Jakarta, PRESTASIREFORMASI.Com — Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing mendarat di Jakarta untuk menghadiri pertemuan pemimpin ASEAN untuk membahas krisis di negara itu pada Sabtu.
Kedatangan Hlaing ditampilkan melalui video yang diunggah Youtube Sekretariat Presiden Indonesia.
Tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Provinsi Banten, sekira pukul 11.00 WIB, Min Aung Hlaing disambut oleh Duta Besar Myanmar untuk Republik Indonesia Ei Ei Khin Aye dan Kepala Protokol Negara (KPN) Andy Rachmianto.Baca Juga
Jokowi Desak Militer Myanmar Hentikan Kekerasan
Min Aung Hlaing dan delegasi terlebih dahulu menjalani PCR swab test dan penapisan kesehatan sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan.
Mereka selanjutnya bergerak meninggalkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju lokasi pertemuan di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan, pertemuan pemimpin ASEAN merupakan inisiatif dari Indonesia dan merupakan tindak lanjut dari pembicaraan Presiden Joko Widodo dengan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah.
Sultan Brunei akan memimpin pertemuan tersebut selaku ketua ASEAN pada 2021. Kehadiran pemimpin junta militer Myanmar menuai protes dari berbagai pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil di Indonesia.
Menurut salah satu perwakilan yang merupakan aktivis Asia Justice and Rights (AJAR) Putri Kanesia, dengan kehadiran junta, pemimpin ASEAN memberi pengakuan terhadap pemerintahan militer yang melakukan kudeta.
Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, ditunjuk memimpin Myanmar setelah kudeta militer, Senin (1/2). Dalam jajaran Tatmadaw, jenderal Min Aung Hlaing dikenal kuat memegang pengaruh politik yang signifikan, bahkan sebelum kudeta yang diperintahkan olehnya.
Dia juga dikenal sebagai sosok yang intimidatif. Min Aung Hlaing berhasil mempertahankan kekuatan Tatmadaw, sebutan militer Myanmar, ketika Myanmar beralih ke demokrasi. Namun, dia menerima kecaman dan sanksi internasional atas dugaan perannya dalam serangan militer terhadap etnis minoritas.
Usai kudeta terhadap Presiden Myanmar Win Mynt dan penasihat negara atau pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, Myanmar kini kembali ke pemerintahan militer di bawah kepemimpinannya. Min Aung Hlaing bakal memperluas kekuasaannya dan membentuk masa depan negara dalam waktu dekat.
Pada 2016 dan 2017, militer mengintensifkan tindakan keras terhadap etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine utara. Tindakan itu menyebabkan banyak Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar.
Panglima militer itu dikutuk secara internasional atas tuduhan genosida. Pada Agustus 2018, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan akan melakukan penyelidikan terhadap Hlaing.
“Para jenderal militer tertinggi Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, harus diselidiki dan dituntut atas genosida di utara Negara Bagian Rakhine, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Negara Bagian Rakhine, Kachin dan Shan,” ujar pernyataan Dewan Keamanan PBB dikutip laman BBC, Selasa (2/2). (h/RoL)