermakna Aksi Lahan Basah untuk Manusia dan Alam.
Tujuan utama Konvensi Ramsar adalah menghentikan perambahan serta pengrusakan lahan basah yang terjadi sekarang dan masa yang akan datang.
Hal tersebut dikarenakan lahan basah merupakan ekosistem yang sangat rapuh dan sensitif.
Untuk itu keberadaanya sangat bergantung pada cara pemanfaatan serta usaha pelestarian terus menerus.
Konvensi Ramsar merupakan sebuah perjanjian International di bidang lingkungan hidup pertama yang menetapkan peraturan mengenai konservasi jenis ekosistem tertentu, yaitu ekosistem lahan basah.
Konvensi Ramsar atau Conventions on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat.
“Titik paling pentingnya adalah lahan basah sebagai habitat burung air yang perlu dilindungi.
Tepatnya tanggal 19 Oktober 1991 atau hampir 31 tahun yang lalu, Pemerintah Indonesia meratifikasi (menandatangani dan mengesahkan perjanjian) Konvensi Ramsar dengan Keputusan Presiden nomor 48 tahun 1991.
Pengertian dan Contoh Lahan Basah
Lahan basah adalah daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan alam atau buatan, tetap atau sementara dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih enam meter pada waktu pasang surut.
Sedangkan menurut Wetlands Internasional Indonesia, lahan basah terjadi dimana air bertemu dengan tanah antara lain bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, delta, danau, daerah dataran banjir, sawah dan terumbu karang.
Dari laman Nationalgeographic. co. id , lahan basah yang menjadi salah satu ekosistem paling berharga dan menyimpan keanekaragamn hayati dunia, menghilang dengan cepat di tengah urbanisasi dan pergeseran lahan pertanian.
” Kita sedang dalam krisis” kata Martha Rojas Urrego, Kepala Ramsar Convention on Wetlands.
Ia mengingatkan dampak merusak dan hilangnya area lahan basah, termasuk perubahan iklim.
Laporan dari Convention on Wetland menemukan 35 % lahan basah meliputi danau, sungai, rawa-rawa, lahan gambut, laguna, hutan bakau, dan batu karang telah hilang dari 1970 hingga 2015
Manfaat Lahan Basah
Lahan basah dipastikan ada di setiap negara dan setiap zona iklim. Adapun manfaat Lahan basah bagi manusia dan bumi sebagai berikut:
- Menjamin pasokan air bersih sepanjang tahun.
- Sumber air minum, makanan dan irigasi untuk pertanian.
- Tempat hidup dan berkembang biak berbagai hewan dan tumbuhan.
- Menyerap dan menyimpan air hujan.
- Mengatur iklim global.
- Menyimpan karbon secara alami, serta sumber mata pencaharian sebagian masyarakat.
Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Ramsar maka Indonesia berkewajiban tidak hanya melakukan perlindungan terhadap lokasi lahan basah yang terdaftar dalam situs Ramsar, namun juga membangun dan melaksanakan rencana tingkat pemerintah untuk menggunakan dan memanfaatkan lahan basah di wilayahnya.
Di tengah hiruk pikuknya rencana Pemindahan Ibukota Negara (IKN) dalam momen ini tentu kita berharap pemerintah dapat mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang akan diambil dengan bijaksana. (h/Rnc)
Penulis: Abdul Aziz (Purna tugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)