Beragam sektor kehidupan sosial dan ekonomi terdampak untung dan rugi akibat pandemi Covid-19, (Foto kolase: hps)
BERITA TERKAIT COVID-19:
- Polres Karimun Laksanakan Vaksinasi Serentak Menyambut Hari Bhayangkara Ke-76
- Vaksinasi Massal via Zoom Meeting di Kabupaten Karimun
- Paska Menikmati Libur Panjang, Kasus Covid 19 Terkendali di Samosir
- Polres Karimun bersama NU dan Kemenag Gelar Vaksinasi Serentak se-Indonesia
- Polres Karimun Melaksanakan Vaksinasi Di Bulan Ramadhan
- Kapoldasu Bersama Danlantamal Berspeedboat Vaksinasi Kampung Nelayan Belawan
Ekonomi/Keuangan, PRESTASIREFORMASI.COM – Jika Anda bekerja dari rumah selama pandemi ini, kemungkinan Anda mengeluarkan uang lebih sedikit untuk ongkos transportasi dan makan di luar.
Di saat yang sama, jutaan orang dirumahkan atau kehilangan pekerjaan sama sekali.
Pandemi ini menciptakan situasi yang menurut para ekonom tidak ada padanannya dalam resesi ekonomi sebelumnya.
Situasi itu disebut Neil Shearing dari Capital Economics sebagai “keterbelahan dalam keuangan rumah tangga”.
“Sebagian besar populasi mengalami kehilangan pemasukan atau hidup dalam ancaman kehilangan pemasukan, sementara sebagian lain mengalami siraman uang dari peningkatan tabungan,” kata Shearing.
Tabungan yang tak diduga

Rebecca O’Connor, ahli keuangan pribadi di Royal London dan pendiri situs web Good With Money, mengatakan banyak orang “sangat berbeda sekarang” dan bagi beberapa “bahkan untuk menabung sedikit saja tidak mungkin”.
Namun, para profesional seperti Rebecca mendapat keuntungan dari penurunan pengeluaran secara drastis.
Dalam sebulan ia menghemat US$450 sebulan karena tak harus mengantar anak-anak ke sekolah, atau menggunakan kendaraan umum untuk bepergian.
Ia juga tak mengeluarkan uang untuk membeli kopi atau minum selepas kerja atau makan siang di luar, dan dari sini ia menghemat US$100.
Daftar ini lebih panjang lagi dengan tidak mengeluarkan uang di akhir pekan, misalnya.
Kenyataan yang kontras

Namun kasus seperti Rebecca memang berbeda-beda.
Beberapa orang yang tak menduga terjadinya karantina, mengatakan bahwa mereka tadinya berencana untuk pernikahan mewah atau perjalanan keliling Asia.
Dalam analisis seluruh Inggris, Resolution Foundation menemukan bahwa satu dari tiga keluarga berpenghasilan tinggi tiba-tiba tabungannya melonjak, sementara satu dari lima keluarga tabungan mereka menurun.
Di antara keluarga berpenghasilan rendah, hanya 10% mengatakan tabungan mereka meningkat, sementara yang tabungannya menurun 29%.
Keluarga yang bisa bekerja dari rumah, sudah memiliki penghasilan sangat tinggi. Maka mereka bisa menyisihkan uang untuk tabungan.
Sementara 20% keluarga berpenghasilan rendah ke menengah mengatakan mereka meminjam uang lebih banyak, serta mengandalkan pada solusi yang mahal seperti kartu kredit, dan pembayaran cicilan dengan bunga.

Namun Rebecca O’Connor mengatakan mendapatkan uang lebih di saat pandemi tak otomatis meningkatkan belanja.
“Rasanya hal terbaik yang perlu dilakukan dengan uang lebih di tengah ketidakpastian adalah menyimpannya di tempat uang mudah diakses dan selalu bisa jadi [dana] cadangan,” katanya.
Terdampak krisis
“Sifat krisis ini berbeda dengan krisis keuangan sebelumnya karena dampak ke pasar tenaga kerja sangat langsung,” kata Steven Kapsos, peneliti di Organisasi Buruh Internasiona (ILO), kepada BBC.

Seluruh sektor ekonomi tertutup, ada beberapa sektor yang tak terlalu terdampak.
Menurut ILO, sektor eceran, pabrik, real estate, pariwisata dan makanan merupakan yang paling terdampak oleh pembatasan.
“Pekerja di sektor-sektor ini dan sektor informal tidak bisa lagi mengerjakan kegiatan yang mereka kerjakan sebelum karantina,” kata Kapsos.
Jam kerja yang hilang menurut ILO setara dengan 300 juta pekerjaan penuh waktu.
Penurunan jam kerja paling dirasakan di Amerika dan Asia Tengah, sekitar 13% di setiap wilayah, dan di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Namun yang paling rentan adalah 1,6 miliar orang di sektor informal. Jumlah ini hampir setengah seluruh tenaga kerja di dunia.
‘Tak siap’
Lucimara Rodrigues adalah salah satunya. Pekerja pembersih berumur 35 tahun asal Brasil di Boston ini pindah ke Amerika 16 tahun lalu.
Rodrigues berkata kepada BBC ia pendapatannya antara US$3.500 hinga US$4.000 per bulan bekerja untuk keluarga kaya. Namun karantina membuatnya tak bisa bekerja lagi.
“Kami, pekerja tak siap dengan ini,” katanya. “Saya tak pernah mendapatkan situasi di mana saya harus tinggal di rumah lebih dari dua bulan tanpa pekerjaan.”
Suami Rodrigues seorang tukang yang pekerjaannya juga terhenti karena pendemi. Pasangan ini punya dua anak, berumur enam dan 14.
Lucimara berkata, perusahaan tempatnya bekerja memiliki “niat baik” dan terus membayarnya bahkan ketika ia tak bisa bekerja.
Keluarganya menurunkan belanja makanan dan menghemat bahan bakar, tapi menurutnya tabungannya mulai menipis.
‘Diabaikan’
Pekerja domestik di AS – umumnya kulit hitam dan imigran Latino – merupakan contoh para pekerja yang “diabaikan” selama pandemi, kata Haeyoung Yoon, direktur di National Domestic Workers Alliance (NDWA).

Organisasi akar rumput ini telah memberi dana talangan darurat sebesar US$400 kepada 10.000 orang yang terdampak pandemi.
Pekerja rumah tangga umumnya tak punya jaminan atau tunjangan seperti cuti atau asuransi kesehatan.
Dalam survei baru-baru ini, 70% pekerja rumah tangga berkulit hitam mengatakan mereka kehilaangan pekerjaan atau dipotong gajinya karena pandemi.
Dua pertiga mengatakan mereka takut diusir dari rumah atau dipotong layanan dasar seperti listrik dan air karena tak mampu membayar.
Mereka juga tak bisa mengakses paket dana US$2 triliun yang disediakan Pemerintahan Presiden Trump karena status mereka sebagai imigran atau pekerja tanpa dokumen yang dikecualikan dari skema itu.
“Katanya virus tidak mendiskriminasi, tapi para pembuat kebijakan di negara ini memilih untuk melakukan diskriminasi berdasarkan status imigrasi, ras dan jenis kelamin,” kata Yoon.
Ketimpangan meningkat
Dampak ekonomi Covid-19 bisa menjerumuskan 100 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrim di seluruh dunia, menurut Bank Dunia.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyerukan untuk kebijakan inklusif selama masa pemulihan untuk mencegah peningkatan ketimpangan yang sudah buruk.
Sekitar US$10 triliun dikeluarkan banyak negara untuk mendukung ekonomi, tapi menurut IMF harus ada “upaya lebih” untuk melindungi kaum miskin termasuk memberi bantuan makanan dan tunai.
Saat ini orang seperti Rodrigues mengatakan ia “tidak putus asa” karena masih bisa menyisihkan uang dari tabungan termasuk membantu perawatan ibunya yang sakit di Brasil.
Namun tabungan ini “menipis dengan lekas” dan ia tak punya gambaran apakah bisa memiliki penghasilan lagi. (h/sumber:bbcindo)
BACA JUGA:
- Pemkab Taput Apresiasi Syukuran HUT Perindo ke- 11 se-Sumut dilaksanakan di Tarutung

- Tiga Remaja Diamankan Warga di Batang Kuis, Dicurigai Begal Ternyata Hendak Tawuran

- Warga Simanindo Harapkan Pembangunan Jalan Nasional di Samosir Tak Molor

- CU Abadi Ajibata Cabang Tomok Berbenah: Pengurus Baru Fokus Pulihkan Keuangan dan Kepercayaan Anggota

- Kalapas Barus Hadiri Peresmian Rumdis Koramil 01 Barus

- Delapan Unit Rumdis Koramil 01 Barus Diresmikan
