Tanjab Barat, PRESTASIREFORMASI.Com — Selasa, 30 januari 2024. Tenaga bongkar muat pekerja pabrik CPTPN unit usaha Pengabuan yang berlokasi di desa Pulau Pauh kecamatan Renah Mendaluh kabupaten Tanjab Barat, propinsi jambi, diduga tidak ikuti standar ketenaga kerjaan sesuai Undang undang ketenaga kerjaan.
Pasalnya tenaga kerja tersebut tidak didaftarkan di Disnaker serta tidak memiliki jaminan asuransi ketenaga kerjaan.
Dulu para perkerja tersebut di bawah naungan SPBun Bukit Kausar, tapi akhir-akhir ini tidak lagi di naungi SPBUN tersebut.
Salah seorang pekerja yang namanya tidak mau dipublikasi menjelaskan bahwa mereka berkerja diupah bongkar sebesar Rp 18.000 per ton, namun yang diterima mereka hanya Rp 10,000 per ton, sehingga di potong Rp 8000 perton dari potongan tersebut di duga kuat merupakan pungli sedangkan pekerja tidak didaftarkan di Asuransi Ketenaga Kerjaan.
Ketua SPBUN, saat dikomfirmasi di ruangan kerjanya menjelaskan bahwa bongkar muat di pabrik tersebut tidak di bawah naungannya.
“Dulu beberapa bulan iya, tapi setelah itu tidak lagi. Semantara dipakai oleh oknum organisasi memungut uang dari tenaga kerja atas nama SPSI yang dibentuk saat pendirian pabrik dan jalan yang sudah dibatal kan karna tidak sesuai dengan kesepakatan awal yaitu soal ganti rugi lahan dan jalan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, dulu ganti rugi jalan dan lahan senilai Rp.7.500,000 per hektar, sehingga dibentuk pengurus SPSI tersebut. Tapi nyatanya ada oknum PTPN berkerja sama dengan oknum pengurus meminta ganti rugi tersebut senilai Rp.14.000,000 per hektar dan dibayar lunas semuanya.
“Maka dinyatakan dibatalkan atas kerja samanya dan diganti dengan SPBUN saat itu. Kini tanpa dinaungi lagi oleh SPBUN. Terdapat dugaan pungutan liar di tubuh pekerja tanpa didaftarkan ke Disnaker serta asuransi ketenaga kerjaan,” sebut Ketua SPBUN itu.
Pihak menejemen pabrik saat ingin dikonfirmasi media ini di kantor pabrik, namun wartawan tidak diperbolehkan masuk ke kantor oleh oknum sekuriti, sehingga diduga ikut menghalangi tugas dan profesi wartawan dan telah melanggar undang undang kebebasan pres no 40 thn 1999.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan tersebut tidak bisa komfirmasi. Untuk itu, diminta kepada dinas dan instansi terkait segera lakukan tindakan atas semena mena oknum PTPN atau oknum lainnya, karena telah merugikan hak-hak pekerja.
“Kondisi ini diduga sudah berjalan bertahun-tahun. Bahkan pabrik tersebut pun sering membuang limbah ke sungai dan kebun warga. Ironisnya, limbah mereka tanpa pagar pengaman. Sudah beberapa ekor kerbau ternak warga desa sekitar mati terperosok ke dalam kolam limbah perusahaan tersebut. (h/Marjuni)