
Sergai. PRESTASIREFORMASI.Com
Ketua Tim Penyelesaian Lahan Kelompok 80 Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Zuhari, menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Ketua Pelaksana Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk meminta penjelasan perkembangan penanganan laporan dugaan perubahan kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit oleh PT Deli Minatirta Karya (DMK).
Surat dengan nomor 126/PL-80/PD/XI/2025, tertanggal 7 November 2025, ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Tim, masing-masing Zuhari dan Arifin, S.Pd, dan dikirimkan setelah pelaksanaan salat Jumat.
Menurut Zuhari, surat tersebut merupakan tindak lanjut atas surat dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor B.6035/L.2.5/Fo.2/09/2025, tertanggal 10 September 2025, yang menanggapi laporan sebelumnya dari Tim Penyelesaian Lahan Kelompok 80 dengan Nomor 125/PL-80/PA/VII/2025, tertanggal 23 Juli 2025.
> “Hingga kini, kami belum menerima pemberitahuan sejauh mana penanganan laporan tersebut oleh Satgas PKH Kejagung RI,” ujar Zuhari kepada wartawan di ruang kerjanya Tanjung Beringin desa Firdaus kec sei rampah kab sergai, Jumat (7/11/2025). Ia menambahkan bahwa berdasarkan informasi dari para ketua kelompok di lapangan, aktivitas perkebunan oleh PT DMK masih terus berlangsung hingga awal November 2025.
> “Kami mendapat laporan bahwa PT DMK masih beroperasi di lokasi yang kami laporkan, dan hasil sawit masih diangkut menggunakan mobil Colt Diesel,” katanya.
Tim Juga Surati Kapoldasu Minta Penjelasan Penanganan IUP
Selain surat ke Kejagung RI, Tim Penyelesaian Lahan Kelompok 80 juga melayangkan surat kepada Kapolda Sumatera Utara dengan Nomor 127/PL-80/PD/XI/2025, tertanggal 7 November 2025. Surat tersebut berisi permohonan penjelasan perkembangan pengaduan masyarakat mengenai penertiban izin usaha perkebunan (IUP) serta permintaan penghentian sementara aktivitas perusahaan dan penggarap yang berada di atas lahan eks HGU PT DMK di Desa Bagan Kuala dan Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Tanjung Beringin.
Zuhari menjelaskan bahwa pihaknya sebelumnya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) dari Polda Sumut dengan Nomor B/13653/V/Res.7.5/2025/Ditreskrimum, tertanggal 20 Mei 2025. Namun, hingga November 2025 belum ada pembaruan informasi terkait tindak lanjut laporan tersebut.
> “Kami berharap pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Satgas PKH Kejagung dapat menindaklanjuti pengaduan ini secara transparan dan profesional sesuai hukum yang berlaku,” tegas Zuhari.
BPN Sumut Jelaskan Kendala Teknis GTRA
Sementara itu, Kepala Bidang III Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara, H. Hasinuddin, S.H., M.Hum., yang dihubungi melalui pesan WhatsApp pada Jumat (7/11/2025), menjelaskan bahwa tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sumatera Utara belum melanjutkan proses penyelesaian sengketa lahan seluas 499,2 hektare antara Kelompok 80 dan PT DMK karena kendala administrasi dan keterbatasan anggaran.
> “Tim GTRA Sumut baru memperoleh Surat Keputusan dari Gubernur Sumatera Utara pada akhir Agustus 2025. Setelah itu, pelaksanaan kegiatan belum dapat diteruskan karena belum tersedia anggaran,” ujar Hasinuddin.
Ia menegaskan, BPN Sumut berkomitmen untuk tetap memfasilitasi penyelesaian sengketa agraria secara bertahap sesuai peraturan perundang-undangan, terutama berdasarkan amanat Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Masyarakat Harap Penegakan Hukum yang Tegas dan Adil
Zuhari menambahkan, masyarakat Kelompok 80 berharap aparat penegak hukum dan instansi terkait menindaklanjuti kasus ini secara tegas dan transparan agar tidak menimbulkan keresahan sosial di sekitar kawasan tersebut.
> “Kami tidak menuduh siapa pun. Kami hanya meminta kepastian hukum atas lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga. Kami percaya negara hadir untuk menegakkan keadilan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa perjuangan kelompoknya semata-mata demi kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan, sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Transparansi dan Kepastian Hukum Jadi Kunci
Kasus ini menyoroti pentingnya koordinasi antara lembaga hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penyelesaian konflik agraria. Menurut pengamat hukum agraria, penyelesaian sengketa tanah harus mengedepankan asas transparansi, partisipasi publik, dan kepastian hukum, agar tidak menimbulkan dampak sosial yang lebih luas.
Program reforma agraria yang dijalankan pemerintah pusat melalui GTRA diharapkan menjadi jalan keluar bagi berbagai sengketa lahan yang melibatkan perusahaan dan masyarakat di daerah.
Dengan komunikasi dan langkah penegakan hukum yang terukur, diharapkan penyelesaian kasus antara Kelompok 80 dan PT DMK dapat segera menemukan titik terang yang berkeadilan bagi semua pihak. ( Hots/zul)