Arist Merdeka Sirait foto bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si, setelah menyampaikan laporan kerja Komnas PA diakhir bulan Agustus Kemarin, Selasa (31/08/2021)

Medan, PRESTASIREFORMASI.Com – Kawasan Danau Toba Propinsi Sumatera Utara yang dikelilingi 4 Kabupaten dan satu Kota Madia yakni Kabupaten Toba, Simalungun, Humbang Hasundutan, Samosir dan Tapanuli Utara serta satu Kota Madia yakni Pematang Siantar saat ini berada dalam zona merah kekerasan terhadap anak.

Masing-masing kabupaten/kota Madya ini menyimpan permasalahan kejahatan terhadap anak. Sangat serius. Hal ini disampaikan Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.

“Di wilayah empat Kabupaten dan satu Kota Madya ini sangat banyak ditemukan berbagai bentuk pelanggaran hak anak dan berbagai bentuk eksploitasi, diskriminasi, penelantaran serta penganiayaan terhadap anak,” katanya dalam laporan program kerja perlindungan anak saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp, Selasa (21/09/2021).

Ia menjelaskan, di Kabupaten Toba misalnya, sepanjang tahun 2020 sampai pertengahan tahun 2021 ditemukan fakta terkonfirmasi 49 kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat korban dengan berbagai bentuk kekerasan. Baik itu kekerasan seksual, kekerasan fisik dan berbagai bentuk pelanggaran hak anak lainnya dilakukan oleh orang tua kandung, orang tua biologis dan non-biologis, paman, dan abang kandung, bahkan kerabat terdekat dari korban.

“Demikian juga data terkonfirmasi di Kabupaten Samosir. Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak sepanjang tahun 2020 ditemukan 39 anak korban kejahatan seksual juga dilakukan oleh orang terdekat bahkan orang-orang yang sesungguhnya memberikan perlindungan bagi anak-anak,” ujarnya.

“Belum lagi pelanggaran-pelanggaran hak anak lainnya yang membutuhkan kehadiran pemerintah daerah,” imbuhnya.

“Di Kabupaten Tapanuli Utara, Komnas perlindungan Anak mendapatkan data yang dikumpulkan dari berbagai laporan dan sumber menemukan yakni 29 kasus kejahatan seksual yang terjadi di berbagai lingkungan sosial rumah, lingkungan sosial anak, lembaga pendidikan dan tempat-tempat yang seharusnya menjadi zona zero kekerasan di Tapanuli Utara,” terangnya.

Angka ini, lanjut Arist, terkonfirmasi melalui data-data yang dikumpulkan lewat laporan perwakilan Komnas perlindungan Anak di Samosir. Demikian juga data ini diambil dari laporan masyarakat kepada Polres Samosir dan dari berbagai sumber data yang dikumpulkan aktivitas pegiat-pegiat perlindungan Anak diwilayah ini.

Lebih lanjut, Arist mengatakan, ada banyak juga kasus kejahatan seksual yang terjadi di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan. Di daerah ini ditahun 2020 ditemukan data-data yang tersembunyi dan dibanyak tempat ditemukan anak-anak menjadi korban kejahatan seksual yang terkonfirmasi 39 kasus juga dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya memberi pertolongan bagi anak-anak di wilayah hukum ini. Namun seringkali korban tidak mendapat perlindungan anak

“Ada banyak juga kasus kejahatan seksual yang tersembunyi yang terjadi di wilayah Kabupaten Simalungun yang tidak mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak yang sesungguhnya bertanggung jawab memberikan perlindungan bagi anak,” papar Arist.

Menurut catatan Komnas perlindungan Anak di tahun 2019-2020 ditemukan lebih dari 69 kasus kejahatan seksual diluar kejahatan- kejahatan dan pelanggaran hak anak dalam bentuk lainnya di Kabupaten Simalungun ini.

Data terkonfirmasi yang dikumpulkan dari perwakilan Komnas Perlindungan Anak yang ada di wilayah Kabupaten Simalungun dan yang dikumpulkan dari laporan masyarakat dan yang diambil dari laporan yang ada di Polres Simalungun.

“Apalagi kalau kita lihat data yang dikumpulkan melalui lembaga perlindungan anak kota dan kabupaten Simalungun angka pelanggaran hak anak menunjukkan bahwa pelanggaran hak anak di Kotamadya ini juga terus-menerus meningkat bahkan seringkali penanganannya sangat lamban,” ujar dia.

Inilah situasi riil, kata Arist, yang terkonfirmasi bahwa anak-anak di 4 Kabupaten kawasan danau Toba belum mendapatkan perhatian dari para pemangku kepentingan perindungan anak. Situasi dan keberadaan anak ini semakin tidak terperhatikan di masa Covid 19. Akibatnya tumbuh kembang anak di wilayah ini semakin tidak terperhatikan. Kekerasan seksual dan kekerasan bentuk lain semakin menggila.

“Sesungguhnya situasi ini tidak akan pernah terjadi di daerah yang menjunjung tinggi nilai adat, dan di suatu daerah yang religius ini, dan mengedapankan nilai-nilai peradaban. Namun apa yang terjadi di 4 Kabupaten dan satu Kota Madia ini, nilai-nilai peradaban itu sudah dijungkirbalikkan dan dihancurkan oleh prilaku jahat yang tidak beradab,” ungkapnya.

Di mana-mana dan berbagai tempat daerah ini ditemukan kejahatan terhadap anak. Di rumah, di lingkungan sosial anak, di sekolah,di rumah ibadah dan diberbagai sosial anak lainnya ditemukan berbagai pelanggaran hak anak yang masuk dalam tindak pidana luar biasa.

“Kejahatan seksual dalam bentuk persetubuhan sedarah (inses) sesungguh sangat tabu terjadi di Tano Batak, namun apa yang terjadi, dengan berkembangnya tehnologi informatika dan globalisasi informasi dan perkembangan Media Sosial, meningkatnya kasus kejahatan seksual dianggap seolah-olah jejadian biasa-biasa saja,” ucapnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, perubahan sikap, pemahaman dan pola pengasuhan di tengah-tengah kehidupan masyarakat inilah yang mempengaruhi pembiaran pelanggaran hak anak. Oleh sebab itulah, untuk menjaga dan menjamin kepastian perlindungan anak di Kawasan Danau Toba ini diperlukan sistem pendataan dan mekanisme perlindungan anak sehingga kasus-kasus pelanggaran hak dapat diintervensi dengan baik.

Jadi sudah tiba saatnya gereja menyuarakan suara kenabiannya untuk membebaskan anak dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, penelantaran, penganiayaan dan dari segala kejahatan seksual dan perbudakan seks.

“Sudah tiba jugalah saatnya HKBP sebagai gereja terbesar di wilayah ini melalui departemen program dilakoninya bertindak nyata untuk membebaskan dari kejahatan seksual. HKBP dengan kapasitasnya mesti menjadi vionir pembebasan. Dalam situasi dan keberadaan anak yang tidak menguntungkan ini, HKBP sebagai institusi harus tampil dan mau hadir didalam situasi yang tidak menguntungkan ini,” katanya.

Demikian juga, kata dia, sudah saatnya para alim-ulama, tokoh adat dan tokoh agama dimasing-masing tempat, bahu membahu membangun gerakan perlindungan anak berbasis keluarga dan komunitas. Dan sudah tiba saatnya pula aparat penegak hukum saling menopang untuk menegakkan keadilan dan mengedepan kepentingan terbaik anak dalam setiap menangani perkara anak berhadapan dengan hukum.

“Untuk membangun gerakan perlindungan anak dan memutus rantai kekerasan di Kawasan Danau Toba ini diperlukan gerakan perlindungan anak yang masif, dan berkesinambungan,” katanya.

“Sudah saat jugalah 4 Kabupaten dan satu kota Madia yang mengelilingi kawasan Danau Toba ini berlomba untuk menjadikan masing-masing wilayah ini sebagai kawan Ramah dan bersahabat dengan anak serta bertekad memutus mata rantai kekerasan terhadap anak, demikian kertas kerja perlindungan anak ini disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak,” terangnya. (Misnan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *