Barus,PRESTASIREFORMASI.Com- Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara (UPT Badan Bahasa, Kemendikbudristek) memancangkan sebuah papan cerita (Storynomics) Kesusastraan Barus di sekitar Jembatan Hamzah Al-Fansuri desa Kampung Mudik kecamatan Barus Tapanuli Tengah, Jejak cerita sastra Barus ini telah ditelusuri sejak tahun 2001.

Pemancangan papan cerita tentang Hamzah Fansuri sebagai sastrawan Barus diresmikan oleh Bupati Tapanuli Tengah, Bakhtiar Ahmad Sibarani, dengan niat untuk memperkuat fakta kebahasaan bahwa kancah lebur (melting pot) Barus merupakan kawasan pembibitan bahasa,persatuan Indonesia.

“Bahasa Indonesia bermula dari lingua franca dalam perdagangan kuno di Barus,” kata Bupati Bakhtiar pada pertemuan pra-peresmian dengan Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, Dr. Maryanto, M.Hum. Selain bahasa perdagangan, dari kawasan kancah lebur Barus, juga sebagai bahasa ilmu pengetahuan, bahasa perhubungan atau lingua franca itu tumbuh dan berkembang.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Kemendikbudristek Dr. Muhammad Abdul Khak, M. Hum mengatakan, dari sinilah (Barus) bibit pertumbuhan dan perkembangan awal yang menjadikan bahasa persatuan Indonesia “Kota Barus merupakan kota harapan ke depan.” Demikian ditegaskan oleh Dr. Muhammad Abdul Khak, pada acara Diskusi Ilmiah yang digelar di
SMP Negeri 1 Barus, Senin, 22 November 2021.

Abdul Khak menambahkan bahwa kajian filologi di Indonesia tidak pernah terlepas dari karya sastra Hamzah Fansuri. Bahkan, ada karya orang asing yang fokus kajiannya pada Hamzah Fansuri sebagai perintis kesusastraan yang menjadi pemula atau bibit sastra Indonesia.

“Oleh karena itu, masyarakat Tapanuli Tengah pada khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya sudah semestinya bangga. Ini tugas para guru untuk mendidik dan mengasuh anak didiknya agar siap menjadi tokoh-tokoh nasional,” tegas Abdul Khak.

Turut berbicara secara daring (virtual) dalam diskusi ilmiah itu adalah Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor, M.A. (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan Prokoso Bhairawa Putera, Ketua Tim Transisi BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), yang diwakili oleh Wakhid Yuli Hastanto, S.AP. (Koordinator Penyusunan Program pada Satuan Kerja Biro Perencanaan dan Keuangan BRIN).

Kancah lebur Barus ini siap masuk dalam kawasan riset nasional untuk melakukan inovasi terkait dengan ilmu pengetahuan kebahasaan dan kesastraan Indonesia.

Selain para pakar dan pemerhati kebahasaan dan kesastraan yang secara daring mengikuti diskusi
pra-peresmian papan cerita Hamzah Fansuri, hadir juga secara luring para Kepala Balai/Kantor Bahasa dari berbagai daerah yaitu Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Lampung.

Kehadiran pimpinan UPT Badan Bahasa itu dimaksudkan juga untuk mengunjungi lokasi kancah lebur Barus yang telah ditetapkan sebagai titik Nol Kilometer Peradaban Islam (di) Nusantara. Kunjungan dilakukan di lokasi sumber-sumber awal pembibitan bahasa persatuan Indonesia di makam Mahligai dan Papan Tinggi.

Diskusi ilmiah dan peninjuan ke lokasi pembibitan bahasa persatuan Indonesia ini bertujuan melakukan penguatan kebahasaan. Sasaran utama kegiatan ini adalah tenaga pendidikan setingkat SMP/MTs dan SLTA/MA serta aparatur pemerintah daerah, termasuk para lurah dan kepala desa di seputar Barus, dan tokoh masyarakat.(Zurlang /ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *