Bola Kaki, PRESTASIREFORMASI.Com – – Klub-klub peserta Liga 1 dan 2 akhirnya punya pijakan terkait dengan masalah kontrak dan gaji skuadnya selama penundaan kompetisi. Sebab, PSSI merilis surat keputusan tentang penundaan kompetisi serta pengaturan gaji pemain, pelatih, dan ofisial kemarin (17/11).
Dalam SK tersebut, klub-klub diberi keleluasaan membayar gaji Oktober–Desember maksimal 25 persen dari kewajiban yang tertera dalam perjanjian kerja sampai dimulainya kompetisi.
Jika kompetisi telah efektif untuk bisa dimulai, klub Liga 1 dan 2 bisa membuat kesepakatan ulang bersama pemain dan pelatih atas penyesuaian nilai kontrak pada perjanjian sebelumnya.
Yaitu, perubahan nilai kontrak untuk Liga 1 dengan kisaran 50 persen dan Liga 2 kisaran 60 persen dari total nilai kontrak. Kesepakatan itu berlaku sebulan sebelum kompetisi dimulai.
Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan menuturkan, SK tersebut bukanlah hasil pemikiran PSSI saja. Sebelumnya, ada pembicaraan intensif dengan klub, Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), dan Asosiasi Pelatih Sepak Bola Seluruh Indonesia (APSSI).
’’Karena itu, ada jeda waktu yang panjang. SK ini bukan bahasa federasi ya. Kami mengeluarkan ini dari hasil kesepakatan bersama,’’ katanya.
Masalahnya, SK yang diterbitkan PSSI itu berisiko besar ke depannya. Salah satunya, klub akan terancam kehilangan pemain. Terutama pemain asing yang ogah gajinya dipangkas.
’’Masalah itu tanyakan ke klub. Kami secara global mengeluarkan keputusan dari hasil negosiasi dengan klub, pemain, dan pelatih,’’ ujarnya.
Plt Sekjen PSSI Yunus Nusi menjelaskan, SK memang dibuat untuk melindungi klub selama masa penundaan kompetisi. Selain itu, ada rekomendasi dari FIFA dan AFC agar PSSI bisa membuat batasan hak dan kewajiban klub terhadap pemainnya.
’’Agar klub tidak terlalu tergerogoti oleh keinginan-keinginan ambisius para pemain, terutama pemain asing, kami ingin lindungi klub lewat SK ini,’’ tuturnya.
Selain itu, pemain dan pelatih jangan beranggapan PSSI hanya memikirkan klub. SK yang beberapa kali dikeluarkan mengenai pemotongan gaji juga bertujuan melindungi pemain dan pelatih.
’’Kami juga ingatkan klub, jangan mentang-mentang tidak ada kompetisi, lantas tidak ada gaji. Ini jalan tengah. Memang tidak semua bisa terpuaskan,’’ tegasnya.
Sementara itu, CEO PSIS Semarang Yoyok Sukawi bingung dengan SK yang dikeluarkan PSSI. Terutama soal pemotongan gaji pada renegosiasi kontrak. ’’Tapi, biarlah. Jangan kami yang berkomentar. Kami memilih diam diri dulu saja,’’ katanya.
Hal berbeda disampaikan Direktur Tim Madura United Haruna Soemitro. Dia mengungkapkan bahwa SK itu sebenarnya bisa saja diprotes klub. Sebab, dalam keadaan tidak ada kompetisi, klub bisa saja tidak peduli dengan tidak membayar gaji pemain. ’’Karena klub juga tidak mendapatkan haknya untuk tampil di kompetisi,’’ ujarnya.
Dia juga mengingatkan pemain dan pelatih agar tidak semena-mena terhadap klub. Sebab, klub, termasuk Madura United, sudah habis-habisan dalam kondisi kompetisi yang tertunda saat ini.
’’Klub sudah bayar sekian persen kepada pelatih, pemain, dan ofisial. Lalu, berapa persen yang sudah mereka berikan ke klub?’’ tanyanya.
Dia menegaskan, dalam keadaan yang sama-sama sulit seperti sekarang, semua harus berlaku fair. Baik itu PSSI, PT LIB, klub, pemain, pelatih, maupun ofisial. Istilah yang dipakainya adalah no work, no pay.
’’Jangan hanya melihat isi kontrak tentang hak. Tapi, kewajiban apa yang sudah dijalankan berdasar kontrak? Memangnya mereka dikontrak hanya untuk latihan?’’ ucapnya.
Sayangnya, APPI dan APSSI memilih bungkam setelah SK dari PSSI mengenai pemotongan gaji dan pembatasan renegosiasi kontrak keluar. General Manager APPI Ponaryo Astaman belum mau berkomentar apa pun. ’’Masih agak padat ini,’’ ucapnya kepada Jawa Pos kemarin. (h/jpc)