Perusahaan PKS tersebut diduga tidak mempunyai izin yang lengkap, ironisnya kenapa bisa beroperasi secara buka tutup. PRESTASI REFORMASI.Com (PRi.Com) yang hendak konfirmasi kepada Humas PKS MSB II, namun tidak bersedia dengan alasan sibuk.

Perusahaan tersebut diduga tidak mempunyai dokumen yang lengkap seperti RKL, UPL dan IUP dari provinsi Aceh. Seharusnya pemerintah setempat mengetahui persyaratan tersebut, begitu juga dengan kolam penampung limbah harusnya 10 petak tapi sampai saat ini hanya 5 petak, itu saja sudah dianggap fatal.

Sebab, berdasarkan peraturan/perizinan pengelolaan kelapa sawit dibagi tiga sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 21/ 2017, meliputi:

  1. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan, yaitu wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (“IUP”).
  2. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas 25 hektar atau lebih, yaitu wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (“IUP-B”)
  3. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas sama atau melebihi 5 ton TBS per jam, yaitu wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (“IUP-P”);

Untuk itu, Pemerintah Kota Subulussalam harus bertindak tegas untuk memeriksa dan mempertanyaksn izinbtersebut kepada PT MSB II.

Jika memang PKS tersebut tidak punya kelengkapan izin, Pemko berhak menghentikan operasional perusahaan itu, karena dapat merusak lingkungan hidup dan tata kelola ekonomi daerah.

Selain itu, kapasitas gilingan pun diduga melebihi batas tenaga yang harusnya 30 per jam ini diperkirakan mencapai 45 per jam. Padahal DPRK sudah menyoroti PT. MSB II tetapi tetap tidak digubris. Ada apa ?

“Pemko tidak punya marwah jika tak punya Ny ahli menghentikan panriknkelapa sawit yang diduga tak pun Ya izin,” Ungkap sejumlah tokoh masyarakat di Kota Subulussalam. h/Alimsyah Sembiring

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *